Second Page

231 34 0
                                    

Pagi yang cerah diiringi kicauan burung yang berterbangan menambah suasana pagi menjadi begitu indah. Ara sudah terbangun beberapa jam lalu, ia berniat mandi dan bersiap untuk berangkat sekolah. Akan tetapi, semua itu musnah ketika Lea dengan tegas melarang Ara untuk bersekolah, ia ingin anaknya sembuh total, baru boleh melakukan aktifitas seperti biasanya. Termasuk berangkat sekolah.

Ara terus merajuk, bahkan pertanyaan Lea tentang menu sarapan saja ia abaikan, ia seperti itu bertujuan agar mamanya berubah pikiran dan mengizinkannya berangkat sekolah. Lagi pula ia sudah tidak demam, bahkan pusingnya juga sudah sembuh. Apa lagi yang mamanya itu khawatirkan?

"Masih ngambek, nih?" Lea melirik Ara, ia terkekeh melihat wajah anaknya yang begitu lucu saat berpura-pura merajuk.

"Mama udah nitip izin dua hari, besok deh kamu udah berangkat." Ara menghela napas, ia melirik Lea yang sudah lengkap dengan pakaian kerja serta tas tangan yang berada tepat di sampingnya.

"Lagian, aku ga ngapa-ngapain di rumah, Ma. Dari pada bengong-bengong gajelas, mendingan masuk sekolah." Ara masih berusaha untuk membujuk Lea, tetapi usahanya sia-sia karena Lea hanya merespon dengan senyuman lalu memberikan sepiring nasi goreng buatan bibi.

"Lagi pula sekarang masuk setengah hari kata gurumu." Mendengar itu wajah Ara sedikit bersemangat, ia mulai memikirkan sebuah ide ketika Lea sudah berangkat kerja.

"Oiya, papa kapan pulang, Ma?" Lea berhenti mengunyah, ia melirik kalender yang berada tepat di samping kulkas, "Eum ... Lusa? gatau juga sih, Mama. Palingan kalo ga lusa ya besoknya lagi." Ara hanya mengangguk sembari memakan nasi goreng buatan bibi.


° ° °


Lapangan SMA Tunas Cendekia kini sangat ramai, murid-murid sengaja di kumpulkan untuk diberikan sebuah informasi dadakan. Echan, Jeno, Nata, dan Injun memilih berada di barisan paling akhir, selain karena mereka turun paling terakhir. Mereka juga bisa berteduh di pohon besar yang memang berada di setiap sudut lapangan.

Chia terpisah dengan keempat temannya, ia terpaksa harus bergabung dengan teman perempuan di kelas. Sebenarnya tidak jadi masalah, tetapi ia hanya merasa ada yang kurang jika tidak bersama dengan Ara.

"Buset, lama bener dah." Echan mulai protes, karena sudah tiga menit mereka semua dikumpulkan belum juga terdengar informasi dari salah satu guru. 

"Tau, nih. Kenapa ga dikumpulin di aula aja sih." Nata ikut protes, ia memilih untuk duduk di pembatas lapangan sembari mengibas-gibaskan seragamnya.

"Tau gitu mah nanti aja ga, sih. Turunnya." Injun ikut mengeluh, Jeno hanya menghela napas mendengar semua keluhan teman-temannya.

"Selamat siang semuanya." Akhirnya yang mereka tunggu tiba, pengumuman dari kepala sekolah langsung.

"Siang!" Hampir semua murid menyahuti sapaan kepala sekolah, tidak terkecuali Echan, Jeno, Nata, Chia, dan Injun.

"Panas, ya?"

"Si tolol, pake nanya lagi," celetuk Injun, Jeno yang berada di belakangnya hanya mampu tertawa pelan mendengar ucapan berbisik Injun.

"Yaudah gausah lama-lama, deh. Minggu depan, sekolah kita akan kedatangan sekolah dari luar kota. Yang bertujuan untuk berkunjung serta mengadakan perlombaan kecil, mungkin murid yang mengikuti ekstrakulikuler basket sudah mengetahuinya."

Echan sedikit mendekat ke arah Jeno, "Lomba apaan, Jen?" Jeno melirik Echan sekilas lalu kembali memerhatikan kepala sekolah.

"Semacam sparing, mangkannya kemaren gue sama Nata latihan di luar jadwal biasanya." Jeno menjawab tanpa melihat ke arah Echan.

Evanescent [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang