Eleventh Page

142 28 13
                                    

Trigger Warning!! Part ini mungkin mengandung kekerasan serta kata-kata yang tidak pantas.

• • • •

Jum'at pagi adalah pagi yang paling dinanti-nantikan setiap murid. Hari terakhir sebelum hari libur tiba, mungkin bagi beberapa murid akan bermalas-malasan pagi ini. Tetapi itu tidak berlaku untuk Nataya Hastanta.

Remaja enam belas tahun itu selalu semangat menjelang Jum'at pagi. Baginya, udara pagi hari itu adalah udara yang paling menyegarkan. 

Seperti hari-hari sebelumnya. Nata terbangun dengan keadaan rumah yang sunyi. Kedua orang tuanya sudah pergi lebih pagi darinya, sarapan seadanya dengan roti berlapis selai kemudian berangkat sekolah.

Nata menutup pagar setelah mengeluarkan motor kesayangannya. Merasa sudah cukup aman dengan keadaan rumah, Nata segera menuju rumah Jeno untuk berangkat bersama. Sudah belasan tahun mereka selalu berangkat bersama, sedari awal sekolah hingga beranjak remaja.

Sampai di rumah sederhana dengan nuansa klasik, Nata mematikan mesin motornya. Segera memasuki rumah dan memanggil Jeno, pintu rumah serta pagar sudah terbuka memudahkan Nata.

"Tumben jam segini." Jeno menghampiri Nata sembari memakai hoodie.

"Belom ngerjain tugas gue." Jawab Nata lalu duduk di kursi yang tersedia di teras rumah Jeno. Jeno mencibir, "Tiap hari juga lo selalu ngerjain di sekolah." Ucapnya sebelum kembali masuk rumah mengambil beberapa barang sebelum berangkat.

Nata mendelik, matanya melirik Jeno dengan ujung bibir terangkat. "Gaya banget bahasanya, padahal dia juga sama aja," cetus Nata, kemudian remaja itu memejamkan matanya sejenak menanti Jeno.

"Ayo! malah molor!" Jeno mengguncang tubuh Nata. Nata yang baru saja memejamkan matanya beberapa detik lalu mendengus, "Gue baru merem anjeng!" Ungkap Nata seraya menepis tangan Jeno.

Jeno hanya terkekeh, ia mengunci rumah dan meletakan kunci tersebut di pot bunga. Nata hanya diam melihat kegiatan rutin Jeno sebelum berangkat, "Bunda udah berangkat?" tanya Nata merasa ia tidak mendengar suara wanita paruh baya yang biasanya menyapa.

Jeno mengangguk sembari melangkah keluar diikuti Nata, "Katanya lagi rame, banyak pesenan gitu buat acara nikahan." Jelas Jeno menunggu Nata keluar rumah, kemudian menutup pagar dan menguncinya. Lagi, Jeno meletakan kunci pagar pada pot tanaman yang berada di atas pagar.

"Iya sih, kayaknya lagi musim kawin. Tetangga gue noh, anaknya pada lamaran semua." Ucap Nata sebelum memakai helm dan menyalakan mesin motornya.

"Nikah anjeng! kawin ... kawin, dikira hewan kali kawin." Cetus Jeno melirik Nata yang hanya menatapnya jengah.

"Cepet lah, keburu bell nanti," saut Nata yang dihadiahi tendangan kecil dari Jeno. 

Mereka beriringan berangkat menuju sekolah. Rumah mereka tidak terlalu jauh juga tidak terlalu dekat dari sekolah, mungkin membutuhkan waktu kurang lebih dua puluh menit untuk sampai sekolah. 

Diantara mereka berenam, rumah terdekat dari sekolah adalah Echan dan Ara. Sedangkan Chia dan Injun menjadi rekor jarak rumah terjauh, terlebih lagi Injun. Injun harus bangun lebih pagi karena jarak tempuh menuju sekolah memakan waktu setengah jam bahkan bisa sampai satu jam jika keadaan kota mulai padat.

Mari kesampingkan hal itu karena Jeno dan Nata sudah hampir sampai. Sudah menjadi rutinitas, sebelum memasuki area sekolah mereka berdua akan membeli nasi uduk terlebih dahulu. 

Nata dan Jeno jalan beriringan, dua-duanya sama-sama menenteng kantung plastik hitam. Mereka memasuki kelas, sudah banyak murid yang datang walaupun belum setengah dari jumlah kelasnya.

Evanescent [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang