extra part - 2

188 22 1
                                    

"Laaaaa... we missed youu...," seru Taskya yang paling pertama turun dari mobil dan menyerang Alana yang sedang menutup pagar dengan pelukannya, disusul Freya dan Aurora.

"Hmmm... ini nih yang katanya mau nyusulin gue ke Belanda, udah sampai gue extend setahun di sana masih nggak nongol juga...," protes Alana sambil mencibir.

"Marah aja, La, marah...," ujar Freya mengompori, sementara Aurora memberikan senyumnya yang paling tulus untuk sahabat lamanya itu.

"Iya... iya maaf... gimana dong otak gue ga seencer lo ternyata buat dapet beasiswa... dan gue lebih butuh cuan...," jawab yang dituduh sambil meringis.

Mereka lalu berjalan memasuki rumah Alana di hari Sabtu pagi yang cerah setelah satu minggu hujan mengguyur kota ini tanpa henti dan membuat mood penghuninya pun menjadi kelabu karena harus menunda pertemuan mereka sepulang Alana dari Belanda.

"Gimana sih, La, rasanya balik lagi ke Jakarta?" tanya Freya saat mereka bertiga sudah duduk santai di sofa ruang tamu Alana, ditemani segelas minuman dingin dan Stroopwaffels, cemilan khas negeri kincir angin yang berbentuk semacam biskuit bulat pipih yang dicetak dengan menggunakan cetakan waffle dengan selai caramel di tengahnya.

"Hmmm... jetlag ya ternyata...," ucap Alana lalu terkekeh, "bukan jetlag as in beda waktunya. Itu mah seminggu juga ilang. Lebih ke culture shock gitu kali ya. Belanda tuh, walaupun rame, tapi segala sesuatunya tertata. Nggak ada macet, semua moda transportasi connected satu sama lain, orang-orangnya juga kayak teratur gitu hidupnya, work-life balance tuh kayak bisa banget dipraktekin di sana. Terus makanan mungkin bisa dibilang mahal ya, tapi kayak gue masak apa aja di sana tuh enak. Kualitasnya rata gitu. Masak daging di sana walaupun beli di supermarket ya langsung empuk aja gitu, kalau di sini kan harus yang impor ya jadinya...," celoteh Alana panjang lebar sementara ketiga sahabatnya mendengarkan dengan antusias sambil mengunyah stroopwaffels.

"But most of all... are you happy, La? Coming home...?" tentu bisa ditebak siapa yang mengutarakan pertanyaan kontemplatif ini, Aurora.

Alana menarik nafas panjang dan tersenyum, "I am beyond happy, Ra..., bisa bareng-bareng keluarga lagi, bisa ketemu kalian... kalo kalian tau gimana rasanya pengen pulang tapi nggak bisa waktu COVID kemarin, wah berantakan banget. Udah tiap pulang kerja cuma ketemu tembok apartemen. Indonesia kan udah tengah malem banget waktu gue selesai kerja, mana bisa telpon kalian. Makanya waktu ada tawaran untuk ngisi posisi di sini, ya gue iyain lah... at least pengalaman selama di sana bikin gue yakin, meskipun gue punya uang banyak dan bisa hidup nyaman, gue nggak mau tinggal sendirian, sekalipun mungkin gue bisa survive...," tutur Alana sambil mengenang masa-masa perjuangannya dulu.

"Kalau... bagian ketemu Genta gimana, La?" tanya Freya lagi, hati-hati. Walaupun mereka sudah tau Genta yang menjemput Alana di bandara, tapi belum ada yang tahu apakah cinta lama di antara mereka kembali bersemi atau malah memilih jalannya masing-masing.

Alana meraih bantal yang terdekat dari tempat duduknya lalu membenamkan wajahnya di sana. Taskya, Freya, dan Aurora saling melempar pandangan dengan kering berkerut, khawatir pertanyaan barusan justru membuka luka lama Alana dan membuatnya menangis.

"Pertanyaan gue salah ya, La...? Maaf ya... nggak usah dijawab nggak papa kok kalau lo nggak-...,"

"Gue balikan sama Genta...," gumam Alana tidak jelas masih dari balik bantal. Ketiga sahabatnya langsung berteriak histeris sambil berebut memeluk Alana dan menodong cerita detail darinya.

***
 


 

"Assalamualaikum...," sebuah suara bariton dan ketukan pelan terdengar dari balik pintu depan saat Alana dan ketiga sahabatnya masih asyik mengobrol di ruang tamu. Waktu sudah menjelang pukul 12 siang dan cacing-cacing di perut mereka sudah mulai berdemo, namun Alana melarang sahabatnya untuk memesan makanan dengan alasan Alana yang sudah menyiapkannya dan sedang dalam perjalanan. Alana bergegas bangkit dari duduknya dan membukakan pintu. 
 

Genta berdiri di sana dengan setelan kaus polos berwarna hitam dan celana jeans, sementara satu tangannya menenteng beberapa box pizza, "Hai sayang, kecepetan nggak datengnya, udah selesai gosipin akunya?" ucapnya sambil menarik Alana ke dalam pelukannya dengan satu tangannya yang bebas dan memberikan kecupan singkat di pelipis Alana.
 

"Nggak bisa nih gue liat public display affection tipis-tipis gini... kita pulang aja apa, girls?" ujar Taskya dengan kedua tangan terlipat di dada sambil menggelengkan kepalanya. Sementara Freya dan Aurora menatap dua manusia yang jelas sekali sedang head over heels satu sama lain dengan tatapan terharu. Sejak pertama kali Alana melibatkan Genta menjadi topik obrolan mereka, walaupun belum pernah bertemu secara virtual kala itu, mereka merasa bahwa Genta adalah orang yang tepat untuk Alana. 
 

"Kok gituuu... ini gue mau bayar utang lho ceritanya... mau ngenalin Genta secara resmi sama kalian, sambil makan siang... tapi kalau kalian pada nggak mau makan pizza yaudah sih nggak papa buat kita berdua aja ya, Sayang?" ucap Alana sengaja menambahkan panggilan mesra di ujung kalimatnya untuk menggoda ketiga sahabatnya itu, sementara Genta tidak mampu menahan tawa geli melihat tingkah laku mereka. 
 

***
 

Tidak terasa langit sudah mulai menguning karena semburat matahari yang menuju terbenam. Ketiga sahabat Alana pamit pulang dengan dalih tidak ingin mengganggu malam minggu pasangan alumni LDR yang masih butuh kangen-kangenan. 
 

"Temen lo nggak ada banget yang jomblo, Ta? Ada tiga cewek high quality yang nggak kalah sama Alana lho di sini for your information," tanya Taskya si paling terus terang saat sedang menuju mobilnya yang terparkir di garasi rumah Alana. Aurora dan Freya hanya bisa memijat kening sambil geleng-geleng kepala melihat kelakuan Taskya. 
 

"Hmm... siapa ya... yang baru nikah adanya, Ky, gimana?" tanya Genta disambut cubitan kecil dari Alana di pinggangnya dan cibiran dari Taskya, yang membuatnya tergelak.
 

"Kapok... tuh mau nggak, Ky?" balas Freya spontan. Taskya makin merengut dan memilih masuk ke dalam mobil.
 

"Makasih ya, Ta, udah jagain Alana selama di Belanda... dan titip jagain lagi sekarang...," ucap Aurora tulus, "yaudah, kita pamit ya... inget, statusnya masih pacar lho ya belom muhrim...," tambahnya jahil yang langsung mendapat pelototan dari Alana.
 

"Mereka sayang banget sama kamu ya...," ujar Genta saat mobil Taskya sudah menghilang dari pandangan mereka. Di dalam rangkulan Genta, Alana mengangguk.
 

"Iya, aku juga sayang banget sama mereka. Kita selalu ada untuk satu sama lain dalam keadaan apapun dari jaman kuliah... makanya aku ngerasa perlu ngenalin kamu secara resmi ke mereka... maksudnya bukan mau ngospek atau gimana, tapi selama kamu masih sama aku, mungkin kamu juga akan sering berurusan sama mereka kan... dan aku seneng sih ngeliat interaksi kalian tadi. Makasih ya, kamu udah mau ngeluangin waktu hari ini...," tutur Alana, yang direspon Genta dengan mengacak-acak rambutnya lembut. 
 

"Anytime, Sayang... aku juga seneng kok bisa kenal sama orang-orang terdekat kamu... karena berarti aku juga penting buat kamu...," ucap Genta sambil menatap Alana lekat-lekat, "by the way tadi kamu bilang, 'selama kamu sama aku' tuh gimana ya, La? Menurut kamu, apa kita berdua akan ada batas waktunya? Kamu... nggak mau selamanya aja sama aku?"
 

Wajah Alana sontak pucat pasi mendengar pertanyaan Genta barusan dan pipinya mendadak terasa panas.
 

The GentAlana Story (REVISED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang