FW 61

759 97 44
                                    

Selamat membaca!

.

.

.

.

.

Malam di mana pesawat Sehun jatuh, Baekhyun berakhir dengan tidak sadarkan diri. Dia tidak tahu apa yang terjadi sebelumnya. Hal yang pertama kali dia temukan saat membuka mata adalah kehadiran Sehun di sampingnya. Sejak malam itu, dia mulai berhalusinasi dan melupakan berita yang dia dengar dari televisi. Tidak pernah ada kata pesawat jatuh, tidak pernah ada kata mati. Sehun masih hidup, selalu berada di sisinya setiap saat.

Baekhyun tersenyum, menumpahkan seluruh air mata ketika dia bisa melihat wajah Sehun lagi. Meski rasa aneh akan kebungkaman pihak lain menetap di hati, dia tidak lagi mempermasalahkan hal tersebut selagi mereka terus bersama.

"Sehun," tangan Baekhyun membelai udara, tetapi dalam pandangannya sendiri dia sedang membelai wajah Sehun, "Ah, tidak. Sesuai permintaanmu, aku akan memanggilmu sayang mulai detik ini. Apa kamu senang?"

Bayangan Sehun mengangguk samar, senyum tipis mulai mengembang, memberi kepuasan di hati Baekhyun. Dia bersandar di sofa tepat di mana dada Sehun berada. "Aku akan melakukan apa pun yang kamu mau, tapi kamu tidak diizinkan untuk pergi sedetik pun dari sisiku."

Cukup lama Baekhyun tidak mendapatkan jawaban. Dia mendongak, lagi-lagi merasa aneh karena Sehun tetap bertahan pada kebisuan. Biasanya sang suami tidak pernah bisa menutup mulut ketika mereka bersama, lantas apa yang membuat bibir itu tertutup rapat-rapat? Apakah Sehun sedang merajuk? Benar, mungkin lelaki itu merajuk karena mereka pulang ke Beijing secara terpisah. Pernyataan tersebut cukup masuk akal bagi Baekhyun sehingga dia tidak lagi memaksa pihak lain untuk bersuara. Takut-takut paksaannya akan membuat Sehun pergi lagi.

Pada akhirnya, Baekhyun menutup mata sembari masih bersandar di sofa yang dia yakini adalah dekapan Sehun. Posisi ternyaman untuk terlelap setiap malam. Dia tanpa sadar mulai merajut mimpi. Beruntung ketika bangun dia masih mendapati kehadiran Sehun, bahkan sampai saat ini mereka tidak pernah berpisah sedetik pun.

.

Baekhyun tidak melakukan pekerjaan meski berada di kantor. Dia hanya duduk dan saling berpandangan dengan bayangan Sehun. Menatap satu sama lain tanpa ada halangan hingga ketukan tidak sabaran dari pintu mengganggu kegiatan menyenangkan mereka. Aura buruk singgah di wajah Baekhyun, dia tidak senang jika ada yang mengganggu mereka sekalipun itu adalah ayahnya sendiri.

"Ada apa, Pa?" tanya Baekhyun sembari mempersilakan sang ayah untuk duduk di sofa.

Tuan Byun merasa bingung ketika dia menemukan dua cangkir teh di atas meja yang masih mengepulkan asap panas. Dia pun segera mempertanyakan hal tersebut. Apabila sang anak tengah menemui tamu, dia akan kembali lagi nanti. "Apakah kamu sedang kedatangan tamu?"

Garis halus memenuhi kening Baekhyun akibat kebingungan. Menggaruk tengkuk yang tidak gatal, pandangan tidak sengaja mengarah ke atas meja yang terdapat dua cangkir teh. Segera setelah itu, seutas senyum menghiasi wajahnya. "Maksud Papa adalah Sehun?"

Kemudian, senyum Baekhyun menjadi lebih lebar ketika menghadap ke arah samping, bersamaan dengan kalimat yang ditujukan untuk bayangan Sehun diloloskan. "Sayang, kamu tidak menyapa Papa?"

"Apa maksudmu?" Amarah dengan cepat menguasai diri Tuan Byun. Dadanya naik turun tidak beraturan ketika melihat kegilaan Baekhyun yang kembali muncul setelah bertahun-tahun hilang. Dia menjadi murkah setiap saat sang anak berhalusinasi. Baik di masa lalu maupun di masa depan, dia tidak ingin Baekhyun kembali mendapatkan pandangan rendah dari semua orang.

Tuan Byun meraih pundak Baekhyun secara kasar, mengajaknya berdiri dan memberi guncangan kuat pada tubuh sang anak. Dia berkata dengan penuh penekanan, "Sama seperti Luhan, Sehun sudah mati!"

FROSTY WINTER (YIZHAN) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang