Lembayung Senja - 28. Lelap Haru Ditaman

4.3K 297 5
                                    

Dengan langkah yang terkesan santai Dea menjajakan kedua kakinya disebuah taman, seorang diri. Sengaja ia datang karena rasanya Dea sangat lama tidak pergi ke tempat yang penuh dengan kenangan, kali ini Dea merindukannya dan memutuskan untuk pergi kesana setelah urusannya disekolah selesai. Ternyata pergi ke tempat tersebut sendirian bukan solusi yang buruk, karena Dea bisa menikmati waktunya tanpa harus banyak bicara. Cuaca sejak pagi cukup cerah sehingga sore ini langit masih nampak terang meski dalam beberapa jam lagi kegelapan akan menelannya.

Perempuan itu berhenti tepat didepan salah satu kursi batu dan mendudukan bokongnya perlahan, setiap sudut bibirnya tertarik hingga membentuk sebuah senyuman tipis. Setelah sekian lama Dea kembali merasakan ketenangan dalam dirinya. Sebelumnya, jangankan untuk ketenangan, bisa tersenyum saja Dea sudah untung meskipun rasanya begitu berat.

Masalah yang menimpanya dan keluarga membuat suasana terasa jadi membingungkan bagi Dea. Hubungannya dengan sang ayah yang menjadi begitu dingin pun dengan Gama yang tak menemukan titik terang. Semuanya terasa begitu melelahkan bagi Dea.

Gadis itu terlihat mengeluarkan ponsel dari dalam tasnya untuk beberapa saat kemudian dia angkat didepan wajahnya, dilayar ponsel sudah terpampang sebuah hasil jepretan kamera dimana disana terdapat dirinya dan seorang pria dengan latar taman yang sama. Melihatnya senyuman Dea kontan merekah sempurna.

"Kalo ada kesempatan, aku mau suatu saat nanti kita kesini bareng-bareng lagi. Gakpapa bukan sebagai pasangan seperti dulu, karena sebagai temanpun aku udah bahagia." Sedang asyik memandangi potret diri, Dea dibuat terkejut ketika tubuhnya terdorong hingga kontan ponsel ditangannya tergelincir dan nyaris jatuh ke atas beton jika saja tidak ada tangan lain yang menangkapnya secara gesit.

Kedua kelopak mata Dea terangkat seketika, namun melihat ponselnya baik-baik saja dia langsung menghela lega dan kembali menegakan tubuhnya.

"Lain kali jangan terlalu fokus sama dunia sendiri. Anak-anak disini nakal, mainnya suka nabrak orang. Nih!" Dea mencebikan bibirnya dan menerima ponsel tersebut lalu mendongakan kepalanya untuk menatap orang tersebut.

"Tau dari mana aku disini?"

Theo, pria itu menelengkan kepalanya. "Apa, sih, yang enggak aku tau tentang kamu, hm?" Sebelah alis Dea terangkat bingung, membuat pria tersebut lantas terkekeh dan mencubit pipinya. "GPS," ujarnya yang langsung Dea tanggapi dengan anggukan.

Sudah tidak aneh lagi untuk Dea jika Theo mengetahui kemanapun dirinya pergi dan seharusnya Dea tak perlu bingung, GPS ponselnya yang tersambung dengan ponsel pria itu sudah pasti dapat memberikan informasi pada Theo, sehingga saat Theo kehilangan Dea maka pria itu bisa menyusulnya dengan mudah.
Awalnya Dea merasa keberatan karena merasa dia diuntit dan tidak punya privasi, tapi semua orang terdekatnya selalu menekankan jika banyak bahaya disekitar mereka dan Dea tidak akan bisa menanganinya seorang diri jika dirinya sedang tertimpa masalah.

Ya, kenyataannya sekeras apapun Dea berusaha ingin mandiri, orang disekitarnya tetap menganggap Dea adalah orang lemah yang membutuhkan perlindungan.

Menyadari perubahan raut wajah Dea, Theo membuang napasnya secara kasar. "Kamu mau sendiri?" Tanyanya, seolah tahu apa yang sedang perempuan itu pikirkan.

Namun, dengan cepat Dea menggeleng seraya melemparkan senyumannya. "Nanti aku disangka diculik lagi. Lagian kayaknya udah biasa juga," timpalnya.

Sayangnya Theo tidak suka saat Dea sudah bersikap murung seperti itu. Dia langsung merasa bersalah dan kembali mengambil ponsel Dea, membuat sang empu mengerutkan dahi dan mencoba untuk merebutnya kembali.

"Kenapa, sih? Balikin gak? Theo, aku lagi gak mau becanda!"

"Aku bakal hubungin Gama supaya dia kesini--" bola mata Dea melebar seketika. Lagi, perempuan itu berjinjit untuk mengambil secara paksa ponsel digenggaman Theo.

Lembayung Senja (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang