Twenty-ninth Page

96 21 5
                                    

Musik dengan intonasi yang tenang menemani Injun di ruang lukis. Sembari bersenandung, ia tetap fokus memoleskan kuas, melukis gambar yang diminta oleh salah satu konsumennya.

Injun sedikit menjauh, melihat secara seksama lukisan yang hampir selesai. Ia tersenyum lalu kembali melihat ponsel untuk menyocokan lukisannya dengan gambar yang diinginkan oleh konsumen.

Saat Injun sedang memperbesar gambar tersebut, satu notifikasi memecah kefokusannya. Ia mengerutkan kening seraya menegakkan tubuh, "Echan? ngirim apaan nih bocah." Injun bermonolog lalu membuka pesan dari Echan.

Keningnya kembali berkerut melihat beberapa gambar yang Echan kirim, sembari menunggu gambar terunduh, Injun merapihkan alat lukis yang ia gunakan serta mematikan musik.

Lelaki itu meninggalkan pekerjaannya serta ruang lukis sembari menatap ponsel, Injun berdecak saat gambar dan video yang di kirim Echan lama terunduh. Injun duduk di kursi belajar, masih menatap layar ponsel.

Injun bersenandung kecil sembari mengetuk-ketuk ponsel, berharap garis unduhan melaju pesat. Akhirnya gambar serta video yang Echan kirim sudah terunduh, Injun menegakkan tubuh dan melihat-lihat apa yang Echan kirim padanya.

Matanya terbelalak melihat gambar yang Echan kirim padanya, ia mencoba untuk menghubungi Echan, namun lelaki itu tidak dapat dihubungi. Dengan cepat Injun memberitahu Jeno dan Nata untuk segera bertemu, tanpa memperdulikan pakaiannya, Injun segera mengambil kunci mobil dan pergi.

° ° °

Jeno datang lebih dulu, ia membuka helm lalu merapihkan rambutnya. Sejenak ia terdiam, memerhatikan sekitar. Suasana sore hari yang indah, terlebih tempat pertemuan yang Injun beritahu adalah taman yang cukup terawat, walaupun hanya terdapat dua bangku taman di tengah-tengah padang rumput.

Baru saja Jeno beranjak dari motor, Nata datang yang dengan sengaja menabrak pelan motor Jeno dari depan. Nata yang tak memakai helm tersenyum lebar kepada Jeno.

Jeno menatapnya jengah lalu menendang motor Nata dan melangkah menuju kursi taman menunggu kehadiran Injun.

Nata berdecak, "Injun belom dateng?" tanya Nata, ia berlarian kecil mengejar Jeno yang hampir sampai di kursi taman.

Jeno menoleh, "Menurut lo?!" Nada bicara Jeno terdengar ketus membuat Nata berdecak. Tidak seperti Jeno, Nata memilih duduk di hamparan rumput sembari mencabutnya.

Hening sejenak sebelum suara klakson mobil mengejutkan mereka, keduanya menoleh. Injun datang dengan pakaian penuh bercak cat. Hal itu membuat Jeno dan Nata saling pandang untuk beberapa waktu.

Injun berlari menghampiri Jeno dan Nata, tanpa memberi jeda untuk dirinya bernapas ia langsung menunjukan gambar serta video yang Echan kirim, "Lo liat, ini." Injun memberikan ponselnya pada Nata dan Jeno.

Jeno menerima ponsel tersebut sebelum jatuh, karena Injun langsung melepas ponselnya setelah menyodorkan kepada mereka berdua. Jeno dan Nata yang masih kebingungan hanya memandangi Injun sedang mengatur napas.

Injun yang merasa diperhatikan akhirnya melirik Jeno dan Nata, ia berdecak setelah melihat kedua sahabatnya malah memerhatikan dirinya, "Liat yang gue kasih, dongo! malah ngeliatin gue, iya tau gue cakep, gausah begitu liatinnya." Jeno dan Nata sontak memalingkan wajah, enggan menatap Injun.

Jeno yang memegang ponsel lebih dulu membuka beberapa gambar yang Echan kirim. Ia memerhatikan gambar tersebut dengan teliti hingga matanya membesar kala melihat dua guci dengan ukiran nama yang sangat ia kenali.

Jeno sontak memberitahu Nata foto kedua guci dengan ukiran nama tersebut, Nata yang awalnya tak begitu terlihat ukiran nama tersebut, kini membesarkan matanya lalu melirik Jeno yang berekspresi sama seperti Nata.

Evanescent [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang