Lembayung Senja - 39. Takut Kehilangan

4.8K 315 6
                                    

Aroma parfum menyeruak tepat setelah Gama menyemprotkannya ke area leher ketiak serta pergelangan tangannya, pria itu menarik jaket denimnya dari dalam lemari dan mengenakannya sehingga berpadu dengan kaus putih dibagian dalam. Senyumannya mengembang dengan manis setelah melihat penampilannya didepan cermin.

"Abang mau liat cermin berapa kali lagi? Aku aja yang liat dari tadi bosen banget. Gak bakal berubah juga muka Abang," celetuk Ale --gadis yang sejak pagi menjadi saksi kehebohan sang kakak dalam memersiapkan penampilannya, demi terlihat gagah saat didepan yang tercinta nanti.

Bukannya apa-apa, tapi menurut Ale, kakaknya tidak perlu tampil heboh-heboh juga sudah terlihat tampan lalu kenapa harus mengkhawatirkan hal tersebut? Toh, selama ini Gama juga tipe yang termasuk apik.

Mendengarnya Gama sontak terbahak. Pria itu menatap wajah adiknya yang tampak begitu jengah. "Ya, kan Abang takutnya ada yang kurang, Le!" Timpalnya membuat Ale mendengus sebal.

"Gak ada, Abang! Abang udah keliatan ganteng buanget. Mending Abang cepetan berangkat, deh! Telat nanti tau rasa."

Gama hanya cekikikan dan memilih untuk menuruti perkataan adiknya sebelum gadis itu semakin murka, karena sebelumnya Gama sempat menolak permintaan Ale yang mau ikut dan melihat penampilan Jean. Gama tidak ingin ada yang mengganggu dulu karena hari ini dia khususkan sebagai harinya bersama Jean, maka dari itu Ale terus cemberut.

Ketika hendak mengambil dompet, perhatian Gama langsung tertuju pada ponselnya yang menyala dan menunjukan sebuah panggilan masuk dari nomor bernama 'Dea'. Dia tidak tahu ada tujuan apa gadis itu menghubungi pagi-pagi begini, dan baru Gama sadari Dea sudah meneleponnya lebih dari tiga kali yang mana tidak Gama ketahui karena ponselnya dalam mode silent.

Memilih untuk mengabaikannya, panggilan akhirnya berakhir dengan sendirinya dan Gama langsung memasukan benda tersebut ke kantung jaketnya. Dia menoleh untuk kesekian kalinya pada Ale lalu melemparkan senyum.

"Abang berangkat dulu, ya! Kalo mau keluar kabarin Abang."

Jean bilang semalam kalau penampilannya akan dimulai pada pukul sepuluh karena acara dibuka dulu oleh para junior dan juga murid-murid Jean yang turut memeriahkan serta berpartisipasi terhadap acaranya. Dia tidak mau terlambat dan kembali menyia-nyiakan kesempatan dengan Jean, karena sudah berjanji tidak akan membuat perempuan itu kecewa lagi.

Saat didalam lift, Gama merasakan ponselnya bergetar dan berdecak lalu melihat satu panggilan dari --Daru?
Keningnya berkerut seketika, jempolnya bergerak menggeser ikon hijau dan siap bicara sebelum suara isakan seorang gadis terlebih dahulu menyambutnya.

"Dea?"

"G-Gama ... tolongin Papa ... aku mohon!"

****

Theo menghela napas kasar saat menatap sosok perempuan yang sedang termenung didepan ruang ICU, kedua tangannya terpaut dengan erat seolah sedang menguatkan diri sendiri disela kecemasan yang saat ini tengah dirasanya. Matanya terlihat memerah dan juga terus mengalirkan cairan bening yang tak dapat lagi ia tahan sejak kedatangannya ke tempat ini. Dia menghampiri Dea dan duduk disamping perempuan itu tanpa banyak kata.

"Apa dia bakalan datang?" Dea bertanya, tanpa mengalihkan sedikitpun tatapannya dari arah pintu ruangan yang tertutup rapat. Dimana saat ini ayahnya berada.

Theo menganggukan kepalanya dengan penuh keyakinan. "Gak usah cemas, dia pasti datang." Ia mengusak puncak kepala Dea dan mengusap air mata yang baru saja mengalir dipipi si wanita.

"Aku ... takut! Aku udah kehilangan Mama, aku gak mau kehilangan Papa juga. Kalo sampai Papa pergi, aku gak punya siapa-siapa lagi."

"Papa kamu kuat, dia pasti bisa bertahan dan kita akan lakuin segala cara demi dia. Oke?" Perlahan Dea menolehkan kepalanya hingga matanya bersitatap dengan sepasang obsidian Theo. Tangisannya tak bisa dibendung.

Lembayung Senja (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang