Part 08

169 13 0
                                    

Jestian dan Rachquel melihat dua orang pria berjas sedang serius memperbaiki mobil Jestian.

Rachquel menoleh pada Jestian. "Apa mereka benar-benar montir? Pakaian mereka seperti bodyguard."

Jestian tersenyum kaku. "Mereka memang bodyguard-ku."

"Apa mereka bisa memperbaiki mobil Mas Jestian?" tanya Rachquel.

Jestian tidak langsung menjawab.

"Mereka terlihat kelelahan," celetuk Cherryl.

"Biasanya mereka bisa memperbaiki mobilku," ucap Jestian.

"Aku akan menghubungi orang yang bisa memperbaiki mobil kamu, kasihan orang-orangmu," kata Rachquel sambil mengeluarkan ponselnya lalu menelepon seseorang.

Jestian tersenyum kecil saat mendengar Rachquel menyebut 'kamu'. Ia menggenggam tangan mungil Cherryl.

"Cherryl mau main ke rumah Om, nggak?" tanya Jestian.

Cherryl tampak berpikir. "Nanti Mama marah."

"Memangnya mama Cherryl suka marah-marah?" tanya Jestian setengah berbisik. Ia melirik Rachquel yang masih menelepon dengan jarak yang tidak terlalu jauh.

Cherryl tampak berpikir. "Mama nggak pernah marah sama Cherryl, tapi Mama pernah marah sama Papa. Mama sangat menakutkan kalau sedang marah."

Jestian tampak penasaran. Ia berjongkok lalu ia berbisik, "Jadi, mama kamu marah-marah sama papa kamu?"

Cherryl mengangguk-anggukkan kepalanya. "Mama memukul wajah Papa."

"Oh?" Jestian refleks menyentuh pipinya sendiri. Mungkin yang dimaksud Cherryl adalah menampar. Siapa sangka gadis seimut dan secantik Rachquel bisa galak juga, bahkan pada suaminya.

"Memangnya apa yang membuat  mama kamu marah sama papa kamu?" tanya Jestian.

Cherryl mengedikkan bahunya.

Rachquel mengakhiri panggilannya. Ia menoleh pada Jestian. "Sebentar lagi mereka datang."

Jestian berdiri lalu mengangguk.

Tak lama kemudian, dua pria yang dihubungi Rachquel datang. Mereka memperbaiki mobil Jestian dalam waktu 10 menit.

Ah, tadinya aku mau berlama-lama dengan Rachquel, batin Jestian.

Dalam perjalanan pulang, Jestian tampak serius menyetir. "Apakah Rachquel dan suaminya sering bertengkar? Kalau seorang istri sampai menampar suaminya, artinya suaminya bersalah dan kesalahannya pasti kesalahan besar yang tidak bisa dimaafkan."

Lampu merah menyala. Jestian menghentikan mobilnya. Ia mengambil ponselnya kemudian menelepon seseorang.

"Anton, apa kamu sedang sibuk?"

"Tidak, Tuan. Ada yang bisa aku bantu?"

"Carikan aku informasi detail tentang Rachquel Danuarga dan suaminya, Ferdian Gumantara," ucap Jestian.

"Baik, Tuan."

"Malam ini datang ke rumahku."

"Siap, Tuan."

Jestian mengakhiri panggilannya. Saat lampu hijau menyala, Jestian kembali melajukan mobilnya.

Di rumah Jestian.

Jam menunjukkan pukul 9 malam. Jestian tampak sibuk mengotak-atik laptopnya di ruang kerja di samping kamarnya.

Bel berbunyi.

Jestian menghentikan aktivitasnya. Ia beranjak untuk membuka pintu. Saat menuruni tangga, Jestian melihat ponselnya, tapi tidak ada notifikasi apa pun.

PLUVIOPHILETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang