Berita kematian keluarga Kael sudah tersebar, seluruh murid mulai membicarakan hal tersebut. Sampai jam pulang sekolah, berita itu masih hangat diperbincangkan. Ara mulai muak mendengar teman-teman yang terus membicarakan hal tersebut. Kini, Ara dan sahabatnya berada di parkiran sekolah.
"Ga basket lo berdua?" tanya Echan, Jeno dan Nata menoleh lalu menggelengkan kepala serentak. "Libur dulu, pelatihnya ada acara jadi ganti besok." Ucap Jeno seraya membersikan kaca helmnya.
"Njun, balik sendiri kan?" Chia yang sedari tadi hanya diam akhirnya buka suara, Injun menoleh seraya memperlihatkan jadwal lesnya. Ternyata bukan hanya Chia yang melihat, Ara, Echan, Nata, dan Jeno juga melihat.
"Buset ... itu banyak banget anjir, protes napa sama ortu lo," celetuk Nata, ia badannya bergidik setelah melihat jadwal Injun. Jadwalnya begitu menakutkan —pikir Nata— gimana tidak, sejam setelah pulang sekolah sampai jam 09.30 malam harus les.
"Kalo bisa juga udah dari dulu, Nat." Sahut Injun seraya menghela napas. Teman-temannya saja sampai takut melihat jadwal lesnya, padahal itu belum apa-apa dari hukuman yang lalu.
"Kenapa emangnya, Chi?" tanya Injun, mengingat pertanyaan Chia. Gadis itu menggelengkan kepala, ia memilih untuk membuka ponsel walaupun tidak tahu harus membuka aplikasi apa.
"Supir lo ga bisa jemput?" tanya Nata, Chia hanya menggangguk lalu menghela napas. Jeno menyenggol bahu Nata, matanya melirik Nata dengan maksud tertentu. "Eum ... Chi, balik sama gue aja, sekalian gue ada mau ke mall deket rumah lo," ucap Nata setelah mendapatkan isyarat dari Jeno.
Injun melirik Nata dengan dahi mengerut, ujung bibirnya juga terangkat. Baginya, Nata terlihat sangat menjijikkan, cara Nata mendekati Chia terlalu terlihat jelas. Echan juga sadar akan hal itu, ia hanya terkekeh dan saling lirik dengan Ara.
Ara menahan tawanya menatap Nata, begitu menoleh ke arah Chia ekspresinya dengan cepat berubah.
Ara menyipitkan matanya memperhatikan Chia, "Chi ... rambut lo kenapa jadi bondol lagi?" ucap Ara, mendengar itu Chia segera menutup kepalanya dengan tudung jaket, tetapi percuma saja karena sahabatnya lebih dulu sadar sebelum ia menutup kepala.
"Chi? you okey?" Tangan Chia langsung gemetar, mendengar pertanyaan singkat penuh makna dari Injun. Ara yang berada di dekat Chia segera memeluk gadis yang jauh lebih pendek darinya, setelah itu keempat lelaki juga ikut memeluk Chia.
"Sorry, kita baru sadar kalo lo lagi ga baik-baik aja." Kata Echan seraya mengusap bahu Chia yang mulai bergetar, tak lama tangisan Chia tumpah begitu saja. Nata segera menutupi Chia, parkiran masih ada beberapa murid walaupun tidak seramai beberapa menit lalu.
"Lain kali cerita ya? ada kita, jangan dipendem sendiri." Ucap Ara seraya melepaskan pelukkan, ia memandang Chia lalu mengusap air mata sahabatnya itu.
"Sayang banget rambutnya, padahal gue mau gantian kuncirin rambut lo kemaren." Nata membuka tudung jaket yang menutupi kepala Chia, ia mengusap lembut kepala Chia seraya tersenyum.
"Masih kurang rapih ya gue motongnya? padahal tadi pagi udah dirapihin," ucap Chia, suaranya terdengar parau karena sehabis menangis.
"Nanti dirapihin sama ibu gue mau? poni Ara aja ibu gue yang motongin." Echan menarik jepitan rambut di kepala Ara, lalu menunjukkan poni Ara, padahal gadis itu sengaja menutupinya dengan jepitan karena merasa tidak percaya diri.
Ara merebut jepitan dari Echan, tak lupa ia juga memukul Echan sebelum memakai kembali jempitannya. Jeno terdiam sejenak, ia terus memandangi Ara tengah menjepit kembali poninya.
"Kenapa ditutupin? padahal bagus loh," ucap Chia, membuat Ara menggelengkan kepalanya, "Engga, rasanya aneh aja. Nyesel gue minta diponi gini." Ucap Ara seraya membenarkan rambutnya lalu kembali memukul Echan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Evanescent [END]
FantasyBeberapa orang, mungkin mempunyai kepribadian yang mengejutkan bahkan untuk orang terdekat. Terkadang, apa yang kita lihat belum tentu bisa menjawab semuanya. Karena pada dasarnya, sebuah pertanyaan tidak memiliki jawaban yang masuk akal, bukan? Seb...