2

2.4K 284 8
                                    







Langkah kaki jenjang milik Zeedan tak jadi menuju rumah. Melainkan berbelok arah menuju rondan, dimana para teman-temannya tadi berkumpul. Terdapat 5 anak termasuk Zeedan di sana. Mereka berkumpul untuk mengobrol dan bermain kartu di sana. Biasalah anak muda.

Jika ke-empat temannya asik main kartu, tapi tidak dengan Zeedan yang menggalau. Kepalanya di senderkan pada tiang rondan, mukanya tampak lesu, bibirnya sedikit mengerucut seperti bebek. Kakinya di ayun-ayunkan kecil, lucu sebenernya gaes kalau kalian melihatnya.

Teman-temannya saling mengode untuk melihat Zeedan. Seakan mereka berbicara menggunakan mata kaki, eh- mata batin maksudnya.

Reven berinisiatif memulai pembicaraan dulu pada Zeedan. "Zee, mau rokok ga?" tawar Reven.

Zeedan melirik bungkus rokok milik Reven yang bertuliskan Malboro. Zeedan menggeleng sebagai tanda menolak.

"Lo kenapa sih? Murung terus, perasaan tadi happy-happy aja abis ketemu Shani," heran Reven.

"Gua lagi galau," ucap Zeedan lemas.

"Ceilah, ente kalau galau jelek Zee. Kusut udah kayak kain ga di setrika," kata Soleh.

"Galau kenapa sih lu?" tanya Reven.

Zeedan merubah posisi duduknya menjadi menghadap para temannya, kaki kirinya di atas dan kaki kanan masih terayun di bawah rondan.

"Gua kan suka sama Shani. Masa pak Sobirin ga ngijinin gue, kalau deket sama Shani sih. Jahat banget," jelas Zeedan sambil menatap langit biru dengan awan yang menemani, indah.

"Kenapa pula ga dibolehin?" tanya Rollan.

"Katanya sih karena Shani udah di jodohin sama anak ustadz kampung sebelah," jawab Zeedan.

"Oalah pantesan. Lu malah suka sama jodoh orang," kata Luky.

"Tuhkan, lu sama aja nyalahin gua. Namanya orang suka itu gapernah tau bakal jatuh ke siapa njir. Kalaupun perasaan bisa di atur, gampang di atur, gua juga ga bakal suka sama Shani," balas Zeedan.

"Gini deh, lu coba ubah sikap. Mulai dari cara pakaian sampe cara ngomong lu," saran Reven.

"Tapi ya, mau si Zeedan berubah kalau orang tua Shani ga ngerestui juga bakal percuma," kata Luky.

"Alahhh~ terus gua kudu gimana?" Rengek Zeedan.

"Ente ini janganlah membuat Zeedan patah semangat," ujar Soleh pada luky.

"Ya maap," ucap Luky sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

"EH EH EH EH!" Heboh Rollan.

"Kenapa sih lan?"

"Kenapa woi?"

"Ente teh kunaon?"

"Liat sono." Rollan menunjuk ke ujung jalan. Terlihat seorang lelaki tampan dengan pakaian rapih sedang menggayuh sepedanya dengan santai.

"Itukan mas Cio, cowo yang dijodohin sama Shani," kata Rollan.

"Mau kemana kira-kira dia?" Tanya Soleh.

"Jangan-jangan mau ke rumah Shani? Liat dah arahnya aja ke rumah Shani. Toh juga liat dia bawa sesuatu di keranjang sepedanya, pasti mau di kasihin Shani tuh," kata Luky.

"Bisa jadi sih," balas Reven.

"Sakit banget ati gue bangsat! Huhuhu..." Zeedan mengusap dadanya dengan raut wajah yang menyedihkan.

"Cup-cup-cup, ente yang sabar Zee."

"Sabar Zee sabar, kalau jodoh ga bakal kemana."

Para temen-temannya berusaha menenangkan Zeedan dan membuatnya agar kembali tersenyum.

"Udah Zee, sabar ya sabar. Nih pisang." Luky menyuapkan sebuah pisang yang sudah terpisah dari kulitnya pada Zeedan.

Hari bertambah siang, cuaca cerah semakin terasa panas. Setelah dari rondan Zeedan, pergi ke warung untuk membeli es krim korneto. Habis itu langsunglah Zeedan pulang, takut ntar di cariin nenek sama kakek. Zeedan menikmati es krimnya di sepanjang perjalanan yang sempat ia beli di penjual keliling sebelum dia pulang.

Namun, ntah bagaimana bisa dirinya malah berpapasan dengan Shani yang berjalan dengan pemuda yang di yakini bernama Cio itu.

Sungguh kenapa hari ini ia, merasa hari yang menyebalkan. Mulai dari perkataan Pak Sobirin, sampai berpapasan Shani bersama orang lain. Keadaan yang tak menyenangkan, tolonglah kasihani Zeedan, hati nya sedang berantakan, sampe nyeri otot pinggang dibuatnya.

Zeedan berusaha menghiraukan dan fokus pada es krim yang dia makan. Meski di dalam hatinya sekarang terasa mak dek mak tratap jedag jedug, tapi Zeedan tetap berusaha tenang.

"Loh Zeedan, belum pulang?" tanya Shani saat mereka berpapasan.

"Ini mau pulang hehe.. duluan ya." Zeedan tersenyum sendu lalu segera pergi dari sana.

Shani memandang punggung Zeedan yang kian menjauh. Shani merasakan ada yang tak beres dari seorang Zeedan. Dia seperti berbeda setelah pulang dari rumahnya tadi.

"Shan? Kenapa?" tanya Cio membuka suara.

"Ha? Nggak papa a'," jawab Shani.

"Yasudah, ayo ke warung. Nanti bapak kamu nunggu lama."

Shani mengangguk lalu kembali melanjutkan perjalanan untuk ke warung.

~~~

Zeedan berlari kecil memasuki rumah. Pintu rumah terbuka, pasti nenek dan kakek-nya sudah pulang dari kebun.

"Nenekk!" Teriak Zeedan mencari neneknya.

"Di dapur!" Sahut Nenek. Zeedan langsung saja memasuki dapur untuk menemui sang nenek.

"Ada apa teriak-teriak? Ini di rumah bukan di hutan Zeedan."

"Maaf nek." Zeedan duduk di kursi sebelah neneknya yang sedang menggiling gendar. Sepertinya sang nenek akan membuat kerupuk.

"Kamu kenapa? keliatan murung gitu." Nenek menyurai rambut Zeedan.

"Aku galau nek," curhat Zeedan.

"Kenapa? Shani lagi? Ada apa lagi sama dia?" Sang nenek sudah apal dengan tingkah sang cucu akhir-akhir ini. Ia tau kalau sang cucu sedang jatuh hati dengan anak Pak Sobirin. Zeedan yang lebih dekat dengan sang nenek dari pada kakek, memilih menceritakan apa yang dia rasa ke pada nenek. Meskipun terkadang kakek, nya juga dia ajak bicara.

"Kayaknya, Pak Sobirin ga ngerestui aku deh nek buat deket sama Shani."

"Pasti alasannya karena Shani udah di jodohin?" tebak Nenek.

"Ya betuk sekali, selamat nenek mendapatkan uang 1 juta rupiah dipotong pajak," canda Zeedan.

"Terus aku harus gimana dong nek?" tanya Zeedan.

"Berdoa sama Allah, karo jodoh mah ga kemana."

"Kalau janur kuning belum melengkung, masih bisa ditikung," sahut Kakek yang tiba-tiba muncul dari kamar mandi. Sepertinya ia mendengar curhatan hati seorang Zeedan.

"Masih ada waktu buat kamu merjuangin cinta kamu kok. Jangan pantang menyerah, contoh nih kakek. Dulu Kakek mati-matian buat ngedapetin nenek, pada saat itu juga sama kita tak mendapat restu dari orang tua nenek. Tapi karena tekat kakek yang terus berjuang, buktinya lama-lama orang tua nenek luluh, dan kita menikah. Jadi kamu juga jangan pantang menyerah Zeedan," jelas Kakek.

"Jadi, sebelum janur kuning melengkung?" Jari kakek menunjuk Zeedan.

"MASIH BISA DITIKUNG!" pekik Zeedan, kedua tangannya yang menggenggam di angkat ke atas. Dia seperti mendapatkan kembali energi nya yang sempat hilang beberapa waktu.


























🙏

30 Hari [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang