Ruang kelas sangat tenang karena semua murid fokus mengerjakan soal-soal ujian. Tidak semua, hanya beberapa dari mereka yang serius, ada juga yang menunggu jawaban dari teman. Echan sebagai contohnya, ia bukanlah anak yang bodoh, tetapi ia terlalu malas untuk membaca beberapa soal yang pertanyaannya cukup panjang.
Ia melirik ke barisan sisi kiri, menunggu teman sekelasnya memberikan kertas yang sudah Injun amanahkan untuk Echan. Echan yang semula berleha-leha kini menegakkan tubuh, kala mendapat aba-aba dari teman yang memegang kertas tersebut.
Echan melihat keadaan sekitar lalu mengulurkan tangan, tetapi pandangannya tetap lurus memerhatikan pengawas ujian.
Kertas hampir sampai di tangan Echan, tetapi pengawas secara tiba-tiba menoleh ke arah Echan. Walaupun tak bermaksud melihat lelaki itu, tetap saja jantungnya seakan berhenti berdetak, begitu juga dengan teman yang diamanahkan oleh Injun.
Injun yang memerhatikan kejadian itu tak sanggup manahan tawa, ia tertawa tanpa suara seraya memukul-mukul paha melihat wajah Echan yang cukup tegang.
Setelah pengawas tak lagi melihat ke arah Echan, dengan cepat teman dari barisan sisi kiri melempar gumpalan kertas yang malah mendarat di hadapan teman sebangku Echan. Ia tersentak dan hampir mengumpat, beruntung Echan sigap menutup mulutnya.
Setelah melihat Echan sudah menerima kertas contekan, Injun segera merapihkan barang-barangnya dan menunggu Echan selesai menulis. Chia yang kebetulan duduk satu barisan dengan Injun menoleh ke belakang, walaupun terhalang dua meja, tetapi mereka masih dapat melihat satu sama lain.
"Udah?" tanya Chia tanpa suara pada Injun, lelaki itu hanya mengangguk lalu melirik Echan. Chia ikut melirik Echan lalu mengangguk paham setelah melihat Echan menulis dengan tergesa-gesa.
Akhirnya Chia memilih untuk merapihkan barang-barang terlebih dahulu sembari menunggu Echan selesai. Chia ini jarang sekali minta contekan, walaupun sebenarnya butuh.
Alasannya karena ia tidak mau menunggu dan lebih baik salah dari pada kehabisan waktu menunggu contekan tiba.
Saat tengah bersenandung menunggu Echan, tiba-tiba saja Injun merasa rambutnya tersapu sesuatu. Injun yang tengah santai bersandar di tembok sontak membalikan tubuh, ia melihat kepala Jeno dan Nata serta satu kayu kecil.
Nata sang pelaku memainkan rambut Injun menggunakan kayu tersenyum, "Belom?" tanyanya berbisik, Injun memperlihatkan kertas jawabannya lalu melirik Echan yang ternyata baru saja selesai. Lalu, tanpa rasa bersalah Echan beranjak lebih dulu meninggalkan Chia dan Injun yang tengah menunggunya.
Injun mendecih melihat Echan keluar kelas seraya melambaikan tangan padanya, "Ciri-ciri manusia gatau diri," cicitnya, lalu beranjak dari tempat. Jeno dan Nata hanya tertawa mendengar ucapan Injun.
° ° °
Saat ini, mereka jalan beriringan menuju parkiran, Chia fokus pada ponsel memberitahu Chika untuk tidak perlu menjemput. Supirnya sedang izin, karena itu juga ia datang bersama Injun walaupun hanya bertemu di minimarket.
Chia yang kebetulan memegang ponsel, ia memeriksa pesannya dengan Ara. Ternyata belum juga dapat balasan, tetapi ceklis di bubble chat-nya sudah dua yang menandakan Ara sudah aktif. Chia yang hendak memberitahu teman-temannya tertunda begitu mendengar dering ponsel Echan.
Mereka sontak berenti dan menatap Echan, sang empunya dengan santai memperlihatkan nama yang tertera di ponsel pada keempat sahabatnya.
Setelah mengetahui siapa yang menelepon Echan mereka kembali melanjutkan langkahnya. Baru saja melangkah, tiba-tiba saja Echan kembali berhenti melangkah membuat Chia, Jeno, Injun, dan Nata sontak ikut menghentikan langkahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Evanescent [END]
FantasyBeberapa orang, mungkin mempunyai kepribadian yang mengejutkan bahkan untuk orang terdekat. Terkadang, apa yang kita lihat belum tentu bisa menjawab semuanya. Karena pada dasarnya, sebuah pertanyaan tidak memiliki jawaban yang masuk akal, bukan? Seb...