End of Story

126 17 17
                                    

Echan terdiam menatap ayahnya tengah mengantarkan nenek untuk peristirahatan terakhir, pandangannya teralih pada liang lahat lebih kecil di sebelah nenek, ia memejamkan matanya, semuanya benar-benar berakhir. Melihat saudaranya yang ikut pergi membuat Echan tak lagi mempunyai harapan untuk bertemu dengan Ara.

Echan pergi lebih dulu, ia tak cukup kuat mendengar sang ibunda yang terus menangis meraung-raung ketika liang lahat nenek mulai di tutup. Lilo ikut pamit melihat Echan yang keluar dari kerumunan, ia mengikuti kemana Echan melangkah. Sejak kemarin, sepulang dari danau, Echan terus mengasingkan dirinya. Bahkan ketika nenek dinyatakan tiada, lelaki itu hanya diam tanpa meneteskan air mata. Hanya memandang kosong pada nenek yang dikerumuni oleh anak-anaknya.

Lilo menghampiri Echan yang duduk seorang diri di warung depan pemakaman, ia memesan satu air hangat dan memberikannya pada Echan. Lelaki itu tidak merespon keberadaan Lilo, pandangannya tetap lurus dan kosong, "Kak ...," lirih Echan membuat Lilo segera menoleh, "Iya? kenapa?" tanya Lilo dengan antusias karena ini kali pertama Echan kembali mengeluarkan suaranya, setelah kejadian itu.

"Ara ... juga sama kayak Afdal dan nenek?" pertanyaan Echan membuat Lilo melipat bibirnya, ia tak tahu harus menjawab apa, karena ia memang tidak tahu jika akhirnya akan seperti ini, dahulu nenek hanya beritahu jika yang melepas kutukanlah yang akan berkorban, tetapi nyatanya tidak.

Echan perlahan menunduk, bahunya bergetar hebat dan suara tangisan perlahan terdengar. Lilo merasa lega melihat saudaranya itu meluapkan emosi yang terpendam, "Ara, ke mana kak? kemarin Ara juga gue kasih benang merah itu, tapi kenapa dia ga ikut sama kita?" suara Echan terdengar lirih dan tertahan, dadanya terasa sesak mengingat kejadian beberapa hari lalu.

"Apapun yang terjadi, kita doain yang terbaik buat Ara, ya?" Lilo mencoba menenangkan Echan, ia terus mengusap pundak saudaranya, tangisan Echan semakin menjadi-jadi membuat Lilo kembali meneteskan air mata.

° ° °

Tahun demi tahun berlalu, Echan beserta keluarganya memutuskan pindah dari perumahan tersebut. Syara dan Echan cukup terpukul karena kehilangan sahabat, membuat Jion memutuskan untuk pindah agar anak dan istrinya tak lagi terbayang-bayang akan memori bersama Ara dan Lea karena rumah mereka yang bersebelahan. Persahabatan Echan dengan Chia, Nata, Injun, dan Jeno masih terjalin sangat erat. Mereka masih sering berkumpul, bermain bersama walaupun tidak sesering saat SMA, karena faktor universitas mereka yang berbeda.

Echan dan Chia berada di universitas yang sama, sedangkan Jeno dan Nata juga berada di universitas yang sama. Hanya Injun yang tidak satu universitas dengan salah satu sahabatnya. Berbeda dengan Echan dan Chia yang masih di kota yang sama, Jeno, Injun, dan Nata harus menjadi anak perantauan karena mereka berhasil lolos di universitas impian mereka.

Semenjak kepergian Ara, Chia tidak bisa mempunyai sahabat perempuan, disaat banyaknya teman perempuan di kampus, tidak satupun yang mendapatkan gelar sahabat menggantikan Ara. Bahkan, gadis itu hampir secara rutin melewati rumah Ara, entah hanya sekadar lewat atau sengaja berdiam diri di depan rumah Ara untuk beberapa jam. Gadis itu sungguh merindukan sosok Ara yang sampai saat ini tak tahu di mana keberadaannya.

Sama halnya dengan Chia, Echan juga sering berkunjung ke perumahan lamanya, hanya sekedar berkeliling mengingat kenangannya bersama Ara dan duduk di taman. Ia tak semampu Chia untuk langsung berkunjung ke rumahnya yang dulu juga rumah Ara, ia tak mampu jika harus melihat rumah dengan sejuta kenangan yang ada.

Kebetulan saat ini tepat sekali tengah liburan semester, seperti liburan semester sebelumnya, mereka berlima akan berkumpul di rumah Echan. Hanya sekedar bermain melepas rindu dan berbincang mengenai kenangannya dulu dengan Ara. 

Evanescent [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang