new life

3.3K 150 19
                                    

*untuk yang udah pernah baca ini, ada beberapa part tambahan & edit di sana sini karena waktu itu pernah coba masukin cerita ini ke lomba di KaryaKarsa. Happy re-reading! Semoga masih suka ❤️*

Seorang perempuan usia dua puluhan dengan ransel di punggung berdiri di depan pintu keberangkatan bandara malam itu. Ia menatap satu per satu sosok yang berdiri di hadapannya dan memberikan senyum perpisahan terbaiknya. Ya, sebentar lagi ia akan berangkat ke negeri kincir angin untuk mengejar mimpinya meraih gelar master.

"Aku berangkat ya, Ma, Pa...," ujar Alana seraya mencium tangan kedua orang tuanya sekali lagi bergantian. Keduanya lalu memeluk anak sulungnya erat-erat.

"Baik-baik di sana ya, La..., jangan terlalu serius belajarnya, banyakin jalan-jalan...," pesan ibunya sambil tertawa.

Alana lalu beralih ke lelaki dengan postur badan lebih tinggi darinya, padahal usianya lebih muda dua tahun.

"Jagain Mama Papa ya, Dek... kurang-kurangin bandelnya...," ujar Alana sambil tertawa.

"Iya, Kakakku sayang... kalau udah mau pulang ngomong-ngomong lho ya, gue mau titip ganja...," canda Rama, adiknya yang seketika itu juga mendapat pukulan pelan di lengan.

Terakhir, Alana memeluk erat tiga orang sahabat perempuannya, yang selalu ada sejak mereka masih mengenakan seragam putih biru.

"Gue bakalan kangen banget sih sama kita..., group whatsapp jangan sepi ya, girls...," pinta Alana dengan mata berkaca-kaca.

"Doain aja gue jadi nyusul enam bulan lagi ya, La... atau minimal sebelum lo pulang...," ucap Taskya sambil memeluk Alana sekali lagi, diikuti oleh Freya dan Aurora.

Tidak banyak yang mengantar kepergian Alana. Hanya enam orang, tetapi mereka adalah dunianya. Well... mungkin seharusnya tujuh orang....

"See you on video calls then...," pamit Alana sambil melambaikan tangan dan berjalan masuk menuju security checks. Bagasinya sudah dimasukkan terlebih dahulu satu jam sebelumnya. Alana lalu keluar lagi untuk makan malam terakhir bersama mereka, paling tidak sampai satu tahun ke depan saat Alana kembali dari Belanda.

***

Setelah sampai di ruang tunggu, Alana mengecek kembali group whatsapp di ponselnya. Seharusnya ada beberapa orang mahasiswa Indonesia yang akan satu pesawat dengannya malam ini. Beruntung pelajar Indonesia punya perhimpunan setiap kota di Belanda, jadi ketika ada yang baru akan memulai petualangannya, yang terdahulu akan dengan senang hati menyambut.

Alana duduk di kursi yang berada di sudut ruang tunggu, lalu menginformasikan posisinya di grup tersebut. Tidak berapa lama, seseorang yang wajahnya ia kenali melalui profile picture di whatsapp menghampirinya dengan tersenyum, "Hai, Alana ya? Kenalin... gue Rendra...," sapanya sambil mengulurkan tangan.

"Hai..., Alana...," jawab Alana sambil menyambut uluran tangan Rendra, "jadi yang berangkat hari ini, ada lima orang ya? Udah ketemu yang lain?"

Rendra mengangguk pelan, "Tadi di bawah ketemu mereka bertiga. Tapi semuanya diantar keluarganya yaa... kita aja nih yang single fighter...,"

Aku tertawa mendengar penuturan Rendra, "Duh... kasian bokap nyokap gue bisa bangkrut kalau harus nganter sampai Belanda...,"

"Oh iya... jadi kita akan ada beberapa kelas bareng, ya, La?" tanya Rendra kemudian.

Kami berdua sama-sama menerima beasiswa untuk berkuliah di Leiden University di Belanda. Begitu pun ketiga orang lainnya yang berangkat bersama kami malam ini. Beasiswanya macam-macam, ada yang dari kantornya, ada yang mengikuti program beasiswa seperti LPDP, Stuned, beasiswa dari universitas Leiden-nya sendiri sepertiku, dan bahkan ada yang menggunakan beasiswa ayah bunda alias biaya pribadi. Bedanya, aku mengambil jurusan yang tergolong baru yaitu Occupational Health Psychology, cabang ilmu yang menggabungkan psikologi kognitif, industri/organisasi, dan kesehatan, sementara Rendra mengambil jurusan Social & Organisational Psychology.

The GentAlana Story (REVISED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang