Malam ini, rintik hujan kembali membasahi planet bumi. Rachquel yang sedang tiduran di kamarnya melihat ke jendela. Sesaat ia menikmati aroma hujan yang tercium sampai ke dalam kamarnya. Rachquel beranjak dari tempat tidurnya. Ia berjalan ke jendela dan melihat pemandangan malam Kota Jakarta yang diguyur hujan.
Rachquel menggambar pola absurd di kaca jendelanya. Setelah itu, ia menutup gorden.
Tiba-tiba terdengar suara bel berbunyi. Ia menerka-nerka siapa yang datang. Beberapa saat kemudian, bel kembali berbunyi. Rachquel pun menuruni tangga dan membuka pintu. Terlihat sepasang suami istri paruh baya berdiri di depan pintu.
"Maaf, kalian siapa?"
Keesokan harinya, Jestian datang ke Rachquel Bouquet, tapi Rachquel tidak ada di sana.
"Nyonya Rachquel tidak memberikan kabar," kata Purinda.
Jestian mengerutkan keningnya. "Apa biasanya dia seperti ini? Maksudku, apa dia pernah tidak datang ke mari tanpa memberikan kabar?"
Purinda menggeleng. "Nyonya Rachquel tidak pernah seperti ini. Dalam keadaan apa pun, beliau pasti datang ke mari, bahkan ketika ayahnya sakit, Nyonya Rachquel datang ke mari sore harinya setelah menjenguk ayahnya di rumah sakit."
Jestian tampak berpikir. Ia melihat jam tangannya yang menunjukkan pukul 5 sore. Karena khawatir, pria itu pun pergi ke rumah Rachquel.
Sesampainya di rumah Rachquel, Jestian menekan bel rumah. Tidak ada jawaban, tidak ada yang membuka pintu. Sekali lagi Jestian menekan bel. Masih tidak ada jawaban. Kali ini ia mengetuk pintu.
"Rachquel?" panggil Jestian.
Pintunya terbuka ketika diketuk. Tana pikir panjang, Jestian pun masuk. Ia melihat Rachquel duduk di lantai sambil bersandar ke kaki sofa. Ada dua botol alkohol di meja.
"What the...." Jestian terkejut melihat Rachquel yang tampaknya mabuk berat.
"Kamu kenapa minum alkohol sebanyak ini?" Jestian menghampiri Rachquel dan merebut botol dari tangan wanita itu. Jadi, semuanya ada tiga botol. Tampaknya Rachquel sudah meminum satu botol setengah.
"Kembalikan," kata Rachquel.
Jestian menangkup wajah Rachquel. "Kamu sudah gila?!"
"Kembalikan!!" teriak Rachquel.
"Di mana Cherryl?! Jangan sampai dia melihat kamu seperti ini!" bentak Jestian.
Rachquel tiba-tiba menangis. "Mereka mengambilnya."
Jestian mengernyit. "Mereka? Siapa? Pihak keluarga Ferdian?"
"Aku tidak bisa hidup tanpanya." Rachquel mengguncangkan lengan Jestian. "Aku sudah lama terluka, rasanya sakit. Hanya Cherryl satu-satunya yang bisa mengobati rasa sakit ini. Sekarang dia diambil."
Jestian masih tidak mengerti.
Tiba-tiba Rachquel menarik tangan Jestian dan meletakkannya di dadanya. Jestian terkejut dengan apa yang dilakukan Rachquel.
"Rasanya sakit sekali di sini, sangat sakit seperti disayat," tangis Rachquel.
Jestian melihat tangannya yang menempel di dada Rachquel. Pria itu menggeleng dan segera menarik kembali tangannya.
"Kalau iya keluarga Ferdian mengambil Cherryl, ini tidak bisa dibiarkan. Kalian belum bercerai dan hak asuh anak belum ditentukan jatuh pada siapa. Aku akan menelepon Yoan dan Radif." Saat Jestian akan pergi, Rachquel menarik tangan pria itu.
"Mas Jestian jangan ninggalin aku juga."
Jestian menatap Rachquel. Tersirat penderitaan yang sangat mendalam lewat tatapannya. Jestian menangguk.
KAMU SEDANG MEMBACA
PLUVIOPHILE
RomanceBLURB ~ Bahkan orang yang mengaku suka hujan pun akan berteduh, karena pada akhirnya kita tahu yang kita sukai pun dapat menyakiti. ~ _Ucu Irna Marhamah_ Malam itu Jestian pulang dari kantor. Ia menyetir mobilnya saat hujan deras. Pria itu hampir m...