Part 44

131 8 0
                                    

Keesokan paginya.

Rachquel, Jestian, dan Cherryl sarapan bersama.

"Semalam Cherryl tidur nyenyak?" Jestian bertanya pada Cherryl.

Cherryl mengangguk-anggukkan kepalanya. "Iya."

Jestian tersenyum. "Apa Cherryl nyaman tinggal di sini?"

Lagi-lagi Cherryl mengangguk. "Iya, Cherryl sangat senang dan nyaman."

Rachquel dan Jestian tersenyum.

Setelah selesai sarapan, Rachquel mengantar Jestian dan Cherryl sampai ke depan rumah. Ia melambaikan tangannya melihat mobil biru gelap itu melaju pergi meninggalkan mansion.

Saat Rachquel akan kembali masuk ke dalam rumah, mobil putih memasuki pelataran. Ternyata Nadhira yang datang.

"Rachquel." Nadhira memeluk menantunya itu.

"Mama." Rachquel membalas pelukan ibi mertuanya.

Mereka pun masuk.

Nadhira memperhatikan rambut Rachquel yang terlihat rapi dan kering. Wanita itu mengerti akan sesuatu.

"Apa kamu suka tinggal di sini?" tanya Nadhira.

Rachquel mengangguk. "Iya, cuaca di sini sedikit sejuk. Aku sangat nyaman."

Nadhira tersenyum. "Syukurlah, Mama senang mendengarnya."

Rachquel juga tersenyum.

Nadhira menghela napas berat. "Mama datang ke kemari karena ingin melihat keadaan kamu."

Rachquel mengusap tangan Nadhira. "Aku baik-baik saja, Ma."

"Selain itu...." Nadhira menggantung kalimatnya. "Mama juga ingin meminta maaf."

Rachquel mendengarkan dengan dahi mengernyit.

"Mama sudah tahu dari Jestian. Mama benar-benar merasa sedih dan malu karena tidak berhasil mendidiknya menjadi pria baik," kata Nadhira dengan kepala sedikit tertunduk.

Rachquel mengerti ke mana arah pembicaraan wanita paruh baya itu. Ia menggenggam tangan Nadhira. "Aku harap, Mama tidak melihatku dengan cara yang berbeda."

Nadhira menggeleng. "No, no, no, ini bukan salah kamu, ini salah Jestian."

Rachquel menunduk.

"Sweety." Nadhira menangkup wajah Rachquel. "It's okay, kamu benar-benar memiliki hati yang besar dan mau menikahi pria yang merupakan ayah dari anak dalam perut kamu meski kamu tidak mencintainya."

"Mas Jestian juga bertanggung jawab atas perbuatannya. Aku tidak bisa membiarkan bayi ini tidak memiliki sosok ayah. Dan... aku juga mencintai Mas Jestian," kata Rachquel.

Nadhira mencerna ucapan Rachquel. Meski ia tidak yakin, apakah Rachquel memang benar-benar mencintai Jestian atau hanya sekedar menenangkan hatinya.

"Kalau kamu butuh sesuatu, jangan sungkan bilang ke Mama dan ke Jestian, ya," kata Nadhira.

Rachquel mengangguk seraya tersenyum. "Iya, Ma."

Malam pun tiba.

Jestian tampak sibuk mengotak-atik laptopnya di kamar. Rachquel masuk dengan salad buah di tangannya.

"Tadi Mama ke sini?" tanya Jestian tanpa mengalihkan pandangannya dari layar laptop.

"Iya, kamu bilang sama Mama, Mas?" jawab Rachquel diakhiri dengan pertanyaan.

Jestian mengerutkan keningnya. "Bilang apa?"

"Kalau aku hamil," ucap Rachquel pelan, tapi Jestian mendengarnya. Pria itu menoleh pada Rachquel.

PLUVIOPHILETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang