Part 18

132 10 0
                                    

Rachquel tampak melamun di ruang kerjanya. Pagi ini tampaknya tidak ada gairah sedikit pun dalam diri wanita itu. Ada banyak beban pikiran. Sekalinya ia sadar dari lamunannya, Rachquel akan terlihat cemas dan panik tanpa sebab.

Terdengar suara pintu diketuk. Rachquel mendengus kesal. Ia beranjak lalu membuka pintu. Rachquel terkejut melihat Purinda datang bersama seseorang yang tentu saja ia kenal, Yadi Gumantara, mertuanya.

"Maaf Papa sedikit memaksa untuk menemui kamu, tapi apa kamu ada sedikit waktu untuk mengobrol?" tanya Yadi.

Kini Rachquel duduk berhadapan dengan Yadi. "Kalau Papa datang ke mari untuk memintaku memaafkan Mas Ferdian dan mencabut semua tuntutanku, maaf... aku tidak bisa."

Yadi mendengarkan.

"Aku kira Mas Ferdian mengkhianatiku baru-baru ini, tapi ternyata dia mengkhianatiku sejak 3 tahun yang lalu, bahkan sebelum aku menikah dengannya. Mungkin awalnya aku memang tidak mencintainya, tapi karena kami hidup bersama, perasaan itu muncul. Namun, dalam sekejap perasaanku menghilang karena ulahnya sendiri," jelas Rachquel.

Yadi mengangguk. "Papa datang ke mari bukan untuk meminta maaf."

Rachquel menatap Yadi dengan serius.

"Karena Papa tahu, kesalahan Ferdian tidak bisa dimaafkan," sambung Yadi. Ekspresinya berubah menjadi sedih. "Tapi, Papa merasa ikut bersalah, karena Papa menjodohkan kalian dan membuat kalian dalam situasi sulit seperti ini."

Kali ini Rachquel yang mendengarkan.

Yadi menghela napas berat. "Papa telah gagal mendidik Ferdian. Mengenai Cherryl...."

"Aku tidak akan memberikannya," potong Rachquel.

Yadi menatap Rachquel.

"Dia putriku dan akan terus menjadi putriku. Dia akan ikut bersamaku."

"Kamu yakin?"

Rachquel tidak segera menjawab.

Yadi tersenyum sendu. "Kamu benar-benar perempuan yang baik, sayangnya Ferdian tidak bisa melihatnya. Entah apa yang membuat matanya buta. Papa harap, setelah kamu mengakhiri hubungan rumah tanggamu dengan Ferdian, kamu bisa menemukan pria sama baiknya sepertimu."

Setelah mengatakan itu, Yadi pamit pergi. Rachquel menghela napas berat.

Mahali Queens.

Davina mengikuti ke mana Jestian melangkah. "Siapa dia? Kenapa kamu susah sekali menjawab peranyaanku?"

"Dia pengacaranya Rachquel," kata Jestian.

"Begitukah? Dia tampan sekali, bisa aku berkenalan dengannya?" Davina tampak antusias.

"Ya, sudah, sana kenalan sama dia. Kenapa kamu masih menggangguku?" gerutu Jestian yang merasa risih.

Davina tersenyum. "Akhirnya aku menemukan pria yang lebih tampan dari Jestian."

"Apa maksud kamu? Aku masih yang paling tampan di sini," gerutu Jestian.

"Iya, iya," ketus Davina. "Kamu punya nomernya?"

"Nggak."

Bayangan Rachquel terbesit di benak Davina. Ia menjentikkan jarinya kemudian berlalu.

"Mau ke mana? Jangan ganggu Rachquel," kata Jestian yang tampaknya mengetahui isi pikiran Davina.

Langkah Davina terhenti di depan pintu. Ia menoleh. "Bodo amat, aku tetap mau pergi, bye!"

Jestian mendengus kesal.

Kini Rachquel dan Davina duduk berhadapan.

"Ada yang bisa aku bantu?" tanya Rachquel.

Davina tersenyum malu-malu. "Tidak ada, aku hanya... ingin berkenalan sama Kakak."

PLUVIOPHILETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang