23. Luka

49 12 2
                                    

"Anda sudah—ah, wajah Anda terluka!" Jiho berseru panik. Buru-buru Jiho menghampiri Jaehyun lalu menyentuh memar yang ada pipi Jaehyun. Di bagian pelipis sebelah kanan Jaehyun tampak sedikit tergores. Darah yang keluar pun telah mengering. Pakaian yang tadinya bersih dan rapi, kini terlihat cukup berantakan dan sedikit lusuh.

"Apa yang terjadi? Kenapa Anda sampai terluka? Apa Anda baik-baik saja?"

Jaehyun tersenyum kala mendengar rentetan pertanyaan yang diajukan Jiho barusan. Ini merupakan kali pertama Jiho bertanya sebanyak itu dalam satu waktu. Jiho yang biasanya kelihatan tenang, kini taklagi terlihat. Tatapan Jiho yang menyiratkan rasa khawatir, serta telapak tangan Jiho yang masih menyentuh pipi Jaehyun, terasa amat memenangkan. Mulai dari Mingyu yang menuntut penjelasan, Suho yang meminta kepastian, serta Kakek yang selalu membuat Jaehyun kesulitan ... segala kerisauan tersebut perlahan lenyap dari pikiran Jaehyun.

Tangan Jaehyun bergerak memegang tangan Jiho yang menyentuh pipinya. Ia menurunkan tangan Jiho lalu tersenyum menenangkan pada Jiho. "Jangan khawatir. Aku gapapa."

"Apanya yang tidak apa-apa? Anda ...." Jiho menunduk. Padahal, Jaehyun hanya sebatas seseorang yang dipekerjakannya saja. Jadi ia rasa, akan sedikit berlebihan jika mengomeli Jaehyun. Namun perasaan tidak enak yang dirasakan Jiho sekarang ... apakah merupakan hal yang lumrah?

Jaehyun menarik Jiho ke arahnya, lalu mengangkat dagu Jiho dan bertanya, "Anda apa?" Jaehyun tertawa pelan. Tangannya bergerak mengusap rambut Jiho. "Padahal aku suka dengar suara kamu. Aku suka kamu omelin, dan yang tadi itu terlalu singkat. Kamu ga ada rencana tambah durasi?" Jaehyun mengecup pelipis Jiho sebentar. Dan entah mendapat dorongan dari mana, Jaehyun tiba-tiba saja mencium bibir Jiho. Menyadari tidak adanya penolakan dari Jiho, Jaehyun memperdalam ciumannya. 

Ciuman itu terlalu tiba-tiba bagi Jiho. Karena itu, alih-alih langsung membalas, Jiho hanya mengeratkan tangannya yang dipegang Jaehyun. Jiho mulai memejamkan mata, mengikuti alur yang ada.

"Maaf." Jaehyun mendadak menghentikan ciumannya, mendorong pelan tubuh Jiho, juga menghindari tatapan Jiho. Karena terlalu kalut, akal pikirannya jadi tidak beroperasi dengan benar. Atau mungkin saja, ia memang sudah tidak waras lagi.

"Saya bantu obati luka Anda ya," ujar Jiho seraya menggenggam tangan Jaehyun. Sewaktu menunduk, Jiho tak sengaja melihat punggung tangan Jaehyun. Tangan yang biasanya mengusap pipi dan rambut Jiho dengan hangat, tampak memerah. Buku-buku jari tangan Jaehyun pun terlihat sedikit lecet. "Sebenarnya, apa yang terjadi pada Anda?" Jiho bergumam pelan. "Ini pasti sakit." Jiho beralih menarik lengan Jaehyun, mengajaknya untuk duduk di sofa ruang tengah.

Usai mengambil kotak P3K, Jiho segera duduk di sebelah Jaehyun. Sesaat kemudian Jiho tersadar, bahwa Jiho tidak tahu cara mengobati luka luar. Alhasil, dengan kotak P3K yang ada di pangkuannya itu, Jiho menatap Jaehyun dengan serius lalu meminta maaf.

Jaehyun tertawa. Tatapan serius itu malah membuat Jiho terlihat makin menggemaskan. "Lukanya dulu dibersihin—sebentar."

Jiho menautkan alis menatap Jaehyun.

"Tangan kamu kenapa merah begitu?" Tanpa permisi, Jaehyun langsung menarik pergelangan tangan Jiho.

"Saya tidak sengaja menumpahkan sup."

Jaehyun membelalak. "Kamu masak?"

Jiho terdiam sebentar lalu mengangguk.

"Aku 'kan udah bilang, soal masak ... biar aku aja yang urus." Dari awal, semenjak Jaehyun mengetahui bahwa Jiho tidak ahli dalam hal memasak, Jaehyun terus mewanti-wanti Jiho. Bukan karena khawatir akan hasil masakan Jiho yang mungkin saja tidak layak dikonsumsi, melainkan karena khawatir bila Jiho sampai terluka. Menurut Jaehyun, hal-hal yang ada di dapur itu cukup berbahaya. Seperti, nyala api dan pisau.

HURT; (Don't) Make Me Feel Better (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang