Prolog.

18.8K 726 37
                                    

Tak ada rona bahagia di wajah keduanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tak ada rona bahagia di wajah keduanya. Senyum yang dipamerkan pun tak sampai ke mata. Mereka hanya dua mempelai yang sedang memainkan peran pasangan bahagia, meski dalam hati sama-sama sedang mengumpat kesal pada para tamu yang hari ini datang bak sekelompok ikan teri yang dikejar jaring nelayan.

Dua pemeran utama dalam acara itu benar-benar tak habis pikir. Mulai menerka-nerka berapa ribu orang yang diundang ke acara pernikahan mereka. Hingga rasanya hotel bintang enam yang dipakai untuk menggelar acara, sebentar lagi akan meledak karena terus disesaki oleh orang-orang yang sebagian besar tidak mereka kenal.

Kendati demikian, Ozge dan Migel terus menghias wajah dengan senyum tipis yang menawan. Walaupun sebenarnya mereka punya alasan masing-masing. Jika alasan Ozge hanya ingin menjaga nama baik keluarga, berbeda dengan Migel yang tujuannya tentu ingin tetap terlihat cantik di depan kamera yang dibawa beberapa awak media.

Ayahnya memang luar biasa. Migel benar-benar tidak menyangka pria tua yang kerap berseteru dengannya begitu gila karena mengundang banyak orang di pesta pernikahannya.

Harusnya Migel tidak heran karena sejak awal ia tahu hanya tumbal sang ayah yang tidak berhasil merayu anak laki-laki dalam rumahnya untuk segera menikah. Jadi, acara yang menyeret dirinya hari ini pasti jadi ajang pertemuan para kaum borjuis yang datang sambil membicarakan saham perusahaan.

Meski begitu Migel bukan wanita naif yang lugu. Jelas ada timbal balik dari perjodohan yang ia setujui, mana mungkin ia mengangguk patuh tanpa ada syarat yang menguntungkannya.

"Kira-kira ada berapa korban jiwa jika ada teroris yang melakukan bom bunuh diri di tengah kerumunan orang-orang itu?"

Ozge tidak sedikit pun memberikan respons berarti. Bahkan tidak berniat menoleh untuk memberi sedikit atensi pada wanita yang sejak tadi berdiri gusar di sampingnya.

"Kamu bisu, ya?" Wanita itu kembali bersuara. Kali ini dengan nada yang terdengar sinis.

Memilih melipat tangannya di depan dada, Migel menatap pria yang beberapa jam lalu sah menjadi suaminya dengan sebelah alis terangkat. Lantas suara decakan kasar meluncur dari mulutnya. Sudah ia duga, anak angkat dari keluarga konglomerat yang mempunyai perusahan kargo terbesar di Indonesia dan beberapa pabrik furniture adalah orang yang kaku dan membosankan.

"Oh, Tuhan! Kapan orang-orang ini pergi?!" dengkus Migel lagi sebelum menarik napas lelah.

Meski tidak banyak memberikan respons pada ucapan Migel, Ozge punya sedikit nurani yang mendorongnya memberi perhatian kecil pada wanita itu. Ekor matanya bergerak melirik kaki Migel yang sejak tadi berdiri di atas sepatu heels tinggi. Meskipun dengan alat bantu, kepala wanita itu hanya mampu menyamai bahunya saja.

"Kamu bisa cari tempat duduk." Tangan Ozge yang sedari tadi dipakai berjabatan dengan ratusan orang yang datang, kini bersembunyi di dalam saku celana. "Aku akan beritahu ayah kalau kamu butuh istirahat," tambahnya lembut.

Migel kembali berdecak malas. "Ya, sebaiknya kamu beritahu pria tua itu sebelum aku menyuruh seseorang meledakkan tempat ini," tukasnya sebelum melenggang pergi meninggalkan Ozge yang hanya terdiam sebelum mendengkus pelan.










Halooo, aku bawa yang baru.
Gimana gimana?
Lebih suka Ozge atau Migel?

Eh, belum apa-apanya sih kalau mau nilai. Cuma aku saranin baca deskripsi cerita ini dulu ya biar sedikit tahu tentang mereka.

Dukung aku terus ya biar bisa selesaiin cerita ini tepat waktu. Tolong beri banyak cinta pada pasangan ini. Genrenya sama kok kayak yang udah-udah.

Sampai jumpa di chapter pertama. Insyallah secepatnya.

Paypay...

Let's Fall In Love!✔️ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang