Twenty-second Page

111 26 14
                                    

Minggu pagi adalah saat paling indah, dimana kita bisa tidur lebih lama atau berlibur ke tempat rekreasi. Biasanya saat libur Echan akan bangun siang hari, tetapi kali ini ia harus bangun lebih awal untuk lari bersama Ara dan Chia.

Kedua gadis itu berhasil membangunkan Echan, walaupun membutuhkan waktu kurang lebih satu setengah jam.

Seharusnya mereka lari ketika matahari belum nampak, jika saja Echan tidak sulit untuk dibangunkan. Mereka bertiga hanya lari mengelilingi satu gang perumahan, lalu mereka bermain di lapangan umum yang tersedia. 

Biasanya lapangan ini di gunakan untuk perlombaan antar gang jika ada hari istimewa, jika hari-hari biasa hanya digunakan para remaja berolahraga atau anak kecil yang bermain ketika sore hari.

Echan dan Chia bermain badminton sedangkan Ara hanya duduk di bangku pinggir lapangan, mereka berganti-gantian untuk bermain, karena Ara sudah lebih dulu bermain dengan Echan kini giliran Chia. 

Lapangan tidak terlalu jauh dari gang rumah Ara dan Echan, jadi mereka sempat pulang dahulu mengambil peralatan untuk bermain badminton.

Selama Echan dan Chia bermain, Ara hanya asik mengabadikan suasana pagi yang menurutnya cukup indah, Ara memang senang sekali mengabadikan hal random.

"Efek jarang keluar pagi waktu libur di perumahan, sekalinya keluar kayak orang norak." Echan mencibir Ara yang sedari tadi memotret apapun yang ada di sekelilingnya, bahkan rumput pun ia foto.

Ara yang sedang jongkok memotret rumput mendecih, gadis itu beranjak dari posisinya seraya merenggangkan lengannya. Walaupun sudah Echan cibir, ia tetap memotret sekeliling karena, kapan lagi ia dapat keluar pagi hari selain untuk sekolah.

Echan dan Chia selesai bermain, mereka memilih untuk duduk di lapangan dekat tempat Ara meletakan barang mereka. Chia memperhatikan Ara yang cekikikan sendiri setelah memotret bunga-bunga liar yang menurutnya lumayan indah.

"Gila tuh temen lo." Ucap Echan seraya menyenggol pundak Chia, ia hanya terkekeh melihat Echan memperagakan kelakuan Ara. Beruntung saja Ara tidak menyadari tingkah Echan.

"Si Ara semalem ngigo," ucap Chia, tanpa menoleh ke arah Echan, ia tetap memerhatikan Ara.

Echan yang tengah minum menoleh, "Ngigo? seumur-umur kenal tuh bocah, baru kali ini denger dia ngigo." Chia mengangguk, ia menoleh ke arah Echan. "Gue juga baru pertama kali denger dia ngigo, mana tidurnya kayak ga tenang gitu," jelas Chia mengingat bagaimana paniknya ia semalam melihat Ara meracau dalam tidurnya.

"Ngomong apa dia?" tanya Echan, ia masih menatap Chia yang juga menatap ke arahnya. Chia diam sejenak, ia nampak ragu untuk beritahu pada Echan apa yang ia dengar dari racauan Ara.

Chia menghela napas, "Semalem dia-"

"ECHAN! CHIA! LO BERDUA HARUS LIAT INI!" Ucapan Chia terputus begitu Ara berteriak memanggil mereka seraya berlari mendekat. Chia melirik Echan sejenak sebelum memerhatikan apa yang akan Ara beritahu pada mereka.

"Kenapa nyet?" tanya Echan, ia menatap Ara yang masih terengah-engah seraya menunjukkan ponselnya, "Liat, ini bayangan doang apa orang sih?" Kata Ara menunjukan hasil potretnya, Ara memperbesar titik yang ia maksud membuat Chia dan Echan mencoba untuk melihat jelas gambar tersebut.

"Bayangan ini mah, pohon itu ya?" Echan menunjuk salah satu pohon di dekat pagar pembatas lapangan. Ara mengangguk, "Iya, emang bener bayangan ya?" Ara masih ragu ia terus memperhatikan gambar tersebut begitu juga Chia.

Gadis itu nampak serius memperhatikan gampar yang Ara tunjukkan, "Lebih ke kumpulan asap item dibandingkan bayangan." Gumam Chia seraya memeluk lengan Echan, karena tiba-tiba saja tubuhnya merinding.

Evanescent [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang