Usai mengusap wajah lelaki itu dengan handuk kering, Jiho mengambil dan menempatkan handuk kecil basah yang telah dilipatnya ke bagian dahi lelaki yang saat ini terbaring di tempat tidur.
Rumah yang dihuni Jiho memiliki dua kamar. Akan tetapi karena tidak memiliki cukup waktu untuk mencari keberadaan kunci kamar yang satunya, Jiho terpaksa membawa masuk lelaki itu ke dalam kamarnya. Namun setelah membaringkan tubuh lelaki yang amat terasa berat baginya, ia baru ingat bahwa lampu yang ada di kamarnya telah kehabisan daya semenjak beberapa bulan yang lalu. Alhasil, satu-satunya yang dapat diandalkan Jiho saat ini hanyalah lampu tidur yang terletak di nakas. Meski cahayanya agak redup, itu cukup membantu Jiho. Ya, setidaknya begitu untuk saat ini.
Selesai dengan hal itu, Jiho baru sadar bahwa kardigan basah yang dikenakan masih belum terlepas dari tubuh Jiho sendiri. Jiho pun beranjak dari duduknya. Dilepas olehnya kardigan abu-abu itu, dan diletakkannya ke rak pakaian yang ada di bagian sudut kamar.
Sewaktu tangan Jiho hendak membuka pintu lemari, pergerakan Jiho mendadak terhenti. Jika pakaiannya sampai sekuyup itu, bukankah berarti kondisi lelaki yang tengah tertidur tersebut juga tidak jauh beda darinya?
Jiho pun mempercepat gerak-geriknya. Mengambil salah satu kaos dan celana berbahan kain yang ada di lemari, lalu ikut menggantungnya di sisi lain dari rak pakaian.
Perempuan itu memperhatikan penampilan lelaki tersebut dari atas hingga ke bawah. Sangat tidak etis bagi Jiho jika ia melepas pakaian lelaki itu.
Kali ini, Jiho berpikir cukup lama. Otaknya sibuk berpikir, sementara indra penglihatannya terus memperhatikan wajah lelaki tersebut yang kian memerah.
Menyadari hal itu, Jiho kembali merunduk. Ia menyentuh sisi pipi yang terasa cukup hangat. Dan Jiho amat sadar, bahwa lelaki itu sedikit pun tidak merasa leluasa untuk tidur. Sejak tadi, Jiho terus mendengar gumaman-gumaman tidak jelas serta rintihan-rintihan pelan dari lelaki tersebut.
"Apa sesakit itu hingga dia tidak bisa tidur dengan nyenyak?" Jiho bergumam pelan seraya memperbaiki letak handuk kecil yang tadinya diletakan di dahi.
Setelahnya, Jiho berniat beranjak dari sana. Namun tiba-tiba saja, tangan Jiho ditahan. Jiho menoleh, melihat lelaki itu tampak mengerjap beberapa kali. Sewaktu hendak bertanya, Jiho malah ditarik hingga tubuh Jiho jatuh ke atas lelaki tersebut.
Selama beberapa saat, Jiho tidak menunjukkan reaksi apapun. Jiho terlalu terkejut untuk sekadar berteriak. Terlebih lagi, lelaki itu kembali terpejam. Seolah tak ada apapun yang terjadi padanya.
Jiho berniat melepaskan diri. Dan beberapa detik kemudian ia sadar, bahwa lelaki itu tidak kehilangan kesadaran diri sepenuhnya. Sebab, Jiho kini dikendalikan penuh oleh lelaki tersebut.
Jiho merintih pelan kala lelaki itu membalikkan posisi keduanya. Dalam cahaya yang remang-remang, Jiho mampu melihat jelas netra lelaki yang ada di atasnya.
"Tolong lepaskan," ucap Jiho.
Namun ucapan Jiho barusan sedikit pun tidak digubris. Lelaki itu malah kian mendekatkan diri—mengimpit tubuh Jiho, hingga Jiho benar-benar tidak mampu untuk melawan.
Menyadari bahwa posisinya saat ini berada dalam bahaya, Jiho memalingkan wajah. Atensinya sibuk mencari sesuatu yang dapat dijadikan senjata. Akan tetapi isapan agresif yang baru saja mendarat di lehernya membuat fokus Jiho buyar. Dan belum sempat untuk mengeluhkan rasa tidak nyaman yang diterima, lelaki itu malah menarik kamisol yang dikenakan Jiho hingga robek.
Dari awal, Jiho tidak memiliki cukup tenaga untuk melawan. Ditambah lagi, Jiho baru saja mengerahkan tenaga demi memapah tubuh yang terasa tiga kali lipat lebih berat darinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
HURT; (Don't) Make Me Feel Better (Completed)
Fiksi PenggemarSetelah kejadian yang dialami Jiho tiga tahun lalu, Jiho memiliki tekad kuat untuk meninggalkan dunia yang kian terasa memuakkan. Akan tetapi tekad Jiho perlahan goyah tiap kali Jiho dihadapkan dengan berbagai hal yang membuat Jiho mau tak mau haru...