5

2.2K 268 25
                                    


Teras rumah Shani terlihat sepi. Namun, ada seseorang yang berdiri di depan pintu rumahnya. Terlihat beberapa kali mengetuk pintu, tapi tak  ada jawaban. Motor milik Zeedan memasuki halaman rumah Shani. Orang yang mengetuk pintu tak lain adalah Cio melihat kedatangan mereka berdua. Shani turun dari boncengan motor Zeedan. Sedangkan Zeedan menurukan standart motor lalu melepas helm yang melindungi kepalanya.

Cio menghampiri Shani yang masih berdiri di sebelah motor Zeedan. Menatap dalam, Shani dari atas ke bawah. "Kamu darimana Shan?" tanya Cio.

"Dari kampus a'" jawab Shani.

"Aku sedaritadi ngetuk pintu ga ada jawaban. Bapak sama ibu kemana?"

"Tadi pagi mereka ke rumah nenek. Nenek lagi sakit." Jawab Shani dengan menunduk tak mau menatap ke arah Cio.

Jujur saja Zeedan menahan rasa cemburu yang datang menguasainya. Dia menatap tajam Cio yang sedang menatap dalam ke arah Shani. Zeedan turun dari atas motornya lalu berdiri di depan Shani, menjadi penghalang Cio yang sedang menatap Shani.

"Woii, bang. Lu, kalu liatin Shani biasa aja dong gausah pakek nafsu gitu. Bapak lo ustadz kan? Di ajarin agama nggak?" kata Zeedan tak terima kepada Cio.

Bagaimana tak terima? Cio menatap Shani seperti ingin menelanjangi gitu wee. Sedang Zeedan saja berusaha untuk mengendalikan matanya saat ingin menatap Shani. Dia tak berani menatap langsung mata Shani, palingan matanya melihat ke arah jidat atau kemana. Kalaupun dia menatap mata Shani, berarti dia sedang khilaf.

"Kamu kalau punya mulut di jaga ya!" Kata Cio karna tak terima ayahnya dibawa-bawa.

"Apa? Salah? Gua kan nanya lu, diajarin gak sama bapak lu? Lo liatian Shani kelihatan nafsu banget bangsat! Ga terima gua," kata Zeedan.

"Itu terserah saya, karena Shani adalah calon istri saya," jawab Cio.

"Masih calon kan? Belum istri. Aturannya tau batesan lah."

"Kamu anak brandal gausah ikut campur," geram Cio.

"Emang kenapa kalau gua anak brandal? Ngerugiin hidup lo? Gua makan pakek uang lo? Ga bikin lo miskin juga kan? Toh juga setidaknya gua tau gimana cara ngehargain Shani. Katanya calon suami Shani, tapi kok kemarin jalan berdua sama cewe lain, ups..." ungkap Zeedan.

Shani yang sedari tadi hanya diam kini mulai bersuara karena ungkapan Zeedan. "Maksud kamu apa? Jalan sama cewe siapa?"

Zeedan menoleh sebentar ke arah Shani lalu kembali menatap Cio dengan senyuman miring miliknya. "Habis Isya di gapura desa Durian Tanduk, jalan berdua sama cewe gatau siapa tanpa adanya jarak di antara mereka. Bahkan tanpa takut mereka berdua gandengan tangan dan kepala si Cewe nyandar di lengan si cowo yang tak lain adalah LO." Zeedan menunjuk ke arah Cio di akhir kata.

Flashback on

Malam yang terasa cukup sepi. Karena jam sudah menunjukkan waktu habis isya. Kebanyakan warga desa akan masuk ke dalam rumah dan menutup pintu rumah mereka sehabis isya.

Tapi di rondan kampung mangga nyusruk kini seperti biasa banyak pemuda yang sedang berkumpul. Zeedan pun ikut berkumpuk karena menerima ajakan temannya untuk bermain game bersama.

"Ayo atuh mulai game nya," kaya Soleh.

"Bentar dong bentar. Anterin gua beli kuota dulu. Kuota gua abis," kata Luky.

"Anjir parah lu. Masa ga lu siapin dari tadi sih? Kan kita udah mau main ini," kata Zeedan.

"Kan gua baru tau kalau ternyata kuota gua abis Zee. Ayolah ges anterin gua."

30 Hari [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang