29

2.1K 238 32
                                    

Menunggu tibanya hari-H tentunya ada banyak hal yang harus di siapkan secara matang agar acara berjalan dengan lancar.

Hari ini Zeedan dan juga Shani sedang di toko perhiasan memilih cincin kawin yang nantinya akan mereka kenakan.

Tempat imi terlegak di kota. Sebelumnya Shani sudah menyarankan untuk membeli di pasar saja dekat dengan rumah. Tapi Zeedan menolak, dia ingin yang terbaik untuk Shani.

Maka dari itu Zeedan lebih memilih mengajak Shani membeli di toko perhiasan kota. Toh juga mereka sedang ada jadwal kuliah hari ini, jadi mereka berangkat sepulang kuliah.

"Kamu mau yang model gimana Shan?" Tanya Zeedan. Dia menyerahkan keputusan pada sang calon istrinya. Karen jujur saja Zeedan tak terlalu mengerti tentang berbelanja seperti ini.

"Bagus-bagus, tapi harganya mahal," bisik Shani.

"Kamu jangan mikirin harganya. Yang kamu suka dan cocok di jari aku, sama kamu, pilih. Biar aku, yang urus nanti," jelas Zeedan.

Shani mengangguk paham, meski dalam hatinya ada rasa tak enak. "Mbak, coba liat yang ini," pinta Shani.

"Yang ini mbak?" Tanya Pegawai.

"Iya."

Pegawai toko itu mengambilkan cincin yang Shani maksud. Diletakkanya sepasang cincin itu di atas meja kaca. Shani melihat model sepasang cincin itu.

"Menurut kamu gimana?" tanya Shani.

"Bagus," jawab Shani sesudah melihat cincin yang Shani pegang.

"Bagus doang?"

"Iya bagus, terus gimana lagi?"

"Hemm oke. Jadi kalau pilih ini setuju?" tanya Shani memastikan.

"Kalau aku, setuju-setuju aja. Apapun yang kamu pilihin aku, setuju," jelas Zeedan.

"Mbak, yang ini ya," putus Shani.

"Baik mbak, mohon tunggu sebentar."

Setelah tugas Shani dalam memilih selesai kini gantian tugas Zeedan untuk mengurus pembayaraan. Tak butuh waktu lama urusan dalam membeli cincin untuk pernikahan sudah.

Bisa saja mereka langsung pulang. Tapi Zeedan tak akan menyia-nyiakan waktu keluar bersama Shani. Tentu saja Zeedan mencoba mengajak Shani untuk sekedar jalan-jalan mencari makan atau main walau hanya sebentar.

"Shan gimana kalau abis ini jangan langsung main. Kita pergi kemana dulu gitu, jarang-jarang kita jalan berdua," usul Zeedan mencoba mengajak Shani.

"Kemana?" tanya Shani.

"Cari jajanan aja sambil motoran."

"Boleh, tapi jangan lama-lama ya. Takut bapak marah," kata Shani.

"Pak Sobirin ga bakal marah. Tenang aja, kan ada aku," jawab Zeedan.

"Nanti kalau di marahin, kamu tanggung jawab?"

"Iya sayang, tenang aja."

Shani merasakan adanya semburat di pipinya karena tersipu di panggil sayang oleh Zeedan.

"Kalau tanggung jawabnya nikain kamu besok juga aku, jabanin." Lanjut Zeedan.

"Yaudah ayo."

"Eh bentar, itu pipi kamu kenapa? Kok merah gitu?" Tanya Zeedan.

"Nggak-nggak papa." Shani menunduk, menghalau Zeedan yang melihat pipi merahnya.

"Kamu salting ya?" Goda Zeedan.

"Nggak ih. Udah ayo, nanti keburu aku, berubah pikiran," kata Shani mengalihkan pembicaraan.

"Iya-iya ayo."

Sesampainya di parkiran Zeedan, memberikan helm kepada Shani. Setelah mengenakan helm, Shani naik di atas motor Zeedan. Tentu saja yang dia pakai adalau motor kakek. Tak mungkin dia memboncengkan Shani memggunakan motor KLX nya yang cukup tinggi itu.

"Pegangan Shan."

"Gak!" Tolak Shani. Zeedan terkekeh mendengarnya.

"Aku, akan bawa pelan."

Motor Zeedan membelah ramainya jalanan kota di sore hari. Zeedan tak akan membiarkan perjalanan ini sepi tak ada pembicaraan dari mereka berdua.

"Shan," panggil Zeedan.

"Ya?"

"Aku, harap kita bisa segera nikah. Nanti biar kalau kita boncengan naik motor, kamu bisa meluk aku. Uh! Pasti gemes banget kalau di bayangin."

"Iya." Hanya itu kata yang keluar dari bibir Shani.

"Iya apa?"

"Iya, semoga kita cepet nikah."

"Biar apa?" Pancing Zeedan.

"Biar sah. Nanti kalau boncengan bisa meluk kamu," jawab Shani.

"Setelah itu, kita hidup bahagia," sambung Zeedan sambil merentangkan tangan kirinya.

"Ih, tangan kamu! Nanti jatuh Zeedan!" Tegur Shani.

"Ga bakal. Aku, ahli dalam mengendari motor."

"Tapi tetap harus hati-hati."

"Siap, calon istri ku sayang," jawab Zeedan.

~~~

"Cobain deh, takoyakinya enak." Zeedan memberikan satu tusuk takoyaki kepada Shani.

Mereka berdua kini sedang berhenti di sebuah acara bazar makanan di taman kota. Di sini sangat banyak sekali berbagai makanan yang di perjualkan.

"Hemm, iya enak." Jawab Shani. Apalagi di dalam takoyaki itu terasa seperti ada daging dan keju di dalamnya.

"Coba ini, Tteokbokki. Ini juga enak tau," kata Shani.

"Tapi aku gasuka Tteokbokki Shan," jawab Zeedan.

"Tapi ini enak," jelas Shani dengan raut sedikit sedih karena Zeedan menolak mengicipi jajan yang dia beli. Ralat, dia pilih, kalau soal bayar, di belikan oleh Zeedan.

"Yaudah, mana aku coba."

Shani dengan inisiatifnya sendiri menyuapkan satu buah tteokbokki ke mulut Zeedan. Jika sudah disuapi seperti ini mau makanan yang tidak dia sukai, Zeedan akan tetap memakannya.

"Hah~ panashh~"

"Hahaah~ panas ya? Maaf aku kira udah dingin," kata Shani.

"Gapapa."

"Gimana, enak?"

"Mayanlah. Apalagi kamu yang nyuapin, rasanya jadi ++ enak," ungkap Zeedan.

"Alah, gombal."

"Siapa yang gombal coba?"

"Tau ah. Aku pengen cari yang lain boleh?" Tanya Shani meminta izin.

"Boleh, ayo," jawab Zeedan sambil tersenyum senang.

Bagaimana tak senang? Dia berhasil jalan berdua bersama Shani. Juga barusan Shani meminta izin ingin membeli makanan lainnya. Padahal kan kalaupun mau, Shani bisa langsung jalan pilih sendiri, tak perlu meminta izin padanya seperti tadi. Hal itu membuat Zeedan bahagia, dia merasa sangat di hargai kehadirannya. Tak salah dia mencari calon istri.


















Ciaa lagi jalan berdua tuh.

Siapin duit buat kondangan ntar. Komen berapa nominal uang kalian buat di isi di amplop.

Niatan mau gua masukin ke dalam cerita di part nantinya. Sama kata-kata yang mau kalian sampein ke mereka abis nikah.

Malem-malem up. Dah gua ngantuk, besok sekolah. Gue mo turu.

Maap klo ada typo ges.

Malamm...

30 Hari [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang