Lembayung Senja (TAMAT)

Lembayung Senja - 3. Tuhan itu adil

Banyak orang bilang bahwa keluarga yang bahagia adalah mereka yang kehidupannya tak pernah mengalami kesulitan. Istri yang menurut, suami yang setia, dan anak-anak yanh cerdas serta baik. Padahal nyatanya tak semua yang terlihat baik kelihatannya selalu seperti itu, orang-orang terlalu terbuai dengan pemandangan yang mereka lihat alih-alih kenyataan bahwa sebuah keluarga tidak akan bisa berdiri kokoh begitu saja jika tidak ada yang menopang.
Jean pernah mengalami hancurnya keluarga sebelum kehangatan itu saat ini dirinya rasakan. Keluarga yang orang-orang adalah definisi dari keluarga cemara yang sesungguhnya. Tetapi mereka tidak tahu jika pria yang saat ini menjadi ayah Jean, bukanlah ayah kandungnya.

Sebelum Jean tumbuh menjadi wanita dengan sejuta mimpi dan cinta, dia pernah menjadi seorang anak dengan mental terluka. Melihat orang tuanya yang semula saling mencintai berubah jadi melemparkan kebencian serta teriakan makian. Dia dan mamanya ditinggalkan, berjuang untuk bangkit dari keterpurukan yang disebabkan oleh pria yang sangat Jean cintai hingga memberikan luka mendalam bagi dirinya sebagai seorang anak.

Jean sering mendengar, katanya cinta pertama anak perempuan adalah ayahnya dan kehadiran sosok ayah itu sangat berarti bagi seorang anak perempuan dalam kehidupannya. Namun nyatanya yang mampu mengisi posisi tersebut sekarang justru adalah pria lain, sosok ayah tirilah yang memberikan Jean kasih sayang dan dukungan layaknya seorang ayah kandung yang bahkan Jean tidak tahu dia masih hidup atau tidak -mati pun sebenarnya Jean tidak peduli.

Karena ayah tirinya Jean menjadi perempuan seperti sekarang dan Jean berpikir bahwa betapa beruntungnya mama yang pernah dipatahkan, kini bertemu dengan cinta yang benar-benar adalah sejati untuknya. Mamanya diperlakukan layaknya ratu dan juga mendapat kasih sayang hanya untuk dirinya sendiri, tidak terbagi-bagi kecuali untuk anak-anaknya. Tidak heran jika Jean juga sangat menyayanyi Ayah yang sudah dia anggap seperti ayah kandungnya sendiri.

Saat pertama kali Jean mengatakan bahwa hatinya jatuh kepada seseorang, ayah menjadi anggota keluarga yang mendukungnya penuh untuk memerjuangkan perasaan itu. Alih-alih menyuruhnya sebagai wanita anggun yang menunggu mendapat pernyataan, ayah justru menyuruhnya untuk mengungkapkan. Katanya, cinta itu pasti dirasakan oleh siapapun dan udah menjadi hak kita kalau memang kita ingin mengutarakannya. Toh, tidak ada hukuman untuk orang yang jatuh cinta jadi jangan merasa bersalah karena kamu gak berbuat tindakan kriminal. Tidak aneh kalau Jean sangat berani mengungkapkan perasaannya sampai tiga kali, meskipun memalukan namun nyatanya justru menjadi kenangan yang paling membekas.

Dan sejak hari itu, Jean bertekad bahwa dirinya akan selalu bahagia pun berjuang untuk memertahankan kebahagiaannya.

"Iya, disana ... lebih kenceng dikit, yaa!" Seperti saat ini contohnya. Jean sedang memberikan kebahagiaan kecil kepada Ayah dengan memijit kedua kaki paruh baya tersebut karena katanya terasa pegal gara-gara memancing kemarin.

Ayah itu suka sekali memancing dan saat pulang beliau bisa membawa tiga sampai empat ekor ikan yang nantinya akan mereka nikmati bersama-sama. Lihat, 'kan? Sederhana sekali untuk berbahagia.

"Yah?"

"Hm? Apa? Mau nikah?" Jean berdecih dan dengan cepat menggeleng.

"Bukan itu!" Tukasnya. "Kalo misalnya aku beneran vakum aja, gimana?" Pertanyaan tersebut langsung terlontar dari mulut Jean hingga membuat sang Ayah tersentak dan terdiam seketika.

Untuk sejenak tidak ada yang bersuara diantara mereka, keheningan menyelimuti keduanya dan atmosfer pun berubah menjadi lebih serius. Ayah tahu betul secinta apa Jean terhadap seluncur es dan putrinya itu terlihat seperti seorang ratu saat berada disana, seolah itu memang tempat seharusnya Jean berada. Tentunya pertanyaan tersebut membuat Ayah terkejut karena selama ini Jean hanya bilang kalau dia sedikit lelah dan ingin beristirahat sebentar, tidak sampai ke vakum.