Setelah melewati hari yang panjang, pagi menjelang siang ini kelima sahabat itu kembali berkumpul di rumah Echan. Dengan pakaian seperti ingin mendaki gunung —karena sesuai perjanjian, mereka izin pada orang tua akan mendaki gunung.
Sembari menunggu kabar Lilo, mereka berkumpul di halaman untuk diberikan arahan oleh Syara.
Syara menatap Nata, "Nat, mungkin sepanjang perjalanan ga mudah bagi kamu. Apapun yang kamu liat, juga kamu alami pendam dulu sampe kalian menuju ke Ara." Nata mengangguk pelan, walaupun ingin sekali ia memberitahu jika sedari semalam perasaannya sangat tidak mengenakan.
Syara tersenyum lalu menatap Echan, dengan hembusan napas yang cukup berat, Syara melangkah mendekati Echan dan memeluknya erat, "Ibu sayang sama kamu, makasih udah lahir sebagai anak ibu, ya." Padahal Echan sudah berusaha untuk tidak meneteskan air mata, tetapi ia tak sanggup mendengar tangisan Syara, ia pun menangis dan memeluk erat Syara.
Jion yang melihat itu segera membalikkan tubuhnya, Ayah tetaplah seorang Ayah. Walaupun jauh di dalam hatinya ingin sekali mengurung Echan, tetapi apa yang ia tunjukan tentu saja sebaliknya.
Syara melepaskan pelukannya, mengusap air mata Echan lalu tersenyum. Syara juga menarik sahabat anaknya, memeluk mereka seperti seorang ibu yang hendak ditinggal oleh anak-anaknya. Syara kembali meneteskan air mata, kala mengingat tak ada Ara yang akan memeluknya lebih erat dan berebut dengan Echan untuk berada di dekatnya saat memeluk mereka bersamaan.
Setelah berpamitan, Echan melajukan mobilnya seraya melambaikan tangan, begitu juga dengan para sahabatnya yang melambaikan tangan pada Syara dan Jion. Setelah kaca tertutup, helaan napas berat terdengar serempak membuat kelimanya saling pandang lalu terkekeh.
"Kira-kira, Ara lagi apa, ya?" ucapan Chia membuat Jeno melirik gadis itu dari kaca tengah mobil. Karena, Jeno juga memikirkan hal serupa, bagaimana keadaan Ara, apakah gadis itu baik-baik saja, apakah Ara berhasil kabur, atau Ara tertangkap dan sedang menjalani hukumannya seperti yang diberitahu oleh Syara kemarin.
pertanyaan-pertanyaan tak berujung itu, terus memenuhi pikiran Jeno. Lelaki itu menghela napas lalu menoleh ke arah Chia, "Pasti baik-baik aja, lu tau sendiri Ara sepinter apa kalo urusan kabur-kaburan gitu," jawab Jeno, berusaha menenangkan Chia, juga menenangkan dirinya.
Sepanjang jalan, hanya ada kesunyian yang sesekali diiringi suara kunyahan cemilan. Jarak tempuh dari kediaman Echan menuju bandara memakan waktu setengah jam, beruntung saja perjalanan kali ini tidak dihiasi kemacetan, sehingga mereka lebih cepat sepuluh menit dari waktu perkiraan.
Setelah sampai, mereka tentu saja berganti pakaian terlebih dahulu. Setelah selesai berganti pakaian, Echan izin untuk menjemput Lili yang katanya sudah tiba. Sembari menunggu Echan, keempat lainnya hanya menunggu di dalam mobil. Nata melihat ke arah langit, "Kenapa dari tadi pagi langitnya gelap terus, tapi ga ujan-ujan, ya?" celoteh Nata, hal itu membuat perhatian Chia, Jeno, dan Injun teralihkan.
Injun menyipitkan matanya menatap langit, "Malem ada ujan deres banget, mungkin mau ujan lagi. Toh, tadi pas di rumah Echan masih cerah, kok," jawab Injun, lalu kembali melihat sekitar menunggu kehadiran Echan.
Jeno mengelengkan kepala, "Gelapnya beda, bener kata, Nata." Jeno membela Nata karena ia juga merasa jika udara sedari pagi ini terasa cukup sejuk, seperti ingin hujan deras. Bukan hanya udara sejuk setelah hujan.
Chia hanya menyimak perdebatan cuaca tersebut, ia menghela napas lalu kembali menatap foto-foto dirinya bersama Ara. Setelah lama menunggu, Echan kembali sembari berlari diikuti gadis di belakangnya. Injun yang pertama kali melihat kehadiran Echan dan perempuan yang ia yakini adalah Lilo, menepuk pundak Jeno juga melambaikan tangan pada Nata dan Chia untuk memberitahu kehadiran Echan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Evanescent [END]
FantasyBeberapa orang, mungkin mempunyai kepribadian yang mengejutkan bahkan untuk orang terdekat. Terkadang, apa yang kita lihat belum tentu bisa menjawab semuanya. Karena pada dasarnya, sebuah pertanyaan tidak memiliki jawaban yang masuk akal, bukan? Seb...