Part 38

128 10 0
                                    

Di restoran.

Jestian dan Rachquel duduk berhadapan. Mereka makan siang bersama. Meski keduanya tampak tidak berselera sama sekali, tapi mereka tetap meneruskan makan dengan pelan.

"Mas Jestian."

"Hm?"

"Maafkan aku, Mas," kata Rachquel.

"Kenapa meminta maaf? Kamu tidak berbuat salah," tanya Jestian.

Rachquel terdiam.

Jestian tampak panik. "Firasatku buruk."

"Buruk kenapa?" Rachquel tampak khawatir.

"Kamu tiba-tiba mengatakan 'maaf', jangan-jangan kamu mau mengakhiri hubungan kita," kata Jestian curiga.

Rachquel mengernyit. "Hubungan apa?"

Jestian terdiam sejenak. "Iya juga, ya. Kita 'kan tidak punya hubungan apa pun."

Rachquel menghela napas berat. "Aku minta maaf karena aku membuat Mas Jestian menunggu ketidakpastian. Lebih baik Mas Jestian mencari perempuan lain saja."

Jestian sudah menduganya. "Kenapa mengatakan itu? Bukankan sudah jelas kamu mengandung anakku? Kamu tidak bisa menyuruhku menikahi wanita lain, sementara wanita di depanku adalah ibu dari calon anakku. Kamu ingin anakku nanti berpikir kalau aku adalah ayah yang buruk, begitu? Satu lagi, jangan menyamakanku dengan Ferdian. Aku tidak seperti dia. Selain aku lebih tampan dari dia, aku juga bertanggung jawab, aku juga menyukai anak kecil."

Rachquel menatap Jestian yang terlihat agak marah. "Aku tidak ingin Mas Jestian hanya terpaku padaku, sementara Mas Jestian juga punya kehidupan sendiri. Apa kata orang tua Mas Jestian kalau mereka tahu anaknya repot-repot membantu orang lain sampai melupakan dirinya sendiri. "

Jestian meneguk jusnya lalu ia juga menatap Rachquel. Sementara Rachquel mengalihkan pandangannya saat ditatap seperti itu.

"Aku tidak mengerti sama kamu. Kenapa setiap harinya kamu memiliki banyak sekali alasan yang berbeda-beda untuk menolakku? Seharusnya kamu tahu kalau aku tidak akan berpaling dari kamu," kata Jestian.

Rachquel menghela napas berat. "Terserah."

"Juiur saja padaku, kenapa kamu terus menolakku? Apa yang membuatmu ragu? Apa kamu masih trauma dengan pernikahanmu sebelumnya? Sepertinya bukan karena itu. Katakan padaku, Rachquel, agar aku bisa memperbaiki diriku dan aku bisa meyakinkanmu," kata Jestian.

Rachquel menunduk. "Aku tidak tahu apakah Mas Jestian senang dengan kehamilanku atau tidak, tapi...."

"Tentu aku sangat senang," sahut Jestian.

Rachquel mengangguk lalu menatap Jestian. "Mas Jestian sangat senang? Ya, tentu saja, karena ini adalah anak kandung Mas Jestian."

Jestian mendengarkan.

Rachquel mengusap perutnya. "Tapi, selain ibu dari anak ini, aku juga ibunya Cherryl, meski bukan ibu kandung. Mungkin aku bisa bersikap adil pada Cherryl dan bayiku, tapi bagaimana dengan Mas Jestian? Cherryl bukan anak kandung Mas Jestian juga bukan anak kandungku. Apa Mas Jestian bisa menerima itu?"

Jestian mengangguk tanpa keraguan. "Tentu saja, bukankah aku sudah mengatakannya sebelumnya? Aku menyayangi Cherryl seperti putriku sendiri. Bahkan dia hadir di hidupku sebelum putriku hadir."

Rachquel mengalihkan pandangannya. "Mas Jestian mengatakan itu karena bayi ini belum lahir, aku tidak tahu bagaimana nantinya."

Jestian menyibakkan rambutnya ke belakang. "Jadi, ini beban pikiran kamu? Ini yang membuat kamu ragu?"

PLUVIOPHILETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang