Forty-second Page

72 16 6
                                    

Di ruangan dengan penerangan redup, suara isak tangis saling bersahutan, menggema keseluruh penjuru ruangan. Tangisan bahagia dan sedih menjadi satu dalam pelukan hangat. Pelukan tersebut terlepas secara perlahan, sorot matanya memperhatikan penampilan sang sahabat yang jauh dari kata baik-baik saja.

Wajah yang biasanya tampak bersih nan ayu kini terlihat teramat kusam juga rambut yang biasanya lurus dan berkilau kini terlihat kusut dan berantakan. Ara yang selalu memakai pakaian rapih nan anggun kini hanya memakai gaun putih polos dengan noda bercak darah dibeberapa bagian. Pandangannya jatuh pada jari-jemari Ara yang terlihat tidak terbalut kuku, hanya daging berbalut darah yang sudah mengering. Chia kembali menangis melihat keadaan Ara saat ini, ia tak bisa membayangkan apa yang Ara alami ketika tertangkap oleh Tian.

Ara tersenyum melihat Chia menangis, ia mengusap pundak Chia yang terus bergetar, "Gapapa, kalian udah berhasil nyelamatin gue, yok sekarang ke ruangan bunga abadi, pasti Echan udah ada di sana," ucap Ara berusaha menenangkan Chia yang mungkin masih sangat terkejut dengan apa yang sudah ia lewati serta melihat penampilan sahabatnya ini.

"Oiya, sebentar ... gue harus ngasih tau yang lain." Chia mengusap air matanya, ia menggapai benang merah yang terikat di lengannya, saat ia hendak menarik benang tersebut ia terdiam lalu menatap ke arah Ara yang hanya diam melihat apa yang akan Chia lakukan.

Keduanya saling pandang sebelum Ara menaikan satu alisnya, "Sandi morse A, apasih, Ra?" pertanyaan Chia membuat Ara terkekeh lalu mengacak rambut Chia walaupun ia harus menahan sakit, karena jemarinya bergesekan dengan beberapa helai rambut Chia.

° ° °

Lilo terus menatap jam di tangannya, sudah dua puluh menit dari Jeno memberi tahu jam berganti pada Echan, tetapi tidak ada respon apapun dari jiwa-jiwa yang ditugaskan olehnya. Mereka terus menanti kemajuan dari ketiga jiwa tersebut, hingga Injun merasakan sesuatu dari Chia, setelah mencerna apa sinyal yang Chia berikan senyumnya merekah, ia menatap Lilo dan Jeno.

"Chia ... Chia, berhasil ketemu sama Ara," ucapan Injun membuat Jeno menghela napas lega, setidaknya ia tahu jika teman-temannya sudah berhasil menggagalkan hukuman Ara.

Lilo tersenyum, "Tinggal nunggu mereka kumpul dan semuanya selesai," ucap Lilo sedikit ragu, langkah mereka untuk memusnahkan kutukan memang satu langkah lagi, tetapi ia tak tahu apa yang terjadi di dunia sana, terlebih Nata tidak memberikan sinyal apapun padanya.

"Ka, Nata belum ada kabar?" tanya Jeno, ia kelewatan khawatir dengan Nata yang belum juga memberikan sinyal apapun pada mereka. Gelengan kepala Lilo membuat Jeno memejamkan matanya, jantungnya sangat berdebar memikirkan keadaan Nata.

° ° °

Setelah selesai melepas rindu juga memberi sinyal pada Injun, Chia teringat dengan batu yang Lilo berikan padanya, ia mengambil pecahan batu tersebut dan memberikan masing-masing satu pada Ara. Melihat pecahan batu biru dan merah tersebut Ara tersenyum, perasaannya menjadi semakin tenang ketika melihat teman-temannya seperti sudah menyusun rencana dengan baik.

"Ayo." Ara menganggukkan kepala, mereka dengan hati-hati membuka pintu dan memastikan keadaan sekitar. Sunyi, tentu itu yang mereka rasakan, lorong ini selalu sunyi, penjaga akan datang jika dapat perintah untuk mengambil Ara setelah hukuman tersebut selesai.

Setelah merasa cukup aman, Chia dan Ara berlari menuju lorong bunga abadi, tepat di mana Chia dan Echan berpisah. Namun, Chia kembali melakukan kesalahan, ia terlalu senang hingga melupakan tugasnya untuk mematikan setiap lentera saat mereka menyusuri lorong. Alhasil, suara langkah kaki dari depan mereka terdengar sangat ramai, Ara dan Chia saling pandang dengan wajah khawatir.

Evanescent [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang