Part 11

154 11 0
                                    

Yoan setengah terbaring di ranjang. Ada perban di dahi, sikut, dan lututnya. Ia melihat pada Rachquel dan Jestian bergantian.

"Aku bersyukur kamu baik-baik saja," kata Rachquel. "Lain kali kalau sedang menyetir jangan menelepon."

Yoan menjawab, "Aku mengalami kecelakaan bukan karena menelepon atau lalai dalam menyetir, tapi ada truk besar yang menabrak mobilku."

Rachquel menghela napas berat.

"Saksi yang melihat kecelakaan itu bilang, sopir truk itu akan melarikan diri setelah menabrak mobilku," kata Yoan.

Rachquel menatap Yoan. "Apa ini perbuatan Ferdian?"

Yoan tidak segera menjawab. Ia melirik Jestian yang pura-pura tidak dengar.

"Tidak apa-apa, Mas Jestian temanku," kata Rachquel.

Yoan tidak memberikan tanggapan. Jestian menatap punggung Rachquel yang duduk di kursi.

"Mungkin Ferdian sudah tahu kita akan memenangkan sidang, jadi dia berniat mencelakaimu," kata Rachquel lagi.

"Itu tidak penting sekarang. Masalahnya sidangnya besok. Bagaimana nantinya dirimu?" tanya Yoan.

"Untuk saat ini, yang terpenting adalah kesehatanmu, Yoan. Mengenai pengacara... aku bisa mencari pengacara lain," kata Rachquel.

"Kamu pikir mempelajari kasusmu itu mudah? Bisa dilakukan semalaman?" gerutu Yoan.

"Lalu bagaimana? Kamu mau tetap datang ke pengadilan dalam keadaan seperti ini?" Rachquel juga menggerutu kesal.

Hening.

Jestian bersuara, "Maaf, bukannya aku berniat ikut campur, tapi aku mengenal beberapa pengacara. Mungkin mereka bisa membantu."

Rachquel mendongkak menatap Jestian.

"Aku pikir dia ada benarnya, Rachquel. Tidak ada waktu lagi sekarang. Semuanya ada di lemariku." Yoan memberikan sebuah kunci pada Rachquel.

Di rumah Rachquel.

Jestian dan pria berkemeja kotak-kotak itu duduk di sofa. Mereka melihat ke sekeliling. Saat Rachquel kembali ke ruang tamu, mereka segera berhenti memandang ke sekitar. Ada banyak toples berisi camilan dan kue di meja. Tidak lupa juga dua gelas minuman.

Rachquel memberikan setumpuk dokumen dan kertas-kertas lainnya ke meja di depan kedua pria itu. Ia juga menyediakan satu botol kopi dingin.

Jestian menepuk bahu pria itu.

Radif mengangguk. "Aku akan mempelajari kasusnya dengan cepat."

"Baiklah, buat dirimu nyaman. Kami akan menunggu di ruangan lain. Kalau membutuhkanku, panggil saja," kata Rachquel.

Radif mengangguk.

Di halaman depan, Rachquel dan Jestian duduk bersebelahan. Mereka sama-sama diam. Tidak ada yang berniat memecah kesunyian meski rasa canggung mulai datang.

Jestian melihat ke sekeliling. "Cherryl di mana?"

"Dia sedang tidur siang," jawab Rachquel pelan.

Jestian menganggukkan kepalanya. "Dia pasti kelelahan sepulang sekolah."

Rachquel menghela napas berat. "Aku benar-benar khawatir dengan keadaan Yoan, aku juga khawatir dengan sidang besok."

"Semuanya akan baik-baik saja, begitu pun dengan Yoan. Radif adalah pengacara muda yang sangat dipercaya oleh keluarga kami," kata Jestian.

"Terima kasih, Mas."

Sunyi.

Lagi-lagi kesunyian melanda.

PLUVIOPHILETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang