Mendengar persyaratan Pak sobirin yang katanya syarat terakhir. Hari-hari Zee kini hanya berdiam diri di rumah sambil menghafalkan ayat-ayat yang terdapat di Juz 30.
Dia terus berusaha manghafal setiap ayat dan mengulang-ngulang kembali agar tak lupa.
Dia sudah sering menolak ajakan temannya di saat ingin mengajaknya bermain. Sampai-sampai para temannya yang mengampirinya ke rumah. Tapi saat yang lain asik bermain, Zeedan tetap pada pendiriannya untuk menghafal ayat demi ayat.
Dia hanya mendapat waktu yang cukup singkat, maka dari iti Zeedan tak ingin menyia-nyiakan waktu berharganya begitu saja.
"Zeedan makan dulu. Istirahat dulu, nanti di lanjut lagi. Kamu kalau telat makan nanti malah kena sakit maag," kata Nenek.
Zeedan sudah menceritakan hal itu kepada kakek dan neneknya. Tentunya mereka mendukung dan menyemangati Zeedan agar bisa memenuhi persyaratan terakhir dari Pak Sobirin itu.
Zeedan beranjak menuruti perintah sang nenek. Dia mengisi perutnya terlebih dahulu sebelum kembali melanjutkan kegiatannya.
Ponsel Zeedan berbunyi, tanda panggilan telepon masuk. Zeedan melotot nampak shock, dia menutup mulutnya agar tidak berteriak. Karena malihat nama yang tertera di layar ponselnya.
Shani.
Dialah orang yang melakukan panggilan telepon. Zeedan mengatur napasnya dan reflek merapikan pakaiannya. Padahal itu tak berpengaruh, toh Shani tak akan bisa melihatnya. Ini hanya sekedar panggilan telepon bukan video call.
"Assalamuallaikum cantik," kata Zeedan memulai pembicaraan.
"Waalaikumsalam ganteng," balas Shani.
Zeedan yang mendengarnya tentu saja kaget. Dia melempar ponselnya ke atas ranjang kemudian dirinya menjauh. Zeedan nampak mengusap dadanya, mukanya memerah karena malu. Baru pertama kali ini Shani berucap kata ganteng kepada dirinya.
"Aww!" Pekik Zee pelan karena merasa sakit akibat gigitannya sendiri di tangannya.
"Hallo? Zeedan?" Panggil Shani karena tak lagi mendengar suara Zeedan.
"Halo halo? Iya aku ada kok," jawab Zeedan yang kini telah kembali memgang ponselnya.
"Kok tiba-tiba hilang suara kamu tadi?"
"Ah itu anu, tadi, lupa matiin kompor nya nenek. Jadi aku, keluar dulu gitu hehehe..." alasan Zeedan. Tak tau saja Shani, bahwa Zeedan habis menenangkan jantungnya yang berdetak cepat.
"Aaa gitu~"
"Iya gitu. Tadi kamu ngomong apa?"
"Ngomong apa?"
"Sebelum ini, itu loh." Zeedan hanya ingin kembali mendengar kata ganteng dari bibir Shani.
"Suara kamu hilang?"
"Bukan itu Shan. Yang di awal itu loh Shan." Zeedan terus mengkode.
"Waalaikumsalam ganteng?"
"Apa kata terakhirnya tadi?"
"Ganteng?"
"Siapa yang ganteng?"
"Kamu," jawab Shani terdengar polos suaranya.
"Aku ganteng?" Tanya Zeedan sambil tersenyum sangat lebar.
"Iya, kamu ganteng. Eh!"
Zeedan sudah kembali meletakkan ponselnya. Dia berguling di atas kasur. Bantalnya menjadi korban, dia menggigit bantal itu kakinya mengepak-ngepak di pinggir kasur. Perutnya terasa seperti banyak kupu-kupu yang berterbangan.
"E'hem, ada apa Shan nelpon?" Tanya Zeedan setelah merasa reda.
"Gapapa, emm hanya ingin mengobrol. Kamu lagi apa Zee?"
"Ah, aku, lagi hafalin ayat-ayat yang di suruh sama ayah kamu."
"Susah?"
"Susah bagi aku. Kalau baca aku, bisa Shan, tapi kalau ngafalin ga segampang itu. Aku, aja rasanya ga yakin bisa menuhin persyaratan terakhir dari ayah kamu."
"Jangan putus asa gitu dong. Kamu harus yakin, kalau kamu itu bisa. Jangan terus mikirin kalau kamu ga bisa nantinya. Kalau kamu punya tekad dan usaha, mau sesusah apapun itu kamu pasti bakal bisa dapetin dan lakuin."
"Gitu ya?"
"Iyalah, kamu harus semangat."
"Semangatin aku dong."
"Semangat Zeedan!"
"Ah, kurang. Harusnya gini, semangat sayang! gitu, coba ulang dong."
Tak ada sahutan dari Shani. Zeedan jadi berpikir, apakah dia membuat kesalahan?
"Halo Shan? Masih ada orang tidakk?"
"Semangat sayang!"
Tut!
Shani dengan cepat mematikan panggilan sepihak setelah mengucapkan dua kata yang sangat mengandung efek berbahaya bagi jantung Zeedan.
Mulut Zeedan terbuka lebar, jantungnya kembali berpacu denhan cepatnya.
"Aaaaa!" Teriak Zeedan kesenangan.
Nenek yang mendengar terikan Zeedan, langsung menghampiri kamar cucunya itu. Dengan cepat nenek membuka pintu kamar Zeedan. Ia melihat Zeedan masih dalam keadaan baik, malahan cucunya itu sedang berjoget-joget ria bak penari bayaran.
"Astaghfirullah Zeedan! Kamu kenapa?"
"Nenek!" Zeedan malah menggendong neneknya. Mengajak berputar sampai neneknya itu berteriak takut.
Nenek Zeedan memukul-mukul punggung cucunya meminta di turunkan. "Kamu kenapa sih?!"
"Gapapa nek, cuma lagi bahagia aja," jawab Zeedan sambil cengengesan.
"Dasar gajelas kamu ini!" Nenek meninggalkan kamar Zeedan.
"Awwvvv sayang~" ucap Zeedan mengingat perkataan Shani tadi.
Zeedan menyatukan dua tangannya membentuk bulat di atas kepala. Kemudian dia berbutar seperti penari bales sebelum akhirnya jatuh di atast ranjang.
Kata sayang dari shani damage nya ga ngotak bagi zeedan.
Dah, maap buat typo.
KAMU SEDANG MEMBACA
30 Hari [END]
Teen Fiction"Kiw-kiw cewe, namanya siapa neng?" Tanya Zeedan pada anak Pak Sobirin dengan cengiran. "Astaghfirullah," ucap Gadis itu. "Astaghfirullah," ucap warga serempak mengikuti ucapan anak Pak Sobirin.