Lembayung Senja - 12. Sosok Tak Berarti

3.9K 336 8
                                    

Tidak ada yang bisa tahu apa itu definisi dari sebuah hidup yang berharga. Ada yang bilang, hidupmu bahagia dan penuh makna saat kamu memiliki uang banyak dan pasangan yang setia, ada yang juga yang mengatakan jika segalanya akan terasa berharga dan mudah ketika bersyukur atas segala yang didapat dalam kehidupan -kurang maupun lebihnya. Tapi, orang waras akan bilang bahwa yang berharga ialah nyawa. Ya, sesuatu yang dimiliki manusia yang tidak bisa digadaikan oleh apapun dan saat Tuhan sudah berniat untuk mengambilnya, mereka bahkan tak bisa menggunakan harta atau emas untuk menukarnya.

Memiliki masalah jantung sejak kecil, Dea selalu mengeluh kepada Tuhan mengapa harus dirinya yang mengalami rasa sakit itu? Diusianya yang masih sangat kecil Dea kehilangan mama karena penyakit yang sama dan apakah dirinyapun akan memiliki nasib serupa? Seumur hidup berada di rumah sakit lalu mati begitu saja. Bukankah itu sangat menyedihkan?

Apakah disaat seperti itu semua orang akan selalu iba kepadanya? Tentu saja tidak. Kondisi yang lemah dan tidak berguna membuat sebagian orang muak padanya, menganggap kalau Dea itu tidak ada yang bisa diuntungkan selain banyak uang dan cantik. Coba kalau jelek, makin menyedihkan saja hidupnya! Iya, sejahat itu mulut manusia dijaman dulu maupun sekarang tidak ada bedanya.

Bertemu dengan Gama membuat Dea merasa bahwa dia telah menyelamatkan sebuah negara dikehidupan yang lalu, sehingga dia mendapatkan sebuah hadiah tak terkira dengan memenangkannya hati seorang Gama. Salah satu pria setelah papa dan sahabatnya -yang tidak memandang dirinya menyedihkan atau tidak berguna, tidak memanfaatkan dirinya hanya karena kaya ataupun cantik saja namun juga mampu menjadi penguat disaat Dea sudah lelah untuk hanya sekadar mengambil napas.

Kehilangan Gama tidak pernah Dea inginkan sejak dulu, sekalipun Dea tidak mau. Bahkan jika bisa Dea memutar waktu, dia tidak akan membohongi Gama dan meninggalkan pria itu begitu saja setelah semua yang Gama berikan untuknya. Karena terlalu takut mati, Dea melepaskan Gama yang bertahun-tahun berjuang bersamanya untuk melawan rasa sakit sampai akhirnya Dea benar-benar kehilangan Gama.

Dea tidak pernah memaksa apapun selama hidupnya, sekalipun dia takut mati dia belum pernah memohon agar Tuhan membuat kehidupannya lebih lama karena beranjak dewasa Dea memahami jika Tuhan yang paling tahu mengenai apa yang terbaik untuknya. Disetiap do'anya, Dea hanya mengucap syukur dan terima kasih -tidak lagi mengeluh apalagi hanya datang KepadaNya disaat dirinya susah. Dea selalu berusaha menjadi hamba yang baik, anak yang baik, dan manusia yang baik. Tapi ternyata tidak semua niatnya itu selalu mendapat respon baik dari orang lain, karena Dea tahu jika isi kepala manusia tidak akan sama.

Dan pertanyaan Jean seolah menamparnya dengan sangat keras. Dea memang tahu sebesar apa cintanya kepada Gama pun sebaliknya, namun hal itu cukup menjadi alasan bagi Dea untuk berbahagia atas kebahagiaan Gama -tapi tidak untuk ikut campur atas kehidupan Gama. Dea tidak tahu apa yang sudah mereka lalui sejauh ini dan tidak tahu juga apa yang sudah Jean serta Gama pertaruhkan untuk bisa berjalan sejauh ini, lalu mengapa Dea harus datang dan seolah menjadi perusak diantara mereka? Mengapa Dea tidak bisa untuk mengendalikan dirinya dan membiarkan Gama menyelesaikan sendiri masalahnya? Toh, niat baiknya pun dianggap salah dimata Jean.

Dea tidak bisa mengartikannya dengan jelas, bahkan disaat kakinya sudah berhenti di pembatas jembatanpun dia masih berpikir apa yang sedang dia lakukan saat ini? Setelah dirinya melepaskan Gama tanpa kata lalu kenapa dirinya harus ikut campur dalam kehidupan Gama? Memang dirinya siapa!

Sudut atas bibir perempuan itu tertarik bersamaan dengan bulir cairan yang mengalir dari pelupuk matanya. "Masih dianggap sebagai temanpun harusnya aku bersyukur," gumamnya nyaris berbisik.

Pandangan Dea jatuh ke bawah, dimana ribuan kendaraan berlalu-lalang diwaktu yang sudah petang. Lampu-lampu kendaraan tersebut bak sebuah bintang yang gemerlap, terlihat indah namun justru membuat sesak saking banyaknya. Kedua tangan Dea meremas besi pembatas dengan sangat erat hingga buku-buku tangannya memutih, menyalurkan emosinya dengan harapan bisa terlampiaskan disana.

Lembayung Senja (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang