10. Kerabat Jiho

72 19 2
                                    

Jaehyun terus memperhatikan Jiho yang masih saja belum terbangun dari tidurnya. Setelah sempat tersadar, Jiho sempat bangun sebentar. Dengan ekspresi linglung, Jiho melihat ke arah Jaehyun. Tanpa mengatakan sepatah kata pun, Jiho meraih tangan Jaehyun yang duduk di bagian tepi kasur lalu kembali terlelap.

Ini sudah lima belas menit semenjak Jiho tertidur. Perempuan itu kelihatan begitu pulas. Meski begitu, melihat bibir Jiho yang tampak memucat, ujung hidungnya yang sedikit memerah, serta kedua sisi pipinya yang juga kemerah-merahan, Jaehyun merasa tidak tenang.

Tangan Jaehyun bergerak menyentuh dahi Jiho.

Tidak panas. Itu suhu tubuh yang normal. Tapi mengapa Jiho terlihat seperti itu?

"Udah baikan?" tanya Jaehyun kala melihat Jiho yang baru saja mengerjap.

Alih-alih memberi jawaban langsung, Jiho malah menoleh ke arah tangannya yang memegang erat tangan Jaehyun. Sama seperti biasanya, tangan Jaehyun terasa cukup hangat.

"Jangan dilepas. Aku suka kalau kamu pegang tanganku begini," ujar Jaehyun.

Melihat Jaehyun yang tersenyum, Jiho jadi merasa sedikit tenang.

Ah, sebentar. Bukannya terakhir kali Jiho sedang berdiri di ruang tengah? Sejak kapan Jiho berada di kamarnya? Dan mengapa Jaehyun bisa ada di kamarnya?

"Apa terjadi sesuatu pada saya?"

Jaehyun tampak terkesiap. Ia sedikit membelalak menatap Jiho yang mengajukan pertanyaan tersebut.

Jiho baru saja melepas pegangannya. Jiho bergegas bangun lalu beranjak duduk di kursi meja rias. Dengan bibir pucatnya itu, Jiho tersenyum pada Jaehyun.

"Saya tidak ingat apa yang telah terjadi pada saya. Tapi semoga saja, saya tidak membuat Anda kerepotan," kata Jiho.

Lagi, Jiho memamerkan senyuman tipis pada Jaehyun. Yang mana pada kenyataannya, senyuman Jiho itu terlihat cukup menyayat hati.

Jiho menoleh ke arah luar kaca jendela. Dari dalam sini, Jiho dapat melihat cuaca di luar yang tampak cerah.

"Hari ini saya ingin pergi ke rumah Tante saya. Apa Anda bersedia menemani saya ke sana?"

Jaehyun mengangguk cepat. "Anyway, tadi kamu cuma pingsan. Karena itu langsung aku bawa ke kamar."

Jiho terdiam sebentar. Lalu tersenyum canggung pada Jaehyun. "Ah, begitu ya? Maaf membuat Anda kerepotan."

"Selain kata maaf, ada kata lain yang bisa kamu ucapin? Kayaknya, selama ini kamu lebih sering minta maaf deh," ujar Jaehyun. Ia tertawa, berusaha mencairkan suasana yang terasa membeku.

"Terima kasih?" Jiho menautkan alis menatap Jaehyun.

"Selain itu?"

Kali ini, Jiho terdiam cukup lama. Sepertinya selain kata maaf dan terima kasih, Jiho tidak dapat memikirkan kata yang lain lagi.

Melihat raut wajah Jiho yang tampak kebingungan, Jaehyun pun tertawa lepas. Padahal itu hanya perkara kecil saja.

"Jadi, mau ke rumah Tante kamu 'kan hari ini?" Jaehyun berjalan menghampiri Jiho, lalu berdiri di belakang Jiho dan memandang pantulan diri Jiho yang terpatri di cermin rias. "Butuh bantuan? Asal kamu tau, aku cukup ahli buat makeup-in orang lain."

Melalui cermin, Jiho dapat melihat senyuman Jaehyun yang terlihat amat congkak tersebut. Lantas, Jiho pun tertawa pelan. "Begitu ya? Terima kasih atas tawarannya. Tapi saya akan merias wajah saya sendiri," ujar Jiho. "Daripada itu, apa Anda bisa menata rambut? Maksud saya, menyanggul rambut atau—"

HURT; (Don't) Make Me Feel Better (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang