⏳JuRa-40⏳

9.9K 2K 128
                                    

Yeaaah, konflik dimulai lagi di part 40 an.

Awas kalau jimplang besok, jangan sider, sider tuh setan.

Sider dah mulai muncul lagi nih, besok pagi kalau penuh aku up lagi yaaaa, karena udah 6 kali up, berarti chapter ini targetnya sengaja aku naikin muahahahah.

Vote diawal atau diakhir chapter.

300 vote dan 70 komen, sengaja, mana tau penuhnya besok siang kan mueheheh.

Tapi besok targetnya turun kok, khusus malam ini karena update an terakhir hari ini.

Juya, lost everything she has.

Semua berjalan dengan sempurna dan tanpa ada masalah sama sekali, sudah lewat 6 bulan berlalu, bahkan Jiya saja sudah hampir melahirkan.

Rakel dan Ramel, sudah masuk kuliah, mereka pergi dan pulang selalu sama Juya, karena Zilvia mempercayakan dua anak manisnya pada Juya.

Hari ini Juya sibuk di kampus, ya harus melanjutkan pendidikannya, agar masa depan Juya lebih baik lagi.

Ting.

Juya melirik kearah ponselnya, ada pesan masuk dari Ramel.

Juya hanya melihat dari bar notifikasi.

Ramelio💕
Juyaaaaaa.
Rakel jelek tadi jatuh, kami ada di unit kesehatan, kamu nanti datang kemari yah.

Juya hanya membaca nya, tidak berniat membuka nya, karena masih ada dosen di dalam ruangan.

Sekitar 25 menit Dosen keluar, kelas selesai, Juya segera bangkit keluar dari dalam kelas, dia tak punya teman sama sekali.

Hanya Rakel dan Ramel saja, oh dan Nedra juga.

Tapi hari ini Nedra gak ada kelas, jadi dia gak datang.

Juya berjalan cepat, sampai di ruang kesehatan tempat dimana Rakel dan Ramel berada, kembar yang memakai pakaian yang serupa itu ada di dalam.

Mereka memakai hodie biru gelap, lalu ada nama dibelakang mereka, untuk membedakan mana Rakel dan mana yang Ramel.

Rakel terlihat duduk dikasur pesakitan, sementara Ramel lagi mengomel.

"Makanya, kan udah Ramel bilang jangan terlalu baik sama orang, lihat kan? Kamu dijahatin sama mereka, ngeyel banget kalau udah dikasih tau."

Rakel hanya menunduk dan mengangguk "Ramel, udah, mending kita pulang yuk." Juya menenangkan Ramel agar tak mengomel lagi.

Ramel langsung memeluk lengan Juya dan mendusel mesra.

"Iya yuk pulang, Ramel capek banget, banyak tugas, pusing kepala Ramel."

"Iyaiyaaaa, Rakel bisa jalan?"

Rakel menggeleng "Enggak bisa, kata Dokter unit kesehatan, kaki Rakel keseleo, tadi Rakel nolongin Kating yang susah bawa barang, taunya Kating itu malah dorong Rakel sampai jatuh, katanya..Rakel ini jalang..gak pantes kuliah.."

Juya menghela napas sedih, dia mengelus rambut Rakel pelan, sulit bagi Rakel beradaptasi karena di kampus ini ada beberapa mantan pelanggan Rakel dulu.

"Udah jangan sedih, kita beli mixue habis ini ya, ayo sini biar Juya gendong." Juya berjongkok dan membiarkan Rakel naik ke punggungnya.

Ramel sendiri langsung mencegah "Jangan! Biar Ramel aja yang gendong Rakel jelek, ayo Rakel, naik."

Rakel mengangguk patuh, dia naik ke punggung Ramel lalu memeluk leher kembarannya itu, walau Ramel manis dan agak cantik, tapi tenaganya kuat.

Setelah memposisikan Rakel dengan aman, mereka berjalan keluar dari unit kesehatan.

Juya hanya merasa, ada yang tidak beres, perasaannya mendadak gak enak.

....

Benar dugaan Juya, pukul 7 malam, dia ditelepon sama pihak rumah sakit kalau Robert adalah pasien korban kecelakaan.

Bukan hanya Robert, ternyata Jiya juga korban kecelakaan itu.

Dari kabarnya, Jiya tadi sore mau melahirkan, tak ada siapapun selain dia dan Robert, jadi Robert hendak membawa Jiya ke rumah sakit.

Namun naas, rem mobil Robert blong dan berakhir kecelakaan.

Juya pergi ke rumah sakit sendiri, naik motor.

Sesampainya dia di depan ruang operasi, dia melihat Leoz tampak santai, namun saat Leoz melihat Juya, dia langsung memasang wajah sedih.

"Juya...Papi sama Jiya bakal selamat kan?" lirihnya seraya memeluk Juya.

Juya tak bisa menolak, dia membalas pelukan Leoz dan mengelus punggungnya.

"Pasti baik-baik aja." bisik Juya.

Tak lama pintu ruang Operasi terbuka, memperlihatkan Dokter dari dalamnya.

"Keluarga Pak Robert dan Buk Jiya?"

"Iya Dok, kami keluarga mereka."

Juya melepaskan pelukan Leoz dan mendekati Dokter tersebut, terlihat Dokter itu menarik napas pelan.

"Bayi Buk Jiya selamat setelah kami melakukan operasi, jenis kelaminnya laki-laki, namun akibat benturan, kami mewanti untuk kedepannya akan ada efek pada bayi tersebut,"

"Baik, lalu bagaimana dengan Papi dan suadari saya?" tanya Juya cemas.

"Untuk Pak Robert dan Buk Jiya, mohon maaf, keduanya tak bisa kami selamatkan, Pak Robert mendapati luka serius diarea leher, tulang lehernya patah, sementara Buk Jiya, pendarahannya membuat beliau tidak selamat."

Juya lemas, dia jatuh terduduk dan menatap kosong kearah lantai, jadi..dia sudah kehilangan Papi nya?

"Juya.." lirih Leoz sedih, dia membantu Juya berdiri.

"P-papi..udah gak ada bang.." lirih Juya.

"Masih ada abang.."

"T-terus..keponakan aku gimana bang..ibu nya udah gak ada.."

"Kan ada kamu, kita bisa urus sama-sama, mau lihat?"

Juya mengangguk pelan, mereka dipersilahkan masuk untuk melihat bayi itu, air mata Juya benar-benar tumpah saat melihat sosok bayi laki-laki itu.

"Sayang..maafin Tante..tenang aja, Tante bakal jagain kamu nak.." lirih Juya pilu.

Ya, Juya yang akan menjaga anak itu, sebagai bentuk terakhir kasih sayang Juya pada Jiya, walau Juya membenci Jiya, tapi mereka sempat tumbuh bersama dengan kasih sayang.

Jadi, biarlah Juya mengurus bayi mungil itu.

Tanpa Juya sadari, kalau dia membesarkan malaikat mautnya sendiri.

⏳Bersambung⏳

Punish Crazy Ex Boyfriend [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang