Tidak seperti biasanya, Pagi ini Echan sangat tidak bersemangat untuk pergi sekolah. Barang bawaannya sama sekali belum dirapihkan, bahkan posisi koper tidak berpindah dari awal ia sampai. Setelah selesai memakai seragam, Echan langsung mengambil tas dan ponsel sebelum turun untuk sarapan. Echan menuruni tangga sembari mengecek beberapa pesan masuk, karena ia tak sempat membuka ponsel seharian kemarin. Bahkan, Echan hanya dua kali membuka ponsel saat di rumah neneknya.
Langkah Echan terhenti kala melihat pesan dari Ara, ia menyipitkan matanya lalu berlari secepat mungkin menuju rumah Ara, tanpa memperdulikan Syara yang meneriaki namanya. Echan membuka pagar tergesa-gesa lalu berlari menuju rumah Ara yang kebetulan sekali pagarnya tengah terbuka lebar.
Napas Echan tak beraturan kala melihat bibi tengah mengeluarkan beberapa barang yang sepertinya tak terpakai. Dengan langkah gontai, Echan menghampiri bibi yang menahan tangis saat melihat dirinya. Echan memandang buku-buku tersebut dengan tatapan kosong, "Ara kemana, Bi?" Bibi tak mampu menjawab pertanyaan Echan, bibi hanya mampu meneteskan air mata. Tanpa menjawab apapun, bibi menyodorkan surat pada Echan.
Echan melirik surat yang diberikan oleh bibi, Echan memejamkan matanya melihat lima surat dengan tulisan nama dimasing-masing surat. Ia menggelengkan kepala, lalu membuka mata. dengan tangan gemetar hebat, Echan mengeluarkan ponsel dan mencari nomor Ara. Echan berusaha menelepon Ara, tetapi hasilnya nihil. Tak ada jawaban apapun.
Alhasil, ia menelepon Nata yang kebetulan memberikannya pesan, "Cepet ke sekolah sekarang! SEKARANG!" Jerit Echan lalu mematikan sambungan telepon, dengan napas memburu Echan berlari kembali ke rumahnya untuk mengambil kunci motor. Namun langkahnya dihentikan oleh Dion yang dengan sigap memeluk anak semata wayangnya.
"Ayah anter, bahaya kamu naik motor gini." Dion berusaha menenangkan Echan yang perlahan menumpahkan emosinya di pundak sang ayah. Syara hanya mempu menangis dengan diam melihat Echan menangis dengan hebat di pundak ayahnya, ia memeluk erat ponsel setelah membaca pesan dari Lea.
Leaku tayang
|Ra, makasih buat semuanya ya? makasih udah jadi sahabat terbaik gue
|Gue ga akan nyalahin keluarga lo, karena ini pure keinginan gue buat bisa punya anak.
|Gue sekeluarga memutuskan buat pindah, entah ke negri apa kita belum tau pasti.
|Doain gue, Leon, terutama Ara baik-baik aja ya?
|Maaf terlalu mendadak, maaf juga bikin bunda jadi sakit karena mencoba buat gantiin Ara.
|Sorry, karena tetap memilih kabur. see u, Ra. Entah tetap di dunia, akhirat, atau kehidupan selanjutnya. Gue seneng banget bisa ketemu dan bersahabatan sama lo.
° ° °
Jenooanjing
|dimana?
depan ruangan lo|
|gece, mumpun belom rame
|y
Echan segera berlari setelah membalas singkat pesan Jeno, tanpa memperdulikan wajahnya yang masih terlihat sembab, Echan berlari menuju ruangannya. Benar apa yang dikatakan Jeno, ruangan mereka masih sangat sepi, entah para murid yang belum datang atau mereka memilih untuk bermain-main dahulu. Echan yang baru saja datang langsung duduk di samping Nata.
Mereka hanya diam beberapa saat sampai Jeno akhirnya menghembuskan napas untuk memulai obrolan pagi ini, "Ara pamit, semalem gue ada call sama dia. padahal gue call hampir sepanjang malem, tapi gada sedikitpun dia nyinggung mau pindah. eh, paginya dia malah ngirim kayak gitu digrub." Tak ada yang merespon ucapan Jeno untuk beberapa detik sampai Injun tiba-tiba buka suara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Evanescent [END]
FantasyBeberapa orang, mungkin mempunyai kepribadian yang mengejutkan bahkan untuk orang terdekat. Terkadang, apa yang kita lihat belum tentu bisa menjawab semuanya. Karena pada dasarnya, sebuah pertanyaan tidak memiliki jawaban yang masuk akal, bukan? Seb...