Part 49

111 7 0
                                    

Everlyn melihat kontak Rachquel di ponselnya. Ia ingin menghubungi Rachquel, tapi tidak jadi.

Ferdian yang duduk di samping Everlyn melihat ke layar ponsel pacarnya itu. "Ada apa? Kamu mau meneleponnya?"

Everlyn menoleh pada Ferdian. "Entahlah, pagi ini Kak Rachquel mengirimkan paket berisi formulir pendaftaran ke Universitas Germada."

"Universitas Germada?" tanya Ferdian terkejut.

Everlyn mengangguk.

Ferdian merangkul Everlyn. "Universitas itu sangat berkualitas meski pun universitas swasta. Saat aku masih menjadi guru, universitas ini adalah salah satu rekomendasi universitas terbaik. Kamu tertarik mendaftar ke sana?"

"Benarkah?" Everlyn tampak berpikir. "Apa masih belum terlambat?"

Ferdian menggeleng. "Tidak ada kata terlambat. Rupanya Rachquel punya koneksi dengan Universitas Germada."

Everlyn tidak memberikan tanggapan.

Malam harinya di rumah Jestian.

Rachquel duduk sambil bersandar ke kepala ranjang. Jestian mendekatkan telinganya ke perut Rachquel.

"Dia bergerak-gerak," ucap Jestian antusias.

"Dia tahu ayahnya sedang berada di dekatnya," kata Rachquel sambil mengusap rambut Jestian.

"Dia menendang wajahku!" celetuk Jestian.

Rachquel tertawa.

"Apa kamu merasa sakit saat dia bergerak atau menendang?" tanya Jestian sambil bangkit menatap istrinya.

Rachquel menggeleng. "Tidak, aku senang karena bayiku sangat aktif."

Jestian tersenyum sambil membelai rambut Rachquel. "Aku mencintaimu."

Rachquel tidak memberikan respon.

"Katakan sesuatu," gerutu Jestian.

"Aku tahu," ucap Rachquel.

Jestian membuang napas kasar. "Ya, aku juga tahu."

Rachquel tersenyum kecil. "Ayolah, jangan katakan hal-hal seperti itu lagi."

"Anak kelahiran tahun 2000an sepertinya sangat membenci ungkapan rasa cinta," ketus Jestian.

"Bukan membenci, lebih tepatnya itu memalukan dan menggelikan. Memangnya pria tahun 90an suka mengungkapkan rasa cintanya setiap hari?" tanya Rachquel.

"Tidak setiap hari, tapi memang sering untuk menunjukkan rasa cintanya. Apa aku terlalu sering mengatakannya?" jawab Jestian diakhiri dengan pertanyaan.

Rachquel menghela napas berat lalu mengangguk. "Sehari enam kali."

Jestian tampak berpikir.

"Sebenarnya itu membuatku agak canggung," kata Rachquel.

"Kamu lebih suka ungkapan cinta seperti apa?" tanya Jestian.

"Aku lebih suka ungkapan cinta melalui perilaku dan sikap. Bukankah itu lebih romantis?" Rachquel melelapkan kepalanya ke bahu suaminya.

Jestian mengusap rambut istrinya.

Keesokan paginya.

Jestian, Rachquel, dan Cherryl sedang sarapan.

"Kakak Cherryl," panggil Rachquel.

Cherryl menoleh pada ibunya. "Iya, Mama?"

Rachquel mengusap rambut putrinya. "Hari ini Papa dan Mama mau pergi ke rumah Papa Ferdian. Kamu mau ikut?"

PLUVIOPHILETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang