Echan menatap Ara yang sedang menutup pintu pagar, raut wajahnya begitu khawatir memperhatikan gerak-gerik Ara. Merasa sedang diperhatikan, Ara menoleh ke arah Echan sembari menaikan satu alis.
"Yakin mau masuk sekolah? Istirahat dulu aja deh, gue takut lo kecapean. Nanti malah sakit lagi." Ara mendesah kesal. Bagaimana tidak kesal, dari semalam ia terus diberikan kata-kata seperti itu oleh mamanya. Lalu, sekarang dari Echan.
"Ga akan, lagi pula udah mendingan kok. Gue cuman amnesia doang." Echan yang semula lesu seketika menoleh ke arah belakang tiba-tiba. Ara yang baru saja duduk di jok belakang terkejut. Tubuhnya pun sampai sedikit mundur serta matanya yang berkedip beberapa kali.
"Tapi kok lo inget gue? lo kenal Jeno? Chia? Nata? Injun? Kenal ga?" Ara mengerutkan kening. Ia rasa temannya ini sudah hilang akal menanyakan hal seperti itu.
"Apa sih? Pertanyaan lo aneh banget. Ya, jelas kenal lah!" Jawab Ara sembari memukul helm Echan hingga kacanya turun dan menutupi wajah.
"Kok inget? Katanya amnesia." Ara kembali mengerutkan kening mendengar perkataan Echan.
"Anemia dodol! amnesia dari mana sih? Salah denger kali lo," saut Ara. Echan menaikan kaca helm lalu menoyor kepala Ara.
"Eh! anak onta, lo tadi bilangnya amnesia bukan anemia." Echan mencetus sembari memandangi Ara dengan mata menyipit. Ara yang merasa tidak salah dan tidak mau disalahkan, kembali memukul helm Echan.
"Ya, gatau. Lo aja kali yang salah denger, setau gue tadi gue bilangnya anemia." Mendengar ucapan Ara membuat Echan hanya mampu tersenyum.
"Iya ... Iya ... Apa kata lo aja deh." Tidak mau memperpanjang perdebatan, Echan lebih baik mengalah dari pada mereka kesiangan.
Echan mulai menyalakan mesin motor dan berangkat meninggalkan rumah mereka menuju sekolah. Selama di perjalanan tidak ada obrolan seperti hari-hari sebelumnya. Karena kali ini mereka sibuk dengan kegiatan masing-masing, seperti Ara yang sedang memakan roti dan Echan yang memilih untuk bernyanyi sepanjang perjalanan.
Karena jarak rumah mereka dengan sekolah tidak terlalu jauh, tidak membutuhkan waktu lama untuk sampai sekolah. Tepat setelah Echan memarkirkan motor, mereka jalan beriringan menuju kelas.
"Lo makan roti sendirian aja." Sindir Echan, begitu sadar temannya itu sedang memakan sesuatu. Ara yang masih sibuk mengunyah hanya melirik Echan. Tanpa sepatah kata, Ara langsung menyumpal mulut Echan dengan roti yang tersisa.
"Emang anak, anj!" Ara hanya terkekeh mendengar umpatan Echan. Gadis itu hanya meledek Echan dengan mata yang dijulingkan serta menjulurkan lidah. Melihat itu, Echan semakin emosi, dengan raut wajah kesal ia segera berlari mengejar Ara, tetapi gadis itu sudah lebih dulu lari meninggalkan dirinya. Mungkin ia sudah berfirasat akan dikejar.
Terjadilah kejar-kejaran dari koridor parkiran hingga koridor 11 MIPA. Murid-murid yang berada di lorong sudah kepalang hapal begitu mendengar teriakan dari ujung koridor. Setelah ada teriakan yang melengking, pasti muncullah Ara yang berlari sekencang mungkin.
Sudah menjadi makan sehari-hari mereka saat pagi hari melihat aksi kejar-kejaran antara Echan dan Ara. Sangking hapalnya, mereka dengan sendirinya menghindar begitu terdengar teriakan Ara.
Nata, Jeno, Injun dan Chia yang berada di depan kelas hanya menggeleng kepala. Melihat Ara yang berlari hingga outer rajut yang gadis itu gunakan tidak lagi berada dipundak, lalu disusul dengan Echan yang berlari hingga tasnya bukan lagi digendongannya.
"HUAAA, CHIA TOLONGG." Mendengar teriakan Ara membuat Chia memejamkan matanya pasrah. Ara dengan cepat memeluk Chia dan bersembunyi di belakang Chia, sembari memeluk Chia tentunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Evanescent [END]
FantasyBeberapa orang, mungkin mempunyai kepribadian yang mengejutkan bahkan untuk orang terdekat. Terkadang, apa yang kita lihat belum tentu bisa menjawab semuanya. Karena pada dasarnya, sebuah pertanyaan tidak memiliki jawaban yang masuk akal, bukan? Seb...