Warning!! book ini mungkin akan under 2k sampai 3k word. Semoga tidak bosan, selamat membaca...
• • • •
Pagi di hari Senin biasanya diidentikkan dengan macet, upacara, dan hal menyebalkan lainnya. Memaksa mereka yang masih ingin merebahkan diri di kasur tersayang untuk bangun dan menjalani aktivitas yang seharusnya. Namun Senin pagi tak semonoton itu untuk SMA Tunas Cendekia, khususnya koridor kelas 11 MIPA. Ara dan Echan memulai hari dengan keributan, seperti pagi-pagi biasanya.
"CHAAANN!! TAS GUE BAKAL LO APAIN!?" Echan terus berlari menghindari kejaran Ara yang bagai kesetanan. Saat di parkiran tadi Echan tiba-tiba mengambil tasnya dan berlari menuju kelas. Entah apa yang ada di pikiran pemuda itu.
Echan tak terlalu memperhatikan langkahnya, ia menabrak salah satu murid yang sedang membawa tumpukan buku hingga semua bukunya berserakan.
Menoleh sebentar, Echan sudah hendak membantu membereskan tumpukan buku yang berjatuhan. Namun urung kala melihat Ara masih terus berlari mengejarnya. Meminta maaf seadanya, ia langsung berlari lagi menuju kelas.
Teriakan Ara sudah berkali-kali terdengar, tak terima tasnya dibawa kabur oleh pemuda yang sudah menjadi sahabatnya itu. Ara berhenti di depan seorang murid yang ditabrak Echan tadi. Sekilas Ara melihat badge di bajunya, kakak kelas ternyata.
"Maaf ya kak. Dia emang begitu, akhlaknya minus." Kakak kelas itu tertawa, padahal Ara tidak merasa sedang melawak atau apa. Setelah merapikan bukunya, Ara langsung mengejar Echan yang mungkin sudah sampai di kelas.
Di kepalanya sudah terkumpul pembalasan dendam apa yang akan ia berikan kepada Echan. Mencubit atau menjambak mungkin akan seru.
"Mana si Echan?" Nata dan Injun yang sedang lesehan di lantai depan papan tulis terlihat tak begitu peduli. Mereka tetap santai memainkan kartu-kartu Uno yang sudah agak usang. Sudah kepalang bosan melihat dua orang yang setiap hari membuat keributan itu.
"Tuh, di dalem, sama Jeno. Ngerjain pr MTK kayaknya." Sepertinya permainan mereka terlalu seru. Mata mereka bahkan tak lepas dari kartu-kartu itu ketika menjawab pertanyaan Ara.
Memang benar Echan di sana, bersama Jeno. Sibuk menyalin buku catatan berisi pr matematika. Sepertinya milik Injun, atau Nata. Keinginan Ara untuk menjambak Echan semakin memuncak. Lantas Ara langsung datang menghampirinya dan menjambak rambut tebal Echan.
Bukannya meringis, Echan malah tertawa terbahak. "Tas gue lo apain?" Jambakan Ara di rambutnya semakin menguat, seiring matanya yang seperti berapi-api. "Gak diapa-apain. Suer." Echan masih tenggelam dalam tawanya.
Chia masih terjebak di dalam mimpinya, menonton drama Korea hingga larut malam sepertinya memang menguras banyak tenaga. Tidurnya tidak terganggu bahkan oleh suara-suara berisik di sekitar.
Jeno diam tak peduli, memilih fokus mengerjakan pr-nya. Pemandangan seperti ini sudah biasa baginya. Begitu pun dengan Nata dan Injun. Bertahun-tahun bersama membuat mereka mengetahui kebiasaan masing-masing.
Setelah puas "membalas dendam" kepada Echan, Ara langsung duduk di bangkunya untuk menyalin pr. Selalu seperti ini, mereka berenam tak pernah absen mengerjakan pr di sekolah, tepat beberapa menit sebelum guru masuk dan mengajar di kelas mereka.
° ° °
Ara menghela napasnya malas, tugas kelompok bahasa Indonesia harus direvisi karena masih ada yang perlu dibenahi. Sambil merapikan buku-buku, ia melirik ke arah Chia —teman sebangkunya— yang juga terlihat terlalu malas untuk kerja kelompok.
Sebenarnya tugas itu adalah tugas Minggu lalu yang seharusnya dikumpulkan hari ini. Namun karena ceroboh, kelompok Ara lupa memasukkan satu bab terakhir yang ada di daftar isi. Alhasil, guru bahasa Indonesia mereka memberikan keringanan dan memundurkan deadline —khusus untuk mereka— menjadi besok.
KAMU SEDANG MEMBACA
Evanescent [END]
FantasyBeberapa orang, mungkin mempunyai kepribadian yang mengejutkan bahkan untuk orang terdekat. Terkadang, apa yang kita lihat belum tentu bisa menjawab semuanya. Karena pada dasarnya, sebuah pertanyaan tidak memiliki jawaban yang masuk akal, bukan? Seb...