Lembayung Senja - 8. Tak semua pertemuan berakhir mengesankan

2.9K 278 1
                                    

"Pukul terooos sampai benjol!"

Layangan tatapan tajam langsung Jean hadiahi kepada Mahes yang baru saja pulang dari sekolah, anak itu terlihat sangat kumal dengan aroma tak sedap khas keringat membuat Jean semakin memandangnya dengan sebal. "Apaan, sih? Masuk sana terus mandi, gak sadar apa badan lo bau kodok zuma!" Bola mata anak itu seolah hendak keluar dari tempatnya dan langsung membaui tubuhnya sendiri.

"Enak aja! Lagian ngapain, sih, Kak bengong diluar? Kalau mau ngelamun didalem sana, biar gak kesambet." Memang pada dasarnya Mahes tidak suka melihat Kakaknya itu tenang, sikapnya yang menyebalkan kadang tidak bisa Jean toleransi saking berlebihannya.

Mahes selalu tidak bisa menempatkan candaan itu diposisi mana.

Tak ingin membuat masalah dengan menimpali adiknya lagi, Jean kembali fokus pada apa yang sedari tadi mengganggu pikirannya. Bohong sekali kalau dia mengatakan tidak kepikiran dengan perkataan Ale mengenai foto Gama bersama seorang perempuan -yang diketahui ialah mantan pacar Gama.
Apa yang dibilang Ale tidak salah, kalau memang sudah move on kenapa foto itu hanya dilipat alih-alih membuangnya? Gama memiliki foto lain yang lebih bagus untuk dipajang dibanding foto itu.

Hal yang membuat Jean semakin tidak tenang adalah, mengingat jika dulu Gama sempat menolaknya karena perempuan itu. Mengapa Jean sangat yakin? Karena Jean tahu bahwa Gama sempat berhubungan lama dengan wanita itu, namun sayangnya Jean belum pernah bertemu secara langsung saat mereka masih berpacaran. Jean juga tidak tahu kenangan apa saja yang telah mereka lalui, pun dulu mereka berpisah juga karena sepihak meninggalkan, jadi ada kemungkinan Gama masih belum move on sepenuhnya bukan?

Wanita itu berdesis pelan, dia kembali mengacak rambutnya sembari memanyunkan bibir. Padahal Gama sudah mengatakan jika pria itu menyayanginya, lalu kenapa Jean harus secemas ini? Bukankah bertanya seperti itu sama saja dengan Jean tidak memercayai Gama? Dan Jean tahu betul jika cinta tanpa kepercayaan itu kosong.

"Ah ... kok, bego, sih, Jean! Mereka bahkan udah putus sebelum lo ketemu sama Gama, mana mungkin Gama masih belum lupain dia? Astaga."

Keesokan harinya, kegiatan setiap hari selasa Jean pergi untuk mengajar anak-anak kembali dan mencoba untuk mengalihkan apa yang sejak kemarin mengganggu dengan kesibukan. Selain itu, sikap anak-anak yang masih polos mampu membuat suasana hati Jean naik dengan drastis sehingga hari itu Jean sangat bersenang-senang.

Sayangnya, terkadang keadaan tak selalu sesuai dengan harapan. Niat hati ingin melupakan pemikiran negatif yang terus menghantui, satu pesan dari sang teman justru meluluhlantakan kembali perasaan Jean hanya dengan sebuah foto yang terkirim.

Luna: *pict
Luna: gue gak mau mikir negatif dulu jadi gue mau tanya, apa lo lagi ada masalah sama cowok lo? Atau mata gue yang emang rabun ini udah salah liat dia lagi makan sama cewek lain?

Genggaman tangan Jean pada benda tersebut melemas seketika. Pandangannya mendongak dan menatap para anak-anak yang tengah tertawa seraya berseluncur diatas lapangan es. Kenapa perasaannya jadi tak tenang sekarang?

Setelah memastikan murid-muridnya pulang dengan aman, Jean tak langsung pergi dari tempat tersebut. Wanita itu memilih mengenakan sepatu skatenya dan berlari ke tengah hamparan es untuk menunjukan skill yang dia miliki dari pengalamannya selama ini, dimana Jean bukan hanya semata-mata bergerak lincah tapi juga melampiaskan seluruh yang dia rasakan di tempat tersebut.

"Kalau seseorang masih nyimpan salah satu barang yang menyangkut masa lalunya, bukannya orang itu masih terjebak disana, ya?" Suara Ale bak sebuah genderang yang terdengar begitu memekakan bagi siapapun yang mendengar, dan dengan ajaibnya mampu menjalar hingga hati memberikan reaksi sakit yang luar biasa.

Jean tidak mau berpikiran buruk tentang Gama dan dia mempercayai pria itu, tetapi bukan berarti Jean tidak bisa cemburu, 'kan? Ia tahu bahwa dirinya salah karena sudah berpikir macam-macam sebelum mengetahui kebenaran dari mulut Gama sendiri, tentang semua foto-foto yang Jean dapatkan. Tapi, nyatanya semua itu tetap mempengaruhinya.

Sangat sulit bagi Jean untuk mendapat Gama dalam hidupnya, membutuhkan perjuangan serta waktu yang lama agar hati pria itu bisa luluh kepadanya. Namun, mengingat kembali jika Gama pernah menolaknya demi kekasihnya waktu itu, apakah Gama akan melakukan hal yang sama kepadanya jika seseorang datang dan menawarkan cinta baru?

"Aaaaaaaaa!" Kepalanya terasa penuh pun hati yang sesak, Jean tidak ingin menangis tetapi dia rasanya sangat marah. Marah kepada dirinya sendiri yang harus meragukan hubungannya dengan Gama selama dua tahun ini, seharusnya Jean bisa lebih dewasa dan tahu jika Gama tidak akan berbuat buruk di belakangnya.

Ya, seharusnya begitu. Bukannya malah merasa takut tidak jelas yang berimbas pada semua orang. Kau bukan anak kecil lagi, Jean!

Tepat pada pukul delapan malam Gama menghentikan kendaraannya di sebuah halaman parkir tempat biasa Jean mengajar. Sebenarnya Gama sedikit bingung karena tidak biasanya Jean menghabiskan waktu selama itu berada di tempat latihan, setidaknya jam empat sore perempuan itu sudah menghubunginya untuk mengingatkan agar tidak lupa menjemput. Namun, melihat sosok bertubuh mungil itu keluar dari pintu lobi dengan gurat keceriaan terpancar di wajahnya, kebingungan itu langsung sirna dan terganti dengan senyuman lebar yang ia pasang.

"Haiii!" Jean menyapa setelah membuka pintu mobil dan mengambil posisi duduk di samping kemudi, lalu menerima botol minuman dingin yang Gama sodorkan dan menenggaknya dengan rakus.

"Pelan-pelan, Je ... astaga, haus banget apa?" Gama menyelipkan anak rambut Jean yang berantakan, ke belakang telinga wanita itu sedangkan sang empu hanya cengengesan.

Jean mengatur napasnya sejenak sebelum akhirnya melemparkan senyuman lebar. "Hari ini ... aku happy banget karena bisa latihan lagi kayak dulu. Rasanya udah lama gak seluncuran kayak tadi padahal baru dua bulanan aku pulang dari Spain," gerundelnya menunjukan keanatusiasan yang dirinya rasakan, dimana hal tersebut juga ikut membuat Gama merasakan hal sama.

Memiliki pasangan dengan sifat bertolak belakang dengannya menjadi kelebihan tersendiri bagi Gama, dimana Jean dengan sifatnya yang ceria serta cerewet selalu membuat Gama merasa suasana disekitarnya lebih hidup. Dia tidak akan kehabisan topik pembicaraan karena apapun dengan Jean terasa selalu menyenangkan.

"Tapi ...." Jean mendadak menggantungkan perkataannya disertai ekspresi yang mendadak berubah. "Sayang banget aku gak bawa medali emas waktu itu, saingannya berat-berat, sih!"

Gama kontan terbahak, pria itu menangkup kedua pipi Jean dan mengusapnya berulang kali. "Kamu berhasil bawa perunggu, itu udah hebat banget!"

"Tapi aku bisa lakuin yang lebih baik, Gama!" Balas Jean merengek.

"It's okay, kamu udah bekerja keras dan udah luar biasa hebatnya. Kamu juga udah pernah dapet medali emas dari berbagai kompetisi. Kamu harus banggain diri sendiri sesekali dan terima kasih sama diri kamu sendiri kalau kamu udah lakuin yang terbaik. Aku sering banget liat kamu terlalu keras bahkan kamu abain rasa sakit kamu ... ini apa?!" Pria itu menghentikan ucapannya saat tatapannya tanpa sengaja menemukan sebuah luka memerah di kedua telapak tangan Jean.

Menyadari hal tersebut, Jean berusaha hendak menyembunyikannya namun kalah cepat dengan Gama yang lebih dulu menahan pergelangan tangannya. Wanita itu gelagapan seketika. "A-ah ... ini tadi gak sengaja keseret pas jatuh. Tapi gak sakit, kok, seriusan!" Gama mendesah pelan lalu menyentil dahi lebar Jean sampai sang empu meringis.

"Ini merah sebegininya gak sakit gimana? Kamu latihan gak pakai sarung tangan pasti, jadi pas jatoh langsung gini karena nahan badan. Je, aku udah sering bilang untuk selalu gunain safety tiap latihan. Gak dengerin, sih, jadinya gini kan!" Pria itu menghentikan omelannya lalu menarik dua telapak tangan Jean agar menengadah dan meniupnya secara bergantian untuk meringankan sensasi perih.

Diam-diam Jean menatap Gama dengan bola mata yang berbinar, mendapatkan omelan yang berisi perhatian itu tentu saja Jean senang. Membuat Gama berbicara seperhatian itu sedikit sulit dan harus menggunakan effort lebih. Tapi tidak mungkin kan kalau Jean harus sengaja terluka dulu baru diperhatikan?

****

Bersambung....

Lembayung Senja (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang