36

2.5K 254 5
                                    

Setelah menempuh perjalanan sekitar satu jam-an dari kampus ke rumah, Shani akhirnya bisa istirahat. Sampai di rumah dia langsung merebahkan tubuhnya di kasur, karena rasa pusing yang sudah tak bisa dia tahan jika saat berdiri.

"Ga mau bersih-bersih dulu?" Tanya Zeedan yang duduk di tepi ranjang. Tangannya ditempelkan di jidat Shani yang terasa hangat.

"Aku, pusing," jawab Shani. Zeedan paham jika artinya istrinya itu menolak untuk bersih-bersih badan terlebih dahulu.

"Aku, bikinin teh panas dulu. Kamu istirahat aja," kata Zeedan. Dia melepas jaket yang masih di pakai lalu di gantung di gantungan baju belakang pintu.

Zeedan pergi ke dapur yang ternyata ada ibu Shani di sana. "Gimana keadaan Shani?" Tanya Ibu Shani.

"Pusing bu katanya. Ini Zeedan mau bikin teh panas buat dia."

"Biar ibu yang bikinin. Kamu udah makan belum? Makan dulu aja kalau belum, biar ibu yang bikin teh," kata Ibu Shani.

"Kebetulan belum sih bu."

"Yaudah makan dulu aja sana."

Zeedan mengambil piring dan mengisinya dengan nasi serta lauk. Zeedan mulai makan sambil menunggu teh yang di buatkan ibu Shani.

"Nih, Shani nanti suruh makan terus minum obat dulu ya." Ibu Shani menyiapkan makan, teh panas, air putih dan obat kepala di atas nampan.

"Iya bu," jawab Zeedan.

Setelah makan Zeedan buru-buru membawa nampan itu ke dalam kamar. Terlihat di atas ranjang, Shani masih tiduran dengan baju yang belum berganti sedari tadi.

"Sayang makan dulu terus minum obat. Ibu udah siapin obat buat kamu." Zeedan meletakkan nampan di meja samping ranjang.

"Heyy, bangun dulu." Zeedan mengusap pelan kepala Shani.

"Kepala aku, pusing. Jangan ganggu aku, Dan."

"Makan dulu terus minum obat biar cepet sembuh."

"Aku, gamau."

"Gamau? Yaudah terserah deh. Aku, mau keluar aja kalau gitu, mo main ps sama Aldo terus nongki juga. Kamu jangan tungguin aku, pulang ya nanti, soalnya mungkin bakal lama," kata Zeedan. Sebenarnya itu hanyalah ancaman yang dia berikan untuk istrinya. Karena dia tau jika Shani tak bisa di tinggal begitu saja, apalagi jika alasan untuk nongkrong. Terkesan posesif memang.

"Ishh, jangan! Iya-iya aku, bangun." Shani dengan malas akhirnya duduk bersandar di kepala kasur.

"Nah gitu dong. Nurut apa kata suami, ayo makan. Aku, suapin nih." Zeedan dengan perhatian menyuapi makan untuk Shani.

"Udah ah, aku, mual," tolak Shani saat Zeedan memberikan suapan ke empat.

"Baru tiga suap lho sayang kamu makan. Abisin, nanti ayam nya ibu mati kalau kamu gamau habisin makannya," kata Zeedan.

"Aku, mual gamau lagi," rengek Shani. Zeedan yang tak tega pun mengiyakan saja. "Minum obat dulu nih. Abis itu tidur gapapa."

Shani menurut. Dia meminum obat yang di berikan oleh Zeedan lalu kembali menidurkan tubuhnya di atas ranjang.

"Kamu mau kemana? Sini aja temenin aku, tidur," kata Shani saat melihat Zeedan akan pergi.

"Aku, mau balikin ini ke dapur. Kamu tidur duluan aja, nanti aku, temenin abis naruh ini di dapur."

"Gamau, kamu di sini aja. Itunya balikin nanti. Ayolah." Shani menahan tangan Zeedan agar tak pergi.

"Iya-iya aku, tidur nih." Zeedan tak jadi ke dapur, dia memilih rebahan aja di kasur menemani Shanu tidur.

"Jilbab kamu ga mau dilepas aja? Biar ga gerah?" Tanya Zeedan sambil mengusap kening Shani yang nampak berkeringat.

Shani mengangguk lalu melepaskan jilbabnya dan di letakkan di atas bantal. "Sini-sini aku, peluk. Kamu tidur ya." Zeedan menjadikan tangannya menjadi bantalan untuk Shani tidur. Lalu merengkuh tubuh istrinya yang sedikit terasa hangat. Sepertinya Shani demam.

"Peluk yang kenceng," lirih Shani.

"Iya-iya." Zeedan memper-erat pelukannya sambil tangannya mengusap kepala belakang Shani.

Tak lama Shani akhirnya tertidur. Karena pada dasarnya tadi Zeedan tak mengantuk, ya akhirnya sekarang dia masih terjaga sambil memandang wajah istrinya itu yang tidur di dekapannya.

Karena lama-lama gabutz, dia memilih untuk memainkan game online di ponselnya. Entah sudah beberapa lama dia bermain sampai mendengar suara ketukan dari pintu.

"Zeedan di depan ada temen kamu namanya Aldo," kata Ibu Shani dari luar.

"Iya bu," sahut Zeedan. Tapi kemudian dia menutup mulutnya, lupa jika di dekapannya Shani masih tertidur.

Akibat suara Zeedan yang cukup keras tadi, Shani menjadi sedikit terusik. Di menggeliat pelan dan lebih meringsek masuk ke dalam dekapan Zeedan.

"Waduhh, gimana gue, bisa lepas dari pelukan Shani ini," gumam Zeedan.

Dia memperhatikan wajah Shani yang masih terlelap. Zeedan dengan pelan menarik tangannya yang dijadikan bantalan. Lalu memundurkan badannya pelan, menjauh dari tubuh Shani dan digantikan dengan guling yang langsung dipeluk oleh Shani.

Zeedan dengan pelan turun dari ranjang lalu mengambil kunci mobil milik Aldo yang tadi dia pinjam. Karena Zeedan sudah tau kedatangan temannya ke sini pasti ingin menukar motornya, karena tadi sebelum ke sini Aldo juga sudah mengirimkan pesan pada Zeedan.

~~~

"Do."

"Eh, Dan."

"Nunggu lama?" Tanya Zeedan lalu duduk di kursi sebelah Aldo. Posisi mereka sekarang sedang duduk di kursi teras.

"Nggak, gue, baru aja sampe. Shani mana?" Tanya Aldo karena tak melihat keberadaan istri temannya itu.

"Tidur. Kasihan bini gue, sakit gitu," jawab Zeedan.

Sedang asik-asiknya mengobrol ibu Shani keluar sambil mebawa teh hangan dengan roti roma kelapa di dalam toples.

(Tiba tiba pihak roma kelapa ngendors gue gitu keknya keren deh, awokawoakwosk)

"Aduh buk, repot-repot," kata Aldo merasa tak enak.

"Gapapa nak. Lanjutin ngobrolnya ibu, mau masuk dulu."

"Makasih ya bu."

Ibu Shani tersenyum lalu masuk ke dalam rumah. "Mertua lo baik ya Dan," kata Aldo memuji.

"Iyelah, mertua gue, gituloh."

"Heleh. Nih kunci motor lo." Aldo memberikan kunci motor pada Zeedan.

"Kunci lo juga. Makasih ya," kata Zeedan sambik memberikan kunci mobil milik Aldo.

"Sama-sama. Keknya gue, ga lama dan di sini. Ada urusan soalnya. Palingan nanti kalau rotinya udah abis gue, pulang," ungkap Aldo.

"Lama itu namanya njir, pakek segala mau ngabisin roti."

"Mubazir kalau ga diabisin. Kan udah disiapib mertua lo," balas Aldo.

"Serah lo deh," jawab Zeedan karna tak kaget lagi sebenernya sama kelakuan temennya satu ini.


































Bentar lagi end nih keknya. Terpantau happy end ya🙊

Maap buat typo dah.

30 Hari [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang