Bell pulang berbunyi, membuat bahagia para murid. Terlebih hari ini semua ekstrakulikuler serta organisasi diliburkan. Membuat murid-murid berbondong untuk meninggalkan sekolah.
Koridor hari ini lebih ramai, mungkin karena esok libur dan para murid tidak ada yang menetap. Tetapi keenam remaja nampaknya masih betah berada di UKS, sudah tiga menit bell pulang berbunyi mereka masih tidak ingin beranjak.
"Main yok malem, kemana gitu," ucap Nata, memecahkan keheningan.
"Ga bisa gue, mama bilang mau keluar nanti malem," saut Ara, ia bahkan memberikan bukti pesan dari Lea agar teman-temannya percaya.
"Gue mager anjir." Echan ikut menyahut membuat Nata berdecak sebal.
"Emang mau main kemana?" tanya Chia yang masih sibuk dengan cemilan. Nata terdiam, ia berpikir sejenak tetapi berakhir menggelengkan kepala.
"Liat malem aja dah, nanti kerumah aja kalo mau maen," ucap Injun membuat Nata mendelik, ia membalikan tubuh menatap Injun yang sibuk maen di kursi roda.
"Gile lo!" cetus Nata, Injun mengerutkan keningnya, "Kenape?" tanya-nya karena tidak paham kenapa Nata tiba-tiba berkata seperti itu.
"Jauh banget gila!" keluh Nata. Injun berdecak, "Uang ngajakin main, yang harus ber-effort." Cetus Injun dengan wajah meledek Nata.
"Kurang asem, ogah ah," ucap Nata sebagai penutup obrolan, mereka kembali hening beberapa detik. Hanya ada suara Echan yang sedang berlaga seperti Dokter memeriksa Injun.
"Supir gue ga bisa jemput anjir. Ada yang mau gue tebengin ga?" Ditengah keheningan Chia berkata demikian.
"Lah tumben, kenapa lagi?" tanya Ara lalu mendekati Chia untuk melihat pesan dari supir sahabatnya.
"Anaknya sakit, dia ga bisa masuk. Mama gue juga nyuruh balik pake grab, tapi gue males banget anjir." Ucap Chia lalu memeluk Ara dengan wajah lesu.
"Bareng gue aja, lagi pula searah kan?" Kata Nata membuat teman-temannya menoleh, bahkan Jeno menahan senyumnya setelah menatap wajah Nata.
° ° °
Di perjalanan tidak ada obrolan sama sekali. Nata dan Chia fokus dengan kegiatannya masing-masing, Nata yang fokus dengan jalanan sedangkan Chia fokus dengan degupan jantungnya yang sedari tadi berdegup kencang.
Setelah melewati kemacetan sore hari, akhirnya Nata dan Chia sampai. Kediaman rumah Chia bisa terbilang lebih megah dari Ara. Tetapi, rumah Chia lebih tertutup. Jika kediaman Ara memiliki pagar tinggi terawang, kediaman Chia memiliki pagar tinggi dengan pagar tertutup.
"Mau mampir dulu ga, Nat?" tanya Chia setelah melepaskan jaket Nata dari pinggangnya.
"Kayaknya engga deh, gue mau bantu mama dulu di toko." Chia mengangguk, Nata memang sering mengunjungi toko bunga mamanya setelah pulang sekolah.
"Yaudah, salam ye buat tante, Yora." Kata Chia menekan nama mama Nata. Sudah hal biasa, jadi Nata hanya tersenyum dan ingin menjitak kepala Chia.
Chia menghindar lalu tertawa, "Eits ... ga kena, wlee." Chia menjulurkan lidah, matanya pun sengaja ia julingkan. Nata hanya tersenyum dibalik helm, "Salam balik buat tante, Tea!" Teriak Nata lalu menjalankan motornya sangat kencang, upaya menghindari pukulan Chia.
Nata terkekeh sepanjang jalan, membayangkan ekspresi kesal Chia karena tidak sempat memukul dirinya. Tiba-tiba ia teringat jaketnya, sempat ingin putar balik tetapi ia urungkan karena akan terlalu larut. Terlebih Nata sudah setengah jalan.
Sampai di toko bunga milik mamanya, Nata segera melangkah masuk. Melihat bunga-bunga serta tumbuhan yang sepertinya baru datang, ia terus menyelusuri toko tersebut hingga bertemu dengan wanita paruh baya tengah membungkus buket bunga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Evanescent [END]
FantasyBeberapa orang, mungkin mempunyai kepribadian yang mengejutkan bahkan untuk orang terdekat. Terkadang, apa yang kita lihat belum tentu bisa menjawab semuanya. Karena pada dasarnya, sebuah pertanyaan tidak memiliki jawaban yang masuk akal, bukan? Seb...