Twenty-fourth Page

92 25 6
                                    

Tidak seperti biasanya, kali ini Ara lebih awal pergi ke rumah Echan. Niat hati ingin bercerita tentang mimpi buruk yang ia alami belakangan ini, tetapi begitu sampai rumah Echan, ternyata Echan tidak ada di rumah.

"Belum pulang?" tanya Ara di balas menganggukkan kepala oleh Syara. Hal itu membuat Ara kebingungan. Karena ia yakin sekali, Echan pulang setelah anterin dia, kenapa sampe jam segini Echan belum sampai rumah.

Syara menoleh melihat Ara yang terdiam dengan raut wajah kebingungan, "Echan bilang mau main ps sama Nata, palingan abis maghrib pulang." Syara tersenyum seraya mengusap kepala Ara.

Setelah itu, Syara meninggalkan Ara sendiri di ruang televisi. Ara masih terdiam lalu membuka ponselnya, tidak ada yang mengiriminya pesan apapun kecuali grub kelas yang selalu ramai dan Chia yang setiap hari mengirim link video random.

"Tuh bocah tumben banget mau ke rumah Nata," monolog Ara. Setelah dipikir-pikir, tidak biasanya Echan mau main seorang diri ke rumah Nata yang cukup jauh.

Tak lama suara motor memasuki rumah terdengar, Ara menoleh ke arah ruangan menuju pintu utama. Ia hanya diam menunggu Echan. Benar saja, Echan datang membawa satu kantong plastik hitam. Awalnya Echan terkejut melihat Ara yang terdiam sembari menatapnya, tetapi ia langsung tersenyum lalu memamerkan apa yang ia bawa.

Echan berlenggak-lenggok menghampiri Ara, lalu meletakkan kantung plastik tersebut di pangkuan Ara, gadis itu hanya diam memerhatikan Echan yang berlenggak-lenggok pergi meninggalkannya.

Echan menaiki tangga bak putri kerajaan, Ara yang semula kesal langsung tersenyum melihat tingkah Echan.

Ara menggelengkan kepala lalu menatap plastik yang ada di pangkuannya, "Apaan nih?" Ara membuka plastik tersebut, seketika saja matanya berbinar melihat satu kotak martabak.

Ara menoleh ke arah Echan yang masih berdiri di ujung anak tangga, "Maaci ayang, mwah!" Ara memberikan gestur kecup pada Echan, lelaki itu langsung berlaga seperti mengambil sesuatu lalu memasukinya ke kantung celana.

"Bay~ inces mau mandi." Echan membalikkan badan, lalu kembali berlenggak-lenggok menuju kamarnya. Ara terkekeh, tak begitu memerdulikan kelakuan Echan, lebih baik ia memakan martabaknya itu.

Ara beranjak dan melangkah menuju dapur, ternyata ada Syara yang tengah memasak. "Tan, ini si Echan bawa martabak." Mendengar ucapan Ara, Syara langsung menoleh untuk melihat.

9Syara menghela napas, "Kirain martabak telor, baru aja mau ngamuk karena Tante udah bilang mau masak ke dia." Ucap Syara lalu kembali memasak, Ara tertawa mendengarnya sampai martabak yang ada di mulut tersembur.

Ara menikmati martabak sembari memerhatikan Syara memasak, "Tan, mau ikut bantuin." Tiba-tiba saja Ara ingin membantu. Padahal jika di rumah, ia malas sekali untuk membantu Lea atau bibi memasak.

Syara mengerutkan keningnya, ia menoleh ke arah Ara, "Tumben?" Karena sangat dekat dengan Lea, Syara tentu tahu kebiasaan Ara jika di rumah. 

Ara terkekeh seraya menggeleng kepala, ia mencuci tangan terlebih dahulu lalu berdiri di samping Syara, "Tugas saya apa, Nyonya?" ucap Ara, ia berlaga seperti asisten yang hendak membantu tuannya. Syara tertawa, ia menjawil pipi Ara gemas lalu menoleh ke arah belakang membuat Ara juga ikut menoleh.

"Tuh." Syara menunjuk meja makan, "Potong udang sama baksonya, nanti kita bikin nasgor seafood." Mata Ara berbinar mendengar menu makan malamnya, dengan semangat ia menuju meja makan dan bersiap memotong udang dan bakso —yang sudah matang.

Syara tersenyum lalu kembali pada bumbu-bumbu yang tengah ia racik, Ara juga asik. Walaupun tak pandai memasak, jika soal potong memotong itu urusan yang mudah.

Evanescent [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang