⏳JuRa-23⏳

18.1K 2.6K 101
                                    

YEAY UPDATE! Baru 2 kali up nih, kalau sebelum magrib udah penuh, bisa up lagi, jadi 3 kali, biasanya jam 9 atau jam 10 an penuh lagi baru bisa 4 kali up.

Tergantung kalian menuhin target, bisa cepat atau enggak. Anyway, komen sesuai sama konteks aja ya, jangan Oot.

Jangan sider ya, jadi anak baik biar bisa up lagi.

200 vote dan 55 komen ayoo🏃

Juya, belong to Ramel?

Ramel tak melepaskan pelukannya dari tubuh Juya, sudah 4 jam Juya terjebak di kamar Ramel, dia harus segera pergi ke Club karena baik Jiya maupun Nedra udah spam telepon dari tadi.

Ramel tertidur setelah kelelahan menangis dan mengamuk, meracau tentang jangan sampai Juya menjadi milik Rakel.

Itu gak boleh, Juya saja sampai berpikir, kenapa Ramel bisa tau soal Rakel? Perasaan di masa depan baik Rakel maupun Ramel gak pernah ketemu.

"Juya," Leoz masuk ke dalam kamar, dia berjalan agak cepat mendekati Juya yang ada di kasur.

"Ada apa?"

Leoz segera menarik Juya agar melepaskan pelukanya pada Ramel, mau tak mau Juya melepaskan pelukan itu dengan perlahan.

Setelah terlepas, Juya segera turun dari kasur.

"Ayo cepat." Leoz menarik tangan Juya agak kuat, membawanya keluar dari kamar Ramel yang sudah bersih kembali.

Juya membiarkan Leoz membawanya, mereka berjalan menuju kamar Leoz, dengan cepat Leoz menutup pintu kamarnya.

"Kamu harus jauhin Ramel, dia bisa ketergantungan sama kamu dan berakhir gak mau lepasin kamu, itu gak boleh, kamu milik aku Juya."

Leoz ternyata ingin membicarakan hal ini, dia terlihat kacau, matanya memunjukan binar putus asa.

Dia benar-benar berharap Juya menjauhi Ramel, agar Leoz gak sakit melihat kedekatan mereka.

"Ramel belum sembuh, masa aku tinggalin gitu aja."

"Dia bisa cari psikolog lain! Jangan kamu!"

"Tapi dia maunya sama aku, kan aku juga nurutin permintaan kamu."

Leoz frustrasi, dia meremat rambutnya kuat dan mengerang kesal.

"Kalau gitu turutin permintaan aku yang ini! Jauhin Ramel! Tolong, jangan deket-deket sama dia lagi, kamu bahkan udah jarang sama aku karena keasikan sama Ramel, dan tadi aku dengar kamu beli gigolo dari rumah bordil, itu benar?"

Juya bisa melihat tatapan cemas dari Leoz, dengan santainya Juya mengangguk.

"Bener sih, memang kenapa?"

"Kamu!"

"Aku apa?"

Leoz mengepalkan kedua tangannya, dia mencengkram bahu Juya lalu memajukan wajahnya, hendak mencium Juya, namun gadis itu menahan wajah Leoz.

Membuat Leoz kecewa, merasa
ditolak.

"Kamu bekasan adikku sendiri Leoz, nampaknya hubungan kita gak akan bisa dilanjut lagi, dari yang aku dengar, Jiya udah telat haid 2 bulan, jangan-jangan dia hamil?"

Leoz lemas, dia menggeleng ribut.

"Itu pasti bukan anak aku! Jangan putusin aku Juya, aku mohon..aku bakal lakuin apapun supaya kamu gak putusin aku, please..jangan putusin aku.." lirih Leoz pilu.

Juya mengulas senyum tipis, dia mengelus pipi Leoz pelan.

"Kamu bakal lakuin apapun?" tanya Juya dengan nada rendah yang menusuk.

"Ya, aku bakal lakuin apapun."

"Oke, kita gak jadi putus. Tapi aku gak mau ngeliat kamu sama Jiya, kalau sampai aku ngeliat kamu bareng Jiya lagi, kita benar-benar berakhir."

Leoz mengangguk cepat, dia memeluk Juya begitu erat.

"Aku gak bakal bareng Jiya lagi..demi kamu.."

Juya menyeringai lebar, walau Leoz akan menghindari Jiya, tapi Juya akan tetap mempertemukan keduanya dan membuat Leoz terhempas sejauh-jauhnya.

"Ya Leoz, makasih."

Sebentar lagi, Leoz dan Jiya akan segera bertemu di ranjang panas sebuah hotel.

....

Juya sampai di club pada pukul 3 malam, dia memasuki sebuah kamar yang sudah Jiya sebutkan, disana Jiya sudah membuat ke 5 pembully Ramel mabuk berat.

"Juya, gue udah lakuin tugas gue. Gue pinter kan?"

Juya menatap Jiya yang juga menatapnya, tatapan Jiya seolah meminta hadiah atas apa yang dia buat.

Juya menepuk kepala Jiya 2 kali lalu mengelusnya.

"Pinter, Jiya pinter."

"Hehe, iya dong. Udah yah gue mau lanjut sama pelanggan yang lain, kalau butuh bantuan, panggil gue aja."

"Iya."

Jiya berjalan riang keluar dari kamar itu, dan Juya dihadapkan dengan 5 orang pria yang sudah tak sadarkan diri.

"Apa yang harus aku perbuat pada mereka ya." gumam Juya.

Nedra secara tiba-tiba masuk ke dalam ruangan, dia tersenyum cerah melihat kehadiran Juya.

"Mbak Juya!"

"Oh, Nedra."

Nedra berlari pelan kearah Juya, lalu memeluknya mesra "Mbak, aku udah selesaikan tugas loh. Aku hebat kan?"

"Iya, hebat banget kamu."

Nedra tertawa riang, yeay! Dipuji sama Mbak Juya dong muahahahah.

"Oh ya Nedra, disini ada nyimpen air keras gak? Atau asam sulfat, kayanya enggak ada ya?"

Nedra melepas pelukannya lalu menatap Juya heran, buat apaan tuh.

"Enggak ada, tapi kalau mbak butuh, bisa Nedra cari, soalnya disekitar sini ada toko kimia yang buka dua puluh empat jam."

"Gak ngerepotin?"

"Enggak dong, demi mbak Juya, apapun Nedra lakukan!"

Juya tersenyum gemas, beginilah kalau punya orang yang rela melakukan apa saja untuk orang lain, sangat mempermudah pekerjaan.

"Ya sudah, minta tolong ya."

"Hehe, iya mbak~"

Seperginya Nedra, Juya mengeluarkan  pisau dari dalam jaketnya, lalu menyeringai lebar.

"Potong burungnya, potong burungnya sekarang juga, sekarang, juga, sekarang jugaaa."

Atas apa yang mereka perbuat pada Ramel, Juya akan berikan hukuman lebih.

Haha! Minimal jadi gigolo di rumah bordil.

⏳Bersambung⏳

Punish Crazy Ex Boyfriend [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang