Third Page

170 25 5
                                    

Lapangan indoor SMA Tunas Cendekia menjadi ramai beberapa minggu ini. Mengingat kunjungan sekolah lain semakin dekat, membuat beberapa panitia acara menjadi sangat sibuk.

Disaat murid lain sibuk memperhatikan materi pelajaran, Jeno dan Nata lebih fokus pada strategi yang disusun oleh ketua tim. Seperti latihan hari-hari sebelumnya, mereka akan pemanasan dan menyusun strategi sebelum mulai berlatih.

"Udah oke, ya?" ucap sang ketua tim. Begitu mendapati sautan yang begitu semangat dari para tim, Ia tersenyum lalu mereka mulai berlatih dan terbagi menjadi beberapa tim.

Jeno dan Nata yang menjadi tim inti, tentu saja lebih banyak bergerak dibandingkan tim cadangan. Mereka terus bermain dan berlatih hingga bell istirahat berbunyi. Karena kunjungan tinggal menghitung hari lagi, mereka hanya beristirahat di lapangan tanpa ada yang ke kantin.

Mereka memilih untuk berleha-leha di lapangan tetapi ada juga yang masih semangat untuk berlatih, salah satunya Jeno. Lelaki dengan perawakan tinggi nan gagah itu terus memantulkan bola di tangannya, lalu ia lempar hingga memasuki jaring yang berjarak lumayan jauh darinya.

Jika ia berhasil memasukan bola ke dalam jaring, ia akan mundur beberapa langkah dan mencoba memasukinya kembali. Terus seperti itu hingga berakhir pada sepuluh langkah dari tiang jaring. Nata hanya terkekeh sembari minum melihat Jeno yang mulai emosi, karena bola tersebut tak kunjung masuk jaring.

"Udahlah, Jen. Jangan maksain diri, segitu udah cukup jauh." Nata berbicara cukup lantang, karena jarak antara dirinya dan Jeno cukup jauh.

Jeno menghela napas mendengar ucapan Nata, ia melempar asal bola yang sedang ia dribble. Entah akan ke arah mana dan mengenai siapa, Jeno tidak peduli.

Jeno berlari kecil menghampiri Nata yang duduk dengan kaki terjulur lurus ke depan, tanpa mengucapkan sepatah katapun, Jeno merampas botol minuman yang ada di samping Nata. Ia menghabiskan sisa yang ada, tentu saja Nata tidak keberatan. Karena sudah biasa baginya Jeno seperti itu, terlebih lagi pada Echan. Walaupun diakhiri dengan keributan kecil.

"Anjir, yang bener aja ini tugas." Jeno melirik Nata, ternyata anak itu sedang fokus pada ponsel. Ahh, Jeno hampir melupakan ponselnya. Ia segera berlari kecil ke arah tas yang ada di tribun bawah, ia mengambil ponsel lalu menyalakan ponsel tersebut sembari menghampiri Nata.

"Hadeh ... mentang-mentang bakalan pulang cepet seminggu ini, malah di kasih tugas ga ngotak." Nata setuju dengan perkataan Jeno, mereka dengan kompak mematikan ponsel lalu meletakkannya di paha kanan. Entah karena sering bersama atau bagaimana, Nata dan Jeno sering kali melakukan pergerakan yang sama persis tanpa diberi aba-aba.

"Laper ga lo?" Jeno menggelengkan kepalanya, ia melirik Nata dengan satu alis terangkat. Belum sempat mulutnya terbuka untuk bertanya, perut Nata berbunyi. Nata tersenyum pada Jeno membuat Jeno memutar matanya jengah, suara perut Nata begitu nyaring, Jeno malu mendengar itu —padahal bukan perutnya yang berbunyi.

"Kantin sana." Pekik Jeno lalu kembali meneguk air mineral yang ia ambil saat mengambil ponsel.

"Ga ah, tanggung. Bentar lagi juga mulai latihan, nanti aja baliknya. Kan kita mau maen di rumah Ara, lumayan makan gratis." Jeno melirik Nata sembari menggelengkan kepala.

"Nanti magh lo kambuh, itu makin repot apa lagi bentar lagi sparing." Nata menghembuskan napas, ia bimbang harus ke kantin atau menahan lapar hingga bell pulang tiba.

Yang membuat Nata bingung itu jarak dari lapangan indoor menuju kantin akan memakan waktu kurang lebih lima menit, sedangkan sepuluh menit lagi latihan akan kembali dimulai.

"Sama aja boong, ga sih? Ke kantin baru mesen, udah latihan lagi." Jeno terdiam, karena yang diucapkan Nata ada benarnya.

"Chat anak-anak, suruh bawa makanan ke sini." Nata dengan semangat menuruti ucapan Jeno, tanpa berbasa-basi ia langsung mengirimi pesan di grub chat yang berisi teman-temannya. Siapa lagi kalo bukan Ara, Echan, Injun, dan Chia.

Evanescent [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang