Nineteenth Page

101 30 4
                                    

Bell pulang berbunyi membuat para murid berhamburan dan berlomba-lomba meninggalkan sekolah, kecuali murid-murid yang mempunyai kegiatan di luar jam sekolah. Seperti Nata dan Jeno. Karena kemarin latihan diliburkan, hari ini mereka harus latihan lebih awal dari sebelumnya. 

Latihan basket biasanya dimulai setengah jam setelah bell pulang. Akan tetapi, kali ini mereka harus latihan dua puluh menit lebih awal. Nata dan Jeno sebelum bell pulang sudah keluar kelas dan menunggu di kantin, mereka sengaja keluar lebih awal agar ada waktu senggang sebelum latihan. Lagipula, kelas mereka tidak ada guru dari jam pertama.

Nata sedari tadi memperhatikan Jeno, sahabatnya itu terlihat aneh semenjak keluar dari kelas sebelum jam istirahat.

Nata menyenggol bahu Jeno, membuat sang empunya menoleh dengan ekspresi lesu, "Kenapa sih? kayak ga makan setahun." Cibir Nata seraya menyodorkan siomay.

Jeno menggelengkan kepala, ia menghela napas lalu menatap sekeliling. "Nat," panggil Jeno, Nata hanya berdeham karena mulutnya penuh dengan siomay. Jeno seperti berpikir sejenak sebelum bertanya pada Nata.

"Lo ... beneran ga inget waktu gue cerita soal mawar Ara?" Nata menoleh, ia mengangguk lalu berusaha menelan paksa siomay yang tengah ia kunyah, "Lo belom bilang apapun, baru mau bilang tapi bang Tian udah manggil," ungkap Nata.

Jeno kembali terdiam, mengingat kembali kejadian beberapa hari lalu. Ia sangat yakin jika sudah menceritakannya pada Nata, tetapi kenapa Nata seakan lupa ingatan hanya beberapa waktu itu saja.

"Em ... waktu gue main sama Injun, dia juga bahas mawarnya Ara. Dia bilang liat mawar Ara bersinar gitu, persis kayak pertanyaan dia kemaren. Sebenernya gue gamau pusing sama hal itu, tapi lo juga bahas itu mulu belakangan ini." Jeno terdiam mendengar ucapan Nata, ia bingung harus memberitahu bagaimana jika Nata sendiri tidak melihatnya langsung.

"Gue susah banget mau jelasinnya, tapi ini beneran, Nat." Jeno berenti sejenak, ia melihat sekeliling lalu memajukan tubuhnya mendekat ke arah Nata, "Gue liat sendiri, kalo mawarnya Ara beneran bersinar. Gue yakin lo ga akan percaya, tapi bukan cuman gue yang udah liat. Injun bahkan Echan juga, Nat," jelas Jeno dengan suara berbisik. 

Sebenarnya kantin tidak terlalu ramai, tetapi Jeno juga takut jika ada yang mendengar dan jadi boomerang untuk Ara. Ia gamau kalo Ara sampe diomongin yang tidak-tidak, walaupun ia sudah membicarakan yang tidak-tidak tentang Ara.

Nata masih terdiam, ia menatap piring yang tersisa bumbu siomay, "Gue ga pernah percaya sama hal spiritual, apa lagi yang kayak gitu. Kedengeran ga masuk akal aja, tapi gue juga penasaran, tapi kalian juga ga bisa ngasih bukti apapun." Nata melirik Jeno, membuat sahabatnya itu kehabisan kata-kata.

Karena benar, mereka tidak bisa membuktikan apapun selain Nata melihat langsung. Tiba-tiba saja Jeno teringat sesuatu. Ia merogoh saku almamaternya, mengambil ponsel dan membuka roomchat dengan Echan.

"Lo bisa dengerin ini, Nat. Sebenernya ini video mawar Ara lagi bersinar, tapi setelah selesai ngerekam hasilnya malah begini. Lo harus denger deh, gue kayak ga asing sama suaranya tapi gatau kapan dan dimana pernah denger nih suara." Jeno menyondorkan ponselnya, ia juga tergesah-gesah memasangkan headphone ke Nata.

Nata menepis tangan Jeno, karena terlalu tergesah-gesah, headpone-nya sempat mengenai mata Nata, "Pelan-pelan bangsat!" Nata memilih untuk memakai sendiri. Jeno hanya terkekeh, ia memulai video tersebut dengan volume full.

"Jen...." Nata memegang lengan Jeno, ia menoleh dengan gerakan kaku membuat tubuh Jeno bergidik melihatnya.

Jeno menelan air liur melihat tingkah Nata, "Ke-kenapa, Nat?" tanya Jeno, tetapi Nata hanya terdiam dengan tubuh menegang seraya menatapnya.

Evanescent [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang