chapter 5

841 85 3
                                    

Sesuai arahan Genta, Alana sudah mengajukan aplikasi OV-Chipkaart sejak hari pertama. Ia takjub dengan sistem yang ada di Belanda ini, dalam waktu beberapa hari saja, kartu dengan nomor ID dan foto dirinya sudah sampai di kotak pos nomor 157. Alana bergegas mengetik whatsapp di group Leiden Squad yang beranggotakan dirinya, Rendra, Raka, Agni, dan Kinan.

Alana:
OV Chipkaart gue udah dateng nih gengs. Kapan kita ke mana?

Jiwa traveling Alana bergejolak. Karena ia masih harus menunggu proses pembuatan KTP Belandanya, maka dalam waktu maksimal tiga bulan ini, Alana belum boleh bepergian ke luar Belanda. Jadi, mengeksplor kota-kota lain di Belanda adalah pilihan satu-satunya.

Agni:
Duh La, sorry, keluarga gue masih di sini sampai minggu depan. Jadi belum bisa ke mana-mana dulu nih kayaknya.

Kinan:
Idem nih, maaf ya, La...

Raka:
OV-Chipkaart gue belum datang, Laa...

Rendra:
Sama nih, kartu gue juga belum datang...

Alana menghembuskan nafas kecewa. Mungkin dia harus membiasakan dirinya untuk ke mana-mana sendiri tanpa ada teman. Toh negara ini relatif aman, kan?

Alana:
Waah... begitu... ya udah next time kalau gitu kita atur yaa...

Bingung karena belum ada kegiatan untuk hari ini, Alana memutuskan untuk menghubungi Mbak Adira. Siapa tahu Mbak Adira sedang ada di rumah atau butuh teman jalan.

Alana:
Siang, Mbak, ini Alana... lagi sibuk nggak?

Mbak Adira:
Halo, La... nggak kok, sini aja ke kamar...

Alana lalu bergegas mengenakan sandal dan menuju ke kamar Mbak Adira di lantai 3. Alana menekan bel pintu kamar nomor 83.

"Hai, La... masuk, masuk...,"

"Maaf nih Mbak, aku gangguin... lagi sibuk nggak?" tanya Alana sambil garuk-garuk kepala.

"Nggak, kok... kamu udah makan?" Mbak Adira balik bertanya. Kamar Mbak Adira ini selalu wangi makanan. Mungkin memasak memang salah satu hobinya.

"Udah sarapan sih, Mbak, tadi...," jawab Alana.

"Temenin aku makan, yuk, La... ini ada sup ayam sama bakwan jagung... suka nggak?" tawar Mbak Adira.

"Ya ampun, Mbak, aku ke sini bukan mau minta makan lho, beneran..., cari teman ngobrol aja...," tolak Alana halus. Ia segan kalau lagi-lagi menumpang makan. Apalagi Mbak Adira juga kuliah di sini dengan beasiswa dari kantornya. Harus pintar-pintar mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari dengan budget yang ada.

"Nggak lah, La... cuma ini aja kok..., yuk, makan...," ajak Mbak Adira memaksa.

"Kapan-kapan aku masakin Mbak kalau gitu ya, tapi mungkin nggak seenak masakan kamu siiih...," tutur Alana sambil mengikuti Mbak Adira ke meja makan.

Mbak Adira tertawa mendengarnya, "Percaya deh, di sini nanti kamu jadi bisa masak macem-macem. Karena kalau makan di luar terus lumayan kan. Mana nggak ada warteg atau tukang nasi goreng tektek di sini...," canda Mbak Adira.

Alana ikut tertawa, "Kamu biasanya masak apa aja, Mbak? Aku belum sempat belanja-belanja sih... kemarin-kemarin sama Genta makan di luar terus, udah nyobain kapsalon, chicken way di Leiden, sama pad thai...," cerita Alana sambil lalu menyuap makanannya.

"Wah, kapsalon stasiun Den Haag HS, La?" Alana mengangguk, "iya itu sih enak banget emang. Aku yang simpel aja sih la, kayak sup, capcay, yang penting ada sayurnya. Kebetulan bahan makanan di lemari esku udah menipis nih, abis ini aku mau belanja, kamu mau ikut nggak?" ajak Mbak Adira.

Alana kembali mengangguk dengan mata berbinar-binar, "Mau, mau, Mbak, aku ikut yaa...,"

Alana bahagia sekali karena di awal-awal kedatangannya di Belanda, ia dikelilingi orang-orang baik, yang membuatnya merasa seperti punya kakak. Sebagai anak sulung dari dua bersaudara, Alana biasanya menjadi  safety net bagi Rama. Namun kali ini, ganti ia yang berada di posisi Rama.

***

Alana pulang dari Centrum dengan membawa satu kantung belanja besar. Ia membeli satu papan tempe, satu bungkus tahu, sayur sawi hijau, serta beberapa bumbu dasar di Amazing Oriental, toko Asia yang pernah ditunjukkan Mbak Adira di hari pertamanya tiba di Den Haag. Alana bahkan menemukan bumbu instan ayam goreng khas Indonesia. Setelah itu, mereka mampir ke Albert Heijn (AH) yang berukuran lebih besar daripada yang ada di seberang stasiun Den Haag HS. Alana membeli daging giling, spaghetti, keju, dan bumbu pasta sebagai penyelamat jika ia lapar namun tidak punya waktu untuk memasak.

"La, beras-nya AH yang basmati rice ini enak lho, dan lebih murah daripada beras di Oriental. Terus itu, kerupuk udangnya juga enak," ujar Mbak Adira menunjukkan letak barang-barang tersebut. Alana mengikuti saran Mbak Adira dan membelinya masing-masing satu. Berbelanja di Belanda mungkin akan menjadi aktivitas favorit Alana nantinya. Di sini, untuk membayar di kasir cukup dengan menempelkan kartu debit saja ke mesin EDC, lalu prosesnya selesai. Oh iya, Alana sudah mengurus pembukaan rekening Bank di Belanda beberapa waktu yang lalu di Leiden. Segala sesuatunya sangat cepat dan praktis.

"Satu lagi, La, harta karun di supermarket Belanda, ini nih...," ujar Mbak Adira sambil menunjuk satu kotak susu coklat cair dengan merk Chocomel. Alana yang juga pencinta coklat menatap kotak berwarna kuning dengan tulisan berwarna coklat itu dengan berbinar-binar.

"Kata orang sih lebih enak yang varian dark chocomel, tapi kamu cobain aja dulu yang biasa... hati-hati ketagihan ya," ujar Mbak Adira sambil terkekeh.

Setelah selesai dengan semua daftar belanja, Alana dan Mbak Adira berdiri di halte menunggu tram untuk kembali ke apartemen mereka. Sulit untuk berjalan kaki di cuaca 5 derajat ini dengan kantong belanja yang lumayan berat.

***

Sampai di depan lift apartemen, tiba-tiba Genta muncul dari arah basement dengan membawa kantong pakaian.

"Habis laundry ya, Ta?" tanya Mbak Adira lebih dulu saat melihat Genta mendekat.

"Iya, nih, Mbak... kalian... pasti habis belanja ya?" tanyanya sambil tersenyum melihat gembolan yang dibawa Mbak Adira dan Alana di kedua tangan mereka.

"Iya nih, Ta, berguru sama Mbak Adira buat ngisi lemari es...," ujar Alana sambil terkekeh pelan.

"Kamu gimana sih, Ta, masa belum ngenalin Chocomel sama Alana?" canda Mbak Adira. Genta meninggikan alisnya sambil geleng-geleng kepala.

"Wah, hati-hati, La, racun banget tuh Chocomel, apalagi yang dark...,"

"Kan, La... aku bilang juga apa...,"

The GentAlana Story (REVISED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang