"Zeedan udah belum nak? Ayo, keburu telat nanti," kata Kakek.
"Bentar kek," sahut Zeedan. Kini dirinya sedang bersiap untuk ikut Sholat Maghrib berjamaah di masjid. Langkah awal untuk berubah dan juga siapa tau Pak Sobirin kebuka hatinya karena malihat perubahan Zeedan.
'Berharap aja dulu'
-Zeedan.
Tinggal memakai peci kini dirinya sudah siap berangkat ke masjid bersama Kakek.
(Dari pinterest)
Zeedan segera keluar kamar menemui sang Kakek yang sudah menunggu sedari tadi. "Ayo Kek, Zeedan, udah siap." Kata Zeedan.
"Lama banget, padahal cuma pakai sarung loh."
"Pakai sarung juga kudu rapi Kek. Kalau nggak nanti mlorot gimana?"
"Loh, kalian belum berangkat? Keburu iqomah loh ntar," kata Nenek.
"Cucu mu ini, sarungan doang lama," jawab Kakek.
"Kakek ini sensi terus, cepet tua loh ntar," sahur Zeedan.
"Kan emang udah tua, ngejek kamu?" Balas Kakek.
"Santai Kek santai. Ayo Zeedan boncengin naik motor biar keburu sampai, ga telat."
Zeedan menaiki motor beat milik kakeknya. Kenapa ga pakek motornya sendiri? Ya susah lah bro, udah pakek sarung masa mau naik motor tinggi gitu, toh juga ngeboncengin kakek, jadi cari aman saja. Daripada ntar kepalanya di getok Kakek.
"Kita berangkat dulu nek."
"Assalamuallaikum~" salam mereka serempak.
Sampai di masjid tepat iqomah berkumandang. Zeedan dan Kakek segera bersiap menempatkan diri. Seperti biasa yang menjadi Imam Sholat adalah Pak Sobirin. Zeedan dan Kakek mendapat shaf Sholat paling belakang. Sholat terlaksana dengan hikmat. Tak membutuhkan waktu lama, Sholat jamaah telah selesai. Para warga bersalaman sebelum pulang. Zeedan masih di masjid menunggu kakek nya yang saat ini sedang dzikir. Itu adalah kebiasaan kakek nya selesai Sholat. Bukan hanya mereka berdua yang masih di sini, tapi juga masih ada beberapa warga lain nya. Tak terkecuali Pak sobirin, dia masih diam di tempat, seperti nya juga sedang berdzikir.
Zeedan beranjak keluar Masjid, daripada ga ngapa-ngapain, begitu pikirnya. Dia menunggu di teras masjid. Zeedan lupa tak membawa ponsel, jadi lah dia hanya ngangong, celingak-celinguk melihat jalanan yang sepi dan hanya sesekali ada orang yang melewati. Zeedan menguap lebar tapi segera di tutupi dengan tangannya sendiri, ntar takut ada nyamuk yang masuk.
"Masih lama ga sih?" gumam Zeedan. Dia melihat ke belakang, melihat sang Kakek yang masih khusyuk. Pandangannya kembali ke arah depan. Dia melihat di sebrang jalan ada pohon besar tapi tak tau itu pohon apa. Di sana tidak gelap karena mendapat pencahayaan dari warung di sebelahnya. Namun, tetap saja terasa horor.
"Itu pohon kalau ternyata rumah nya mbak kunti gimana ya?" pikir Zeedan.
"Tapi kan seberangnya masjid, gamungkin juga kalau ternyata pohon itu rumah mbak kunti."
Mata Zeedan terus meneliti daun-daun yang rimbun di pohon bagian atas itu. Matanya menyipit saat melihat salah satu tempat, daunnya bergerak tapi di sekitarnya diam tak bergerak.
"Perasaan ga ada angin, kok itu daun bisa gerak ya? Geraknya cuma bagian itu doang, yang lain kagak."
Zeedan menulan ludah kasar. Pikirannya sudah kemana-mana, dia mengusap lengannya yang terasa merinding. Hawa-hawa tak enak mulai di rasakan. Zeedan berusaha berpikir positif, tak mungkin setan itu ada. Lagi pula ini kawasan masjid, pasti selalu di lindungi oleh Allah Swt.
"AA!"
Zeedan memekik kaget, saat merasakan tepukan di bahunya. Dia terengah-engah menoleh ke samping sambil memegangi dadanya.
"Aih, kamu kenapa teriak-teriak?" Tanya pelaku yaitu Pak Sobirin.
"Eh, Pak Sobirin." Zeedan buru-buru berdiri menghadap Pak Sobirin.
"Ga Papa Pak, cuma kaget aja tadi hehe.." jawab Zeedan sambil cengengesan. Sebenarnya dia gugup berhadapan dengan Pak Sobirin seperti ini. Mengingat Pak Sobirin yang kurang menyukai Zeedan selama dia di sini.
"Habis ikut Sholat jamaah?" tanya Pak Sobirin.
"Ah, iya Pak, tadi di ajak Kakek Sholat di sini," jawab Zeedan dengan sopan.
"Lain kali, kalau mau Sholat jangan nunggu di ajak dulu. Langsung aja."
"Ah, iya Pak." Zeedan menggaruk tenguknya yang tak gatal, gugup.
"Bagaimana kabar kamu?" tanya Pak Sobirin dengan senyuman tipis yang terlihat.
"Ha?" Zeedan nge-lag karena rasanya tak percaya, Pak Sobirin menanyakan kabarnya.
"Pak Sobirin, kesambet apaan? Kok tiba-tiba nanyain kabar, keliatan jadi baik juga ke gue," batin Zeedan.
"Ah, saya baik Pak heheh... Pak sobirin sendiri gimana kabarnya?" tanya Zeedan basa-basi.
"Alhamdulillah, saya, juga baik."
"Saya pulang duluan ya, Assalamuallaikum." Pak Sobirin menepuk pundak Zeedan pelan setelah itu berlalu pergi.
Zeedan saat ini masih nge-lag tak percaya. Yang di hadapannya tadi beneran Pak Sobirin atau khodam nya?
"Zeedan, kamu, kenapa?" tanya Kakek yang sudah selesai.
"Eh, Kakek, udah selesai Kek? Zeedan ga papa kok."
Kakek memandang Zeedan aneh. Padahal jelas tadi dia melihat Cucunya sedang bengong sendirian sambil berdiri. "Yaudah, ayo pulang," ajak Kakek.
Zeedan menuruti perintah sang Kakek. Dengan motornya mereka pergi pulang ke rumah.
Apakah pak sobirin ke sambet??
Maap buat typo:)
KAMU SEDANG MEMBACA
30 Hari [END]
Teen Fiction"Kiw-kiw cewe, namanya siapa neng?" Tanya Zeedan pada anak Pak Sobirin dengan cengiran. "Astaghfirullah," ucap Gadis itu. "Astaghfirullah," ucap warga serempak mengikuti ucapan anak Pak Sobirin.