Setelah libur dua hari, kini SMA Tunas Cendekia kembali beraktifitas. Satu persatu murid berdatangan. Ada murid yang memilih datang lebih awal, ada murid yang datang tepat waktu, serta ada murid yang datang menjelang bell berbunyi.
Seperti keenam sahabat yang baru saja sampai lima menit sebelum bell berbunyi. Setelah turun dari kendaraan masing-masing, mereka jalan beriringan menuju kelas.
Angin pagi ini cukup kencang, mungkin karena faktor cuaca mendung yang kemungkinan akan turun hujan. Hal tersebut memberi sentuhan dramatis pada keenam remaja yang tengah melangkah beriringan. Angin yang berhembus menerpa mereka, rambut mereka berkibaran karena hembusan angin tersebut.
Terlebih rambut Ara yang panjang dan sengaja dibiarkan terurai. Sungguh kejadian yang langka mereka datang barengan. Tidak sedikit yang memperhatikan mereka, melangkah beriringan sembari bersenda gurau. Sudah seperti adegan awal sebuah film remaja SMA.
Seperti hari-hari biasanya, selalu ada sambutan dari seorang Haekal Chandrawinata dengan bahasa yang berubah-ubah. Seperti saat ini, setelah sampai tepat di depan pintu kelas, lelaki itu tanpa permisi membuka pintu dengan sekali dorongan kencang.
"Rahajeng Semeng teman-teman!" Ucap Echan dengan wajah angkuh serta tangan terangkat menyapa teman-teman kelasnya. Lelaki itu melangkah memasuki kelas, tanpa memperdulikan teman-temannya yang terkejut karena ulahnya.
Begitu juga dengan kelima sahabatnya, mereka sama terkejutnya. Mereka tidak mengira jika Echan akan membuka pintu dengan cara tersebut. Injun yang basic-nya kagetan, lelaki itu masih terdiam sembari memegang dadanya yang berdebar.
Dengan wajah terkejut, Jeno menggeleng kepala, "Gue jadi curiga deh, tuh anak jangan-jangan punya cita-cita jadi Translator." Tebak Jeno sebelum melangkah mengikuti Nata yang lebih dulu masuk kelas.
"Jun, masuk anjir!" protes Ara karena langkahnya terhalang Injun. Lelaki itu akhirnya tersadar lalu menoleh, berniat untuk mengajak Ara berbicara tetapi urung kala melihat Guru melangkah ke arah kelasnya.
Injun berlari memasuki kelas diikuti Ara dan Chia yang ternyata sadar akan keberadaan sang Guru. Setelah ketua kelas memimpin untuk memberi salam serta berdoa, mereka kembali sibuk dengan urusan mereka masing-masing.
"Silakan kumpulkan tugas kalian," ucapan Guru tiba-tiba membuat kelas hening, mereka saling lirik sesama teman sebelum menatap Guru yang menunggu muridnya maju membawa buku berisi tugas.
"Kok pada diem? Minggu kemarin, bapak ada kasih kalian tugas. Karena Selasa libur, jadi dikumpulkan sekarang berhubung bapak ada jadwal di kelas kalian," jelas pak Dodi —selaku Guru Kimia dan Fisika—
"Pak ... itu kan tugas Kimia, sekarangkan jadwalnya Fisika." Farhan —ketua kelas— membuka suara, setelah berhasil mengingat tugas yang dipinta oleh pak Dodi.
"Gapapa, kumpulkan saja. Sebelumnya bapak sudah bilang, kalo ada jadwal bapak, sebaiknya kalian bawa buku Kimia dan Fisika," ucap pak Dodi dengan tegas, membuat suasana kelas terasa menegang.
Ara yang tidak mengingat apapun tugas tersebut, ia akhirnya mendekatkan diri ke Chia, "Tugas apaan sih?" bisik Ara. Chia tidak menoleh, ia hanya mendekatkan kepalanya dengan telinga Ara, "Ada waktu jamkos, pas banget waktu lo ga masuk." Jawab Chia sembari berbisik juga.
"Tidak ada yang bawa?" tanya pak Dodi, tidak ada satupun murid yang menjawab membuat dirinya emosi. pak Dodi beranjak dari posisinya. Karena sedang emosi, ketika lelaki paruh baya itu beranjak, kursi yang ia duduki bergeser lumayan jauh dari posisi semula.
Setelah itu, kelas MIPA 2 harus menerima resiko. Karena sepanjang pelajaran berlangsung, mungkin akan selalu ada nada tinggi yang terdengar.
° ° °
KAMU SEDANG MEMBACA
Evanescent [END]
FantasyBeberapa orang, mungkin mempunyai kepribadian yang mengejutkan bahkan untuk orang terdekat. Terkadang, apa yang kita lihat belum tentu bisa menjawab semuanya. Karena pada dasarnya, sebuah pertanyaan tidak memiliki jawaban yang masuk akal, bukan? Seb...