Lembayung Senja - 38. "Untuk Puitiskan, Sayang"

4.5K 305 7
                                    

Suara ketukan yang berasal dari arah pintu berhasil menghentikan kegiatan membaca Mahes. Pemuda yang siang ini hanya memakai kolor hitam dan singlet putih, terlihat begitu kumal dimata kakaknya yang baru saja masuk. Luka diwajahnya tampak membengkak sehingga Mahes tak terlihat seperti Mahes.

Sembari menjinjing sebuah kantung besar, Jean mendekati adiknya lalu duduk diatas ranjang bermotif abstrak kesayangan Mahes. "Udah diminum obatnya?" Tanyanya yang langsung Mahes jawab dengan anggukan kepala, tatapan pemuda itu tertuju pada barang yang dibawa oleh kakaknya.

"Itu apaan?"

Jean melirik jinjingannya lalu tersenyum kecil, diserahkannya benda tersebut pada Mahes membuat pemuda berambut sedikit ikal itu mengernyit bingung. "Hadiah, buat kamu." Bola mata Mahes berbinar seketika.

Jean yang paling tahu sesenang apa Mahes terhadap sebuah hadiah. Sejak kecil, Mahes suka ketika seseorang memberinya sesuatu sekalipun hanya tiga buah permen asal dibungkus menarik. Alasan yang membuat Mahes sempat ingin merayakan ulang tahunnya setiap bulan, karena katanya dia mau mendapatkan hadiah tiap bulannya. Maka dari itu dulu saat Jean di asrama dia selalu mengirimi adiknya hadiah setiap bulan dan Mahes selalu menerimanya dengan gembira.

Ekspresi sama seperti yang anak itu pasang kali ini. Mahes sampai bertekuk lutut diatas kasurnya hanya untuk membuka isi dari jinjingan yang kakaknya bawa, senyumannya semakin melebar ketika dia mengeluarkan sebuah kotak berwarna putih dan satu kotak lagi dengan warna kuning mencolok.

"Gundam? Lego? Kak, ini seriusan buat aku?!" Tanyanya histeris, tak percaya dengan apa yang saat ini dirinya lihat didepan mata.

Tak tahan dengan raut wajah adiknya, Jean langsung mengusap muka Mahes sampai sang empu meringis. "Iya, buat lo. Semuanya dari Gama, sih, bukan gue." Pernyataan tersebut membuat Mahes bersorak seketika.

Saking bahagianya, Mahes sampai memeluk kakaknya erat-erat hingga Jean sulit bernapas. Dipukulnya lengan adiknya tersebut. "Wah, aku seneng banget! Astaga, seneng banget sampe pusing!" Akunya seraya berputar-putar.

Jean berdecak lalu menggelengkan kepala. Tidak pusing bagaimana kalau anaknya mutar begitu?

"Bilang makasih sama dia nanti."

Mahes menganggukan kepalanya tanpa menyahut karena sedang fokus pada mainan barunya yang hendak ia buka. Melihat pemandangan menggemaskan itu, Jean tidak bisa menahan senyumannya. Dia lantas mengulurkan lengan dan mengacak rambut Mahes, membuat pemuda tersebut akhirnya mendongak.

"Gue gak tau mau bilang apa lagi, tapi gue bangga banget karena lo udah berani nolongin seorang perempuan dari bahaya. Makasih banyak," tuturnya tulus. Kalimat yang seharian kemarin tertahan pada akhirnya dapat tersampaikan juga.

Mahes tiba-tiba mencebikan bibirnya. "Tapi kemarin Kakak nyubit aku disekolah. Katanya malu-maluin!" Celetuknya, membuat Jean terbahak dan mencubit gemas pipi tembam Mahes.

"Ya, gue malu dipanggil ke sekolah pertama kalinya gara-gara lo buat masalah. Tapi gue juga bangga karena alasan lo itu buat nolongin seseorang. Adik gue hebat banget!" Gadis itu mengacungkan kedua jempolnya yang kontan saja membuat Mahes membusungkan dada. Merasa jumawa.

"Iya, dong. Ayah sering bilang kalo kita harus jadi manusia yang berguna buat orang lain, se-enggak sukanya pun sama dia tetep gak bisa membuat kita jadi gak punya kepedulian. Lagian waktu itu Ale kasian banget, dia gak ada seorang pun yang mau bantu padahal udah jejeritan." Jean mengulum senyumnya lalu menarik Mahes untuk ia dekap.

Diusapnya puncak kepala Mahes. "Terus begitu, ya? Maksudnya, jangan takut untuk perjuangin keadilan selagi lo berada dalam kebenaran. Pokoknya, do'a Kakak selalu ada disetiap langkah lo." Mahes mengangguk, menarik tangan Jean dan mengecupnya beberapa saat membuat perempuan itu terkikik geli.

Lembayung Senja (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang