Part 24

134 9 0
                                    

Pagi yang mendung. Hujan turun lagi walau gerimis. Air mulai menggenang di tanah yang berlubang. Lama-lama air turun semakin banyak.

Perlahan kedua mata Rachquel terbuka. Ia melihat ke sekeliling. Wanita itu berada di dalam kamarnya. Ia mencoba bangkit, tapi kepalanya terasa sangat berat. Wanita itu meringis sambil memegangi kepalanya. Entah berapa liter sampanye yang ia minum sampai-sampai ia tidak ingat apa-apa.

"Hhh!" Rachquel merasakan sakit dibagian organ intimnya. "Aw, sakit sekali."

Rachquel terkejut saat mengetahui dirinya tidak mengenakan sehelai benang pun dalam balutan selimut. "Apa yang terjadi?"

Wanita itu melihat bercak darah yang mengering di sprei. Rachquel terbelalak sembari menutup mulutnya.

Terdengar suara pintu kamar dibuka. Rachquel mendongkak menatap Jestian yang masuk. Pria itu tampak seksi dengan celana jeans selutut dan kemeja putih berantakan dengan empat kancing terbatasnya terbuka memperlihatkan dadanya yang kekar. Ia membawa segelas air.

"Mas Jestian, kamu...." Rachquel tidak bisa menahan buliran bening di matanya. "Tapi, kenapa?"

Jestian memberikan gelas berisi air putih itu pada Rachquel, tapi wanita itu menepisnya hingga jatuh dan pecah di lantai.

"Maafkan aku," kata Jestian.

Rachquel menangis dalam kekhawatiran. "Bagaimana ini? Bagaimana ini bisa terjadi?"

"Rachquel...." Jestian merasa bersalah.

Rachquel mulai memukuli dirinya sendiri dan menjambak rambutnya. "Bodoh, bodoh! Kenapa?!"

"Rachquel." Jestian menahan Rachquel agar berhenti menyakiti dirinya sendiri.

"Lepaskan aku!" teriak Rachquel sambil menepis tangan Jestian.

Jestian mencengkram bahu wanita itu. "Rachquel, dengarkan aku!"

Rachquel menatap Jestian dengan tatapan penuh luka.

"Aku akan bertanggung jawab, aku berjanji akan bertanggung jawab," kata Jestian.

Rachquel menautkan alisnya. "Kamu pikir, itu yang aku mau?"

Jestian tidak menjawab.

Rachquel mengalihkan pandangannya. "Yang kamu lakukan ini seperti memenggal rusa yang sedang sekarat karena tertembak. Kamu menambah luka orang yang sedang mengalami kesakitan. Kamu merasa lebih mudah, karena aku sedang mabuk? Bukankah aku sudah bilang, jangan menemuiku untuk sementara waktu?"

"Aku khawatir sama kamu, karena aku tidak melihat kamu selama beberapa hari. Aku takut kamu kenapa-napa," kata Jestian. Pria itu menatap Rachquel dengan serius. "Itu karena, sebenarnya... aku mencintai kamu, Rachquel."

Rachquel kembali menatap Jestian. "Sayangnya aku juga mencintaimu, tapi dulu sebelum kamu melakukan ini padaku. Kamu sama saja seperti Ferdian."

Jestian mencerna ucapan Rachquel. Pria itu merasa senang karena ternyata cintanya terbalaskan, tapi masalahnya sekarang Rachquel membencinya.

Rachquel bangkit dari tempat tidur sambil memegangi perutnya.

"Rachquel." Jestian memegang tangan Rachquel untuk membantunya berdiri, tapi Rachquel mendorong Jestian kemudian ia pergi ke kamar mandi dengan langkah tertatih dan sempoyongan. Jestian akan membantunya, tapi Rachquel mengangkat tangannya menandakan ia tidak membutuhkan bantuan.

Jestian mengusap kasar rambutnya. Ia sangat menyesali perbuatannya. Seandainya saja waktu bisa diputar kembali.

Terdengar suara air mengalir di kamar mandi disertai teriakan Rachquel yang merasakan perih dibagian intinya saat ia membuang air kecil.

PLUVIOPHILETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang