Demi mengatasi rasa panik yang kembali muncul, Jiho memutuskan untuk keluar dari rumah.
Perempuan berambut panjang itu tidak berpenampilan baik. Rambut panjangnya seakan tak pernah disisir selama berhari-hari. Kardigan abu-abu yang dikenakan pun seolah diambilnya dari tumpukan kain.
Namun segala kekurangan dalam penampilan Jiho tersebut, cukup tertutupi akibat guyuran air hujan yang membasahi Bumi.
Sejujurnya, Jiho tidak suka dengan hujan. Terlebih lagi di malam hari, persis seperti sekarang. Akan tetapi berdiam diri di rumah dalam cuaca yang seperti ini, Jiho tidak akan mungkin merasa tenang.
Karena itu, Jiho terpaksa melawan ketakutan dengan menghadapi ketakutan lainnya.
Namun sayangnya, entah karena cuaca yang tidak mendukung atau mungkin malam yang hampir larut, sepanjang jalan yang dilewati Jiho benar-benar terasa senyap.
Jiho menghentikan langkah, berdiri di pinggir bangunan tua seraya menggosok-gosokkan kedua telapak tangannya yang basah.
"Club-lah, yuk. Kata temen gue, di sana lagi rame."
Tubuh Jiho memberi respons secara spontan. Tanpa berusaha untuk mendengarkan lebih lanjut obrolan dua lelaki yang baru saja keluar dari bangunan tua tersebut, Jiho diam-diam mengikuti langkah mereka.
Jiho pernah beberapa kali mendengar tempat yang bernama Club itu, namun hingga usianya yang ke-25, Jiho tidak pernah menginjakkan kaki ke tempat yang seperti itu. Dari apa yang ia dengar, Club itu tempat yang menyenangkan. Namun hal itu berbanding terbalik dengan apa yang dikatakan oleh mamanya—yang mana sang Mama mengatakan bahwa Club itu bukan tempat yang baik. Jadi Jiho tidak boleh mendatangi tempat yang disebut Club itu.
Sembari terus mengikuti langkah kedua lelaki tersebut, dalam batinnya, Jiho terus memohon maaf pada Mama karena kali ini ia lebih memercayai omongan orang lain.
Guyuran hujan yang tadinya seolah kompak menyerang luka batin Jiho, kini hanya turun rintik-rintik.
Namun hal itu sama sekali tidak membuat perasaan Jiho membaik. Perempuan dengan kardigan abu-abu itu masih dikekang oleh rasa takut. Takut akan hujan, juga takut akan suasana di malam hari. Dan demi mengatasi dua hal itu, Jiho terpaksa melawan rasa takutnya akan tempat yang ramai. Setidaknya dengan begitu, Jiho mungkin saja mampu untuk bertahan hidup selama satu hari lagi.
Setelah beberapa menit, langkah Jiho spontan terhenti tatkala ia melihat dua lelaki yang diikuti olehnya tadi masuk ke dalam sebuah bangunan.
Menyadari adanya suatu kejanggalan, secara perlahan Jiho memundurkan langkah.
"Mama benar. Club bukan tempat yang baik," gumam Jiho.
Di depan tempat yang bernama Club itu terus disinggahi orang-orang. Bagi indra penglihatan Jiho, semua orang itu terlihat cukup mengerikan. Ditambah lagi, bau alkohol yang menyebar ke mana-mana, benar-benar membuat Jiho yakin bahwa ia harus segera pergi dari sana.
Baru beberapa langkah Jiho beranjak, langkahnya mendadak terhenti. Bayang-bayang suasana kamarnya di malam hari entah mengapa membuat Jiho enggan untuk kembali. Jiho mulai berpikir bahwa tempat itu jauh lebih baik dari tempat yang disebutnya rumah.
Jiho mulai membanding-bandingkan sisi negatif dan positif antara Club dan rumah. Dalam kondisi yang seperti ini, sulit bagi Jiho untuk menemukan sisi positif dari rumahnya sendiri.
Akan tetapi, langkahnya yang hendak kembali ke arah Club malah terhenti begitu saja sewaktu kalimat sang Mama bagai merasuki pikirannya.
"Ingat, ya, Kim Jiho ... jangan pernah datang ke Club. Mau siapapun yang ajakin, jangan pernah ke sana. Kalau kamu tetap ke sana, Mama bakalan marah. Dan jangan pernah ajak Mama ngobrol lagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
HURT; (Don't) Make Me Feel Better (Completed)
FanfictionSetelah kejadian yang dialami Jiho tiga tahun lalu, Jiho memiliki tekad kuat untuk meninggalkan dunia yang kian terasa memuakkan. Akan tetapi tekad Jiho perlahan goyah tiap kali Jiho dihadapkan dengan berbagai hal yang membuat Jiho mau tak mau haru...