Lembayung Senja - Prolog

24.9K 1K 9
                                    

Tubuh ramping itu terus bergerak, membentuk lekukan indah seiring dengan melajunya kedua kaki berbalut boots seluncur diatas hamparan es yang dingin. Cantik, indah, dan luar biasa. Itu mungkin penilaian yang orang-orang berikan terhadap wanita bersanggul indah yang masih berlenggok mengikuti irama musik ballad dengan penuh penghayatan. Kedua jemari tangan yang begitu lentik terlihat menjadi pemanis betapa sempurna si skater tersebut, tanpa mengetahui makna sesungguhnya dari tarian tersebut.

Angsa yang dipatahkan sayapnya. Kira-kira seperti itulah Jean saat ini, memuntahkan seluruh rasa pedih yang memenuhi hatinya ke dalam setiap gerakan hingga membuat para penonton terpukau. Sayangnya, mereka tidak tahu bahwa Jean sampai menjatuhkan buliran bening dari sudut matanya dan tubuhnya berputar dengan cepat sebelum akhirnya membungkuk tepat setelah musik berhenti. Penampilan sempurna meski dalam keadaan menyakitkan.

Dengan bergetar Jean mengangkat kepalanya, mengedarkan mata ke segala penjuru arah dimana semua orang memberikan tepukan tangan pun kedua orang tua yang memandangnya penuh dengan bangga. Sayang seribu sayang, ratusan orang tersebut tak membuat Jean merasa puas karena tak mendapati seseorang yang ia harapkan kehadirannya. Orang yang turut andil dalam suksesnya penampilan terakhir Jean diatas sini setelah lima belas tahun lamanya dia berjuang, membangun nama baiknya sebagai seorang figure skater.

Lantas Jean menghembuskan napasnya yang terasa begitu berat dengan kasar, membalikan tubuhnya perlahan sebelum akhirnya melenggang pergi meninggalkan arena tersebut dengan kedua tangan yang mengepal kuat.

Lagi-lagi, ia dibohongi.

Jean sering mendengar kutipan "temani priamu dari nol maka kamu layak disebut wanita," begitu katanya sehingga membuat Jean merasa termotivasi untuk menjadi salah satu wanita hebat yang mampu mencintai satu pria dengan memberikan dukungan sepenuhnya, tidak meninggalkan saat kesulitan dan hanya datang ketika senang. Namun apa jadinya jika ternyata selama ini Jean hanya dijadikan obat ketika terluka dan ditinggalkan saat luka tersebut telah pulih?

Mencintai seseorang dengan sangat tulus seperti ibunya mencintai ayahnya, hingga Jean lupa kalau sang ibu pada akhirnya dicampakan bak seonggok sampah tak berguna. Dan apakah hal tersebut juga akan terjadi kepadanya?

Nyatanya Jean bersalah, karena sudah mencintai seorang pria dengan sepenuh hati disaat seharusnya dia melibatkan logika. Karena pada akhirnya Jean hanya akan dianggap bodoh dan tidak tahu malu.

****

Secangkir teh diatas meja tampak mengepul diantara dua anak manusia yang saling berhadapan selama kurang lebih 30 menit itu. Belum ada yang mengeluarkan suara dan hanya terfokus pada apa yang ada dalam pikiran mereka satu sama lain, bahkan membiarkan hawa dingin masuk dari balik jendela yang terbuka.

Dari raut wajah keduanya tidak ada yang menunjukan kalau sesuatu baik terjadi. Senyuman maupun sapaan hangat seolah tidak pernah terjadi sehingga membuat keduanya tampak begitu canggung saat duduk bersama, atau mungkin orang-orang tidak akan percaya jika mereka memiliki cerita selama kurang lebih lima tahun sebelumnya. Karena mereka terlihat seperti orang yang asing baru bertemu baru saja.

"Kenapa harus begini?" Si pria lantas memilih mengalah dan menekan ego, menjadi yang pertama memecah keheningan saat tahu bahwa semuanya hanya akan berakhir sia-sia kembali jika tidak ada yang mau mengalah.

Wanita berambut panjang gelombang itu pun membalas tatapannya tak kalah lekat. "Karena emang udah jalannya. Aku hanya mengikuti alur dan gak mau memaksa apa yang bukan menjadi milikku," jawabnya dengan nada tenang yang justru berhasil menikam hati sang pria.

Binar di kedua matanya sudah lama redup, kehilangan binarnya tepat setelah sang cinta pergi, tak sudi lagi meninggalinya. "Tapi aku masih cinta sama kamu. Apa gak bisa-"

"Keputusan aku udah bulat dan gak akan berubah. Aku justru menyesal dan gak seharusnya aku kembali lalu membuat kekacauan. Harusnya ... aku udah liat kamu bahagia sama orang lain," tuturnya panjang diakhiri dengan seutas senyuman tipis di wajahnya yang ayu.

Pria dihadapannya sontak menunduk, memejamkan kelopak mata sembari mengepalkan kedua tangan dengan begitu erat -menyalurkan seluruh emosi yang bertumpuk, di sana. "Lupain aku dan lanjutin hidup kamu. Apapun yang terjadi kemarin, biarlah tetap ada disana dan jangan sampai ngeganggu masa depan kamu. Selain itu, kamu gak cinta sama aku. Itu cuman kata-kata yang terlontar dari bibir, bukan hati." Wanita tersebut semakin menarik lebar setiap sudut bibirnya lalu mengulurkan tangan dan mengusap lembut rambut tebal si pria yang sempat menjadi kesayangannya.

"Kamu akan bahagia setelah ikhlasin semuanya. Aku yakin."

Namun masalahnya disini dirinya tidak yakin sama sekali. Dia terlalu takut kehilangan untuk yang kesekian kalinya.

****

Hehe ...  yang baru lagi yaaa!
Dimohon untuk selalu memberikan dukungan kepada penulis dengan cara memberi vote atau komentar👍

Lembayung Senja (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang