Genta:
Sayang... hari ini sibuk nggak? Pulang jam berapa?Alana:
Hi, Ta... hmm... kayaknya nggak sih, kerjaan aku lagi low ini... kenapa, Ta?Tidak sampai satu menit kemudian layar ponsel Alana menunjukkan ada panggilan masuk dari pemilik chat pertama tadi. Alana tersenyum simpul sebelum menggeser logo telepon berwarna hijau di layarnya.
"Iya kenapa...?" tanya Alana tanpa basa basi.
"Halo dulu kek, assalamualaikum dulu kek, kebiasaan deh, La...," protes Genta dari ujung yang lain membuat Alana terkikik pelan, "aku otw jemput ke kantor kamu ya, La..."
"Oh iya boleh, ini aku juga paling setengah jam lagi selesai," jawab Alana sambil melihat jam tangannya, "nanti kabarin aja kalau kamu udah sampe ya..."
Sekitar dua puluh menit kemudian Genta sudah tiba di kantor Alana. Entah keberuntungan yang ke berapa, jarak kantor mereka berdua tidak terlalu jauh, yang membuat mereka kadang bisa makan siang bersama di sela-sela padatnya pekerjaan. Alana bergegas turun ke parkiran dan dengan mudahnya menemukan mobil Genta yang berada tidak jauh dari lift.
"Udah lama belum nunggunya? Maaf ya, Ta...," ucap Alana tulus. Lama tinggal di Belanda membuatnya sangat menghargai waktu dan sungkan membuat orang lain menunggu.
"Nggak kok, baru juga lima menit nyampe...," jawab Genta jujur. Senyuman merekah di wajahnya melihat Alana yang hari ini mengenakan turtle neck berwarna putih dengan rok A line berwarna biru donker yang membuatnya mirip artis Korea, setidaknya di mata Genta.
"La... kalau kamu nggak sibuk aku mau ngajak kamu...,"
"Hmm... ke mana? Kok nanggung gitu ngomongnya?" tanya Alana heran dengan ucapan Genta yang menggantung. Tidak biasanya Genta terdengar ragu seperti saat ini.
"Mmm... no pressure... tapi... keluarga aku pengen ketemu kamu...," ujar Genta hati-hati. Alana terdiam sesaat. Gerakan tangannya yang sedang menguncir rambut terhenti dan ia menatap Gemta lekat-lekat. Apakah ini berarti Genta mau membawa hubungan mereka ke arah yang lebih serius, seperti pertanyaan Ayah minggu lalu?
"Ayah Ibu kan tau kamu udah balik ke Indonesia. Katanya... biar nggak ketemunya di video call doang... tapi kalau kamu belum mau nggak papa kok, La... aku udah bilang kamu juga masih perlu adaptasi dengan kantor baru dan lain-lainnya... nggak papa kalau kamu merasa ini terlalu cepat, nggak buru-buru kok... aku... cuma... mau nyampein pesan aja dulu...," ujar Genta cepat, khawatir Alana merasa tidak nyaman.
Alana menyelesaikan kunciran rambutnya dan menyandarkan punggungnya ke kursi sebelum merespon ajakan Genta, "Yaa... nggak papa sih, Ta... tapi... aku nggak persiapan apa-apa lho ini, kamu kenapa ngajaknya mendadak gini siih...," keluh Alana sambil menutup wajahnya dengan kedua tangan.
Genta mengangkat kedua alisnya melihat reaksi Alana dan menahan tawanya, "Cuma mau kenalan aja, La... emang kamu perlu persiapan apa?"
"Kamu ih! Ya apa kek, aku kan bisa pakai baju yang bagusan dikit kek, beli oleh-oleh apa dulu gitu, nyiapin mental dulu juga, Gentaaa... aku panik banget ini gimana...," cerocos Alana dengan raut wajah yang menurut Genta justru lucu dan membuatnya semakin geli.
Genta meraih tangan Alana dan menggenggamnya erat, "Maaf ya, La... aku nggak nyangka kamu akan sepanik ini...,"
"Ya panik lah masa engga! Emang waktu kamu mau ketemu Papa Mama aku nggak persiapan apa dulu gitu? Dateng ke rumah cuma pake kaos sama celana pendek?" tanya Alana masih dengan nada tinggi dan ketus. Genta tergelak dan membuat Alana semakin manyun.
"Kamu kan nggak lagi pakai kaos dan celana pendek Alana... orang cantik gini kok...," ucap Genta tulus yang disambut dengusan pelan dari Alana, "iya maaf kalau mendadak banget, kebetulan Ayah sama Ibu lagi ada di Jakarta, nginep di rumah tante. Aku juga baru dikasih tau tadi pagi. Ayah Ibu aku juga nggak tau kamu mau dateng, kalo itu bisa bikin kamu lebih tenang. Kamu nggak sendirian, La... ada aku..."
***
Mobil Honda Jazz berwarna hitam itu memasuki pekarangan rumah yang terlihat asri dengan beberapa pot tanaman hias tertata rapi di sana. Dominasi cat berwarna putih memberikan kesan bersih dan nyaman. Mereka sudah bersiap turun dari mobil saat Alana teringat sesuatu, "Aduh aku belum bilang Papa Mama mau pulang telat...,""Udah aku izinin kok, La... dari sebelum jemput kamu tadi...," jawab Genta sambil tersenyum yang justru membuat Alana ternganga.
"Kamu keterlaluan banget emang, Ta... cuma aku yang ga tau apa-apa sama rencana ini? Kamu ngejebak aku apa gimana sih...," omel Alana sambil menghujani Genta dengan cubitan-cubitan kecil di tubuhnya.
"Ampun, La, ampun..., "pinta Genta sambil berusaha menghindar dan menangkap kedua tangan Alana, "aku mau ngajak kamu ke sini, ya udah seharusnya aku ijin dulu sama papa mama kamu, La... bawa anak gadis orang itu tanggung jawabnya besar. Aku kan tadi udah bilang, ada aku, percaya sama aku ya, La...,"
Genta dan Alana lalu berjalan memasuki rumah adik dari Ayah Genta. Genggaman tangan Genta tidak pernah lepas sejak mereka turun dari mobil.
"Assalamualaikum," ucap Genta sambil membuka pintu rumahnya.
"Waalaikumsalam, Mas...," sambut Ayah dan Ibu Genta yang sedang duduk di ruang tamu.
"Eh ada tamu... kok nggak bilang dulu sih, Mas... kalian pasti belum makan ya? Ibu sama Bulekmu cuma masak seadanya lho ini...," protes Ibu ke anak sulungnya yang sedang meringis.
"Nggak usah repot-repot, Tante... aku udah makan kok tadi di kantor...," ucap Alana sungkan.
"Ya nggak gitu, tau mau ada tamu kan bisa Ibu masakin yang enak-enak ya, Bu...," ujar Ayah Genta melirik istrinya yang sedang tersenyum menatap Alana dan Genta.
"Jadi ini Alana yang suka video call waktu di Belanda itu? Lebih ayu aslinya ya, Yah...,"
Seketika beban di pundak Alana terangkat saat mendapatkan perlakuan yang begitu hangat dari kedua orang tua Genta. Semoga ini menjadi awal yang baik, batinnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The GentAlana Story (REVISED)
أدب نسائيBerawal dari iseng-iseng mengajukan aplikasi beasiswa, Alana (25) memulai petualangan barunya di negeri Belanda. Ia tidak pernah menyangka hidupnya akan berubah drastis dalam satu tahun ke depan. Terlebih setelah semesta mempertemukannya dengan Gent...